darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
66 Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />
primor<strong>di</strong>al <strong>di</strong>tinggalkan <strong>di</strong> belakang, yang <strong>di</strong>kedepankan hanyalah<br />
persatuan dan kesatuan. Tentang berita proklamasi ke Aceh pertama<br />
<strong>di</strong>ketahui oleh Teuku Panglima Polem Muhammad Ali, kemu<strong>di</strong>an berita<br />
tersebut <strong>di</strong>catat oleh Teuku Teungoh Hanafiah. Lewat dua tokoh ini,<br />
bayangan tentang persatuan dan kesatuan terterimakan <strong>di</strong> Aceh. Maka<br />
mulailah suatu “masyarakat bayangan” (imagined communities) 28 ha<strong>di</strong>r<br />
<strong>di</strong> kalangan orang-orang Aceh dan mereka lupa dengan Negara Islam<br />
Aceh yang sebenarnya masih berdaulat dan tidak tergabung dengan<br />
Indonesia.<br />
Pada saat rakyat Aceh menerima kabar —walaupun terlambat<br />
datangnya— bahwa telah <strong>di</strong>proklamasikan kemerdekaan Indonesia,<br />
yang mula-mula tergambar dalam pikiran rakyat Aceh ialah bahwa saat<br />
yang berbahagia yang selama ini <strong>di</strong>nanti-nantikan telah tiba yaitu saat<br />
akan berlakunya syariat Islam <strong>di</strong> tanah Aceh. Mereka merindukan<br />
kembali masa-masa <strong>di</strong> mana bangsa Aceh menja<strong>di</strong> Kerajaan Islam.<br />
Dalam masa-masa kerajaan Islam itu, rakyat Aceh sangat merasakan<br />
kebahagiaan hidup lahir dan bathin, karena nikmatnya menjalankan<br />
hukum syariat Islam. Oleh karena itulah, proklamasi kemerdekaan<br />
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 <strong>di</strong>sambut oleh seluruh rakyat<br />
Aceh dengan semangat jihad yang meluap-luap. Mereka bertekad<br />
akan mempertahankan kemerdekaan dengan mengorbankan jiwa dan<br />
harta bendanya untuk mempertahankan dan menegakkan<br />
kemerdekaan Indonesia sehingga rencana Belanda hendak menduduki<br />
lagi daerah Aceh tidak dapat terlaksana.<br />
Pernah <strong>di</strong>ketahui bahwa <strong>di</strong> Aceh ketika itu telah berkumandang<br />
seruan-seruan rakyat agar hukum-hukum Islam <strong>di</strong>laksanakan<br />
sepenuhnya. Bahkan, <strong>di</strong> beberapa tempat rakyat dengan bertindak<br />
sen<strong>di</strong>ri-sen<strong>di</strong>ri menjalankan sebahagian dari hukum Islam. Di samping<br />
seruan-seruan untuk melaksanakan hukum-hukum Islam itu terdengar<br />
pula seruan agar kesultanan Aceh <strong>di</strong>proklamasikan kembali.<br />
28 Tentang imagined communities, lihat Bene<strong>di</strong>ct R. O”Gorman Anderson, Imagined<br />
Communities, (London: Verso, 1983).<br />
Dewan Revolusi: Perpecahan Internal Darul Islam Aceh<br />
301<br />
Segala apa yang terasa dalam hati harap <strong>di</strong>laksanakan tetapi<br />
jangan hatap saya dapat memberi bantuan. Teungku Muhammad<br />
Daud Beureu`eh kemu<strong>di</strong>an berkeluh atas banyaknya pengkhianatan<br />
dan yang menyerah: ”saya hanya seorang <strong>di</strong>ri dengan tak ada kawan.” 23<br />
Pada T&T, semua perintah sudah berjalan, tetapi pelaksanaan<br />
”sedemikan rupa”. Artinya, banyak penyimpangan dan kemerosotan<br />
akhlak dari para prajurit. Kepala staf minta bubar kabinet, sudah bubar,<br />
kepal staf <strong>di</strong>angkat menja<strong>di</strong> Meteri Perang dan kepala staf <strong>di</strong> ganti oleh<br />
Ibrahim Saleh, namun urusan tak juga beres. Kemu<strong>di</strong>an Amin Jalil<br />
mengungkapkan idenya bahwa: (1) punya modal ; (2) minta perbaikan<br />
kemungkaran-kemungkaran.<br />
Moei’ Hajim juga menegaskan bahwa TII yang sudah masuk PRRI<br />
supaya kembali ke TII dan <strong>di</strong>latih kembali, jangan sampai menyerah<br />
kepada ”Pancasila”. Wali Negara menyatakan dengan tegas, ”Segala<br />
sesuatu sudah saya dengar dan akan saya salurkan dengan<br />
perantaraan Gazali ataupun dengan Hasund<strong>di</strong>n sen<strong>di</strong>ri. Wakil saya pun<br />
sudang mengurus hal ini <strong>di</strong> luar Negeri. Modal yang <strong>di</strong>pinjam sudah<br />
bayar. Belanja untuk tentara selama 3 bulan Rp. 90.000.- Dapat <strong>di</strong>urus<br />
dengan TII saja sedang dengan PRRI tak dapat langsung. Amin Djalil<br />
sekarang saya anggap orang pusat, yang akan <strong>di</strong>tempatkan <strong>di</strong> mana<br />
perlu akan <strong>di</strong>tempatkan nanti. Moe’in juga kalau tak ada keberatan<br />
akan <strong>di</strong>tempatkan <strong>di</strong>pusat (<strong>di</strong>sini), apa untuk meja<strong>di</strong> pelatih atau lain,<br />
nanti akan <strong>di</strong>tetukan.” 24 Sementara itu, berbagai godaan terus<br />
berdatangan ke TII yang menyeruak dan menggerogoti moral prajurit<br />
misalnya Banta Chairullah <strong>di</strong>janjikan akan <strong>di</strong>angkat sebagai agen<br />
tambang minyak. 25<br />
Teungku Daud Beureu`eh pun kembali terpuruk oleh jatuhnya<br />
moral prajurit dan perwira TII yang mudah tergoda. Namun, ia,<br />
sebagaimana biasanya, tetap tegar dan keras hati ber<strong>di</strong>ri menghadang<br />
23 Ibid., hlm. 63.<br />
24 Ibid., hlm. 64.<br />
25 Ibid., hlm. 64.