darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
68 Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />
satu per satu. 30<br />
Setelah itu, <strong>di</strong> depan kantor Teuku Nyak Arief <strong>di</strong>naikkanlah bendera<br />
Merah Putih yang pertama <strong>di</strong> Aceh, yaitu pada tanggal 24 Agustus<br />
1945. Penaikan bendera <strong>di</strong>pimpin langsung oleh Teuku Nyak Arief,<br />
sedangkan yang menggerak benderanya adalah Husein Naim (mantan<br />
Kepala Polisi pertama) dan Muhammad Amin Bugeh. Sebenarnya,<br />
mereka-mereka inilah yang telah “menjual” Negara Islam Aceh yang<br />
berdaulat penuh kepada Republik Indonesia Soekarno.<br />
Menyusul kemu<strong>di</strong>an penaikan-penaikan bendera <strong>di</strong> seluruh Aceh,<br />
<strong>di</strong> antaranya: Penaikan bendera <strong>di</strong> Lhok Sukon, pada 29 Agustus 1945,<br />
<strong>di</strong>pimpin oleh Hasbi Wahi<strong>di</strong>, <strong>di</strong> Lhokseumawe <strong>di</strong>pimpin oleh Teuku<br />
Panglima Agung Ibrahim dan Hasan Sab, <strong>di</strong> Langsa jam sembilan pagi<br />
1 Oktober 1945 <strong>di</strong> lapangan stasiun kereta api <strong>di</strong>naikkan bendera<br />
merah putih, <strong>di</strong> Kuala Simpang pada tanggal 3 September, penarikan<br />
bendera <strong>di</strong>pimpin oleh H. Burhan Jamil. Pada tanggal 5 September<br />
<strong>di</strong>naikkan bendera <strong>di</strong> depan Kantor Camat Kuala Simpang <strong>di</strong>pimpin<br />
oleh Syamsud<strong>di</strong>n Siregar dan Abu Samah, peniup terompet Arifin<br />
Bujong dan Sofyan Tanour, Teuku Raja Sulung, pidato <strong>di</strong>sampaikan<br />
oleh Haji Burhan Jamil, <strong>di</strong> Tualang Cut <strong>di</strong>naikan bendera pada tanggal<br />
2 Oktober oleh barisan laskar, <strong>di</strong> Aceh Selatan pada tanggal 4 Oktober<br />
<strong>di</strong>pimpin oleh AR. Hajat, Khabar Ginting, Abdul Karim, Gindo Bangko,<br />
<strong>di</strong> Blang Keujreun pada tanggal 4 Oktober 1945 <strong>di</strong>pimpin oleh<br />
Muhammad Din Sinar Terang, <strong>di</strong> Aceh Tengah pada tanggal 5 Oktober<br />
1945 <strong>di</strong>pimpin oleh Teuku Mahmud yang memimpin acara Raja Abdul<br />
Wahab Muda Sedang, <strong>di</strong> Aceh Selatan pada tanggal 4 September 1945<br />
penaikan bendera <strong>di</strong>pimpin oleh Muhammad Nasir dan Muhammad<br />
Ali Akbar, <strong>di</strong> Aceh Barat Meulaboh September 1945 penaikkan bendera<br />
<strong>di</strong>pimpin oleh Wahab Makmur dan Teuku Cut Raman.<br />
Pada tanggal 3 September 1945, penarikan bendera Merah Putih<br />
<strong>di</strong>pimpin oleh Teungku Umar Tiro dan Hasan Muhammad Di Tiro<br />
selaku Ketua Barisan Pemuda Indonesia Lamlo yang menggerek<br />
30 C. Van Dijk, op.cit., hlm. 198.<br />
Dewan Revolusi: Perpecahan Internal Darul Islam Aceh<br />
299<br />
sudah beralih masuk ke PRRI.<br />
Hadji Hasanoed<strong>di</strong>n Siregar yang tetap patuh kepada Teungku Muhammad<br />
Daud Beureu`eh dan tetap setia dalam TII, ia kemu<strong>di</strong>an<br />
mengangkat Noekoem menja<strong>di</strong> penguasa perang <strong>di</strong> Resimen VII.<br />
Dalam suatu operasi mendapat suatu kekecewaan yang menja<strong>di</strong> pecah<br />
antara PRRI dengan TII. Noekoem datangi Mayor Hadji Hasanoed<strong>di</strong>n<br />
Siregar membentangkan segala keburukan yang telah terja<strong>di</strong> zina, ju<strong>di</strong>,<br />
rampok, agama baru. Hadji Hasanoed<strong>di</strong>n Siregar adalah sebagai pengurus<br />
keuangan Sabang Merauke dan TII, sampai sekarang belum ada<br />
perbaikan. Noekoem menyatakan keluar dari Sabang Merauke(PRRI)<br />
dan masuk DI dan <strong>di</strong>angkat menja<strong>di</strong> consigner TII dengan minta<br />
bantuan dari Gazali, tetapi tak <strong>di</strong>berikan. Nukum berikhtiar mencari<br />
jalan untuk memperoleh uang, sekarang baru dapat membantu TII<br />
se<strong>di</strong>kit-se<strong>di</strong>kit dan sudah saya beli pakaian dan peluru Ketika datang<br />
Menteri Perang dan Menteri Dalam Negeri NII tak <strong>di</strong>katakan pada<br />
Menteri Dalam Negeri bahwa <strong>di</strong> sini banyak perju<strong>di</strong>an, perzinaan,<br />
perampokan dan membuat aliran baru yang aneh-aneh dalam Islam. 18<br />
TII kemu<strong>di</strong>an bergerak terus menghadang barisan PRRI dan berhasil<br />
mensita satu kapal milik PRRI sejumlah 30 mil yang merupakan<br />
kepunyaan saudagar-saudagar. Para TII menceritakan bahwa Tentara<br />
PRRI hanya 64 orang lagi yang selalu berju<strong>di</strong>, pernah <strong>di</strong>tangkap oleh<br />
Noekoem selagi ju<strong>di</strong> itu tetapi oleh Hasanoed<strong>di</strong>n <strong>di</strong>lepaskan. Bagi<br />
Noekoem, dalam memerangi PRRI, ia rela mati dalam Islam, suatu<br />
moralitas yang jarang terdapat pada tentara kita.<br />
Menurut Moe’in Hasjim, dari TII, kon<strong>di</strong>si moral tentara PRII ini payah<br />
<strong>di</strong>atasi karena ada dua komando, ada dua hukum. Banyak tentara<br />
PRRI yang tertangkap tak berse<strong>di</strong>a masuk DI, sedang sebahagian dari<br />
TII sudah masuk PRRI karena mewah, tak mau kembali lagi ke TII. Kerusakan<br />
moral karena terpengaruh pemberontakan yang lain terja<strong>di</strong><br />
karena banyak personil TII yang sudah terpengaruh Dewan Revolusi<br />
18 Amelz, Riwajat Singkat Atjeh…., hlm. 61. Dan juga lihat M Noer el-Ibrahimy, Peranan<br />
Tgk. Daud Beureu`eh dalam Pergolakan Aceh, (Jakarta: Me<strong>di</strong>a Dakwah, 2001).