07.06.2013 Views

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

46 Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />

dan masih memusuhi pemerintah RI. 73 Natsir menugaskan Kyai<br />

Muslich, kepala Kantor Urusan Agama Provinsi Jawa Tengah untuk menyampaikan<br />

pesan pemerintah kepada Amir Fatah Widjajakusuma, pemimpin<br />

perjuangan Darul Islam <strong>di</strong> Jawa Tengah. 74 Dalam perjalanan<br />

menuju Jawa Barat Amir Fatah dan pasukannya selalu <strong>di</strong>ikuti pasukan<br />

pemerintah hingga <strong>di</strong>a akhirnya menyerah <strong>di</strong> Jawa Barat tanpa bertemu<br />

dengan Kartosoewirjo. 75<br />

Pada akhir Desember 1950 Natsir menugaskan kembali Kyai<br />

Muslich untuk menyampaikan amanat pemerintah RI kepada “Tuan<br />

Kartosoewirjo”. Muslich <strong>di</strong>bawa ke markasnya Kartosoewirjo <strong>di</strong> Gunung<br />

Galunggung oleh seorang penghubung perjuangan Darul Islam yang<br />

hidup <strong>di</strong> Bandung. Sebelum keberangkatannya, Kyai Muslich masih<br />

menemui Panglima Teritorium III/Siliwangi, Kol. Sa<strong>di</strong>kin dan kemu<strong>di</strong>an<br />

mendapat <strong>di</strong>sposisi yang <strong>di</strong>tandatangani oleh Kepala Staf Letkol<br />

Soetoko yang berbunyi: “Berikan bantuan seperlunya, supaya order YM<br />

Perdana Menteri dapat <strong>di</strong>laksanakan dalam tempo dekat”. Setelah tiba<br />

<strong>di</strong> tempat tujuan Kyai Muslich tidak bertemu muka dengan<br />

Katosoewirjo yang <strong>di</strong>a sudah kenal sejak tahun tigapuluhan ketika<br />

sama-sama menja<strong>di</strong> anggota PSII. Lewat ajudannya Kartosoewirjo<br />

menyampaikan pesan, bahwa sebenarnya <strong>di</strong>a ingin bertemu dengan<br />

Kyai Muslich, namun sebagai Imam dan Panglima Tertinggi NII <strong>di</strong>a<br />

tidak dapat menerima seorang kurir dari kedudukan serendah Kyai<br />

Muslich. Sebaiknya pemerintah <strong>di</strong> Jakarta mengirimkan seorang utusan<br />

yang resmi, maka <strong>di</strong>a akan menerimanya. Tetapi sebelumnya,<br />

pemerintah RI harus mengakui Negara Islam Indonesia dulu. Menurut<br />

Kyai Muslich, <strong>di</strong>a <strong>di</strong>titipi 2 surat untuk PM Natsir, yang satu katanya<br />

untuk Natsir priba<strong>di</strong>. Dalam surat tersebut Kartosoewirjo menulis pada<br />

Natsir, bahwa sebagai Perdana Menteri, Natsir punya kekuasaan untuk<br />

menambahkan huruf “I” berikutnya <strong>di</strong> belakang RI, menja<strong>di</strong> “Republik<br />

73 Mohammad Natsir, Capita Selecta, Jilid II, (Bandung & The Hague: W. Van Hoeve,<br />

1945), hlm. 8.<br />

74 Merdeka, 20.6.1950.<br />

75 Kiblat XVIII, No. 24, 1981, hlm. 13.<br />

Ikrar Lamteh<br />

323<br />

1955 yang mengumumkan, tidak akan <strong>di</strong>ambil tindakan terhadap para<br />

prajurit resimennya yang pulang ke rumah, asal saja ini tidak<br />

merugikan perjuangan. 25 Dia sen<strong>di</strong>ri pun <strong>di</strong>minta melapor kepada para<br />

penguasa, katanya, tetapi ia jngin menantikan hasil pemilihan umum.<br />

Dia memikirkan akan melapor demikian karena kabinet yang<br />

memerintah sekarang, Kabinet Burhanud<strong>di</strong>n Harahap, ideologinya<br />

berdekatan dengan cita-cita perjuangan <strong>di</strong> Aceh. 26<br />

Pada umumnya sikap kaum pemberonak Darul Islam <strong>di</strong> Aceh<br />

terhadap pemilihan umum lunak. Mula-mula, ketika jihad suci<br />

menegakkan Negara Islam meletus, sikap mereka terhadap ini<br />

mendua. Di satu pihak mereka menuduh Pemerintah Republik<br />

berusaha membiarkan mereka menunggu tanpa batas waktu,<br />

sedangkan <strong>di</strong> pihak lain pemilihan umum mereka cap sebagai alat<br />

Pemerintah Pusat untuk melakukan kehendaknya. Kini ketika<br />

pemilihan umum telah <strong>di</strong> ambang pintu, mereka tidak melakukan apa<br />

pun untuk merintanginya. 27<br />

Hasil pemilihan umum yang memuaskan <strong>di</strong> Aceh, yaitu Masyumi<br />

memperoleh dua pertiga jumlah suara, memberi mereka yang<br />

menyetujui <strong>di</strong>akhirinya jihad suci menegakkan Negara Islam alasan lain<br />

untuk menyokong sikap mereka. Kasus mereka lebih <strong>di</strong>perkukuh ketika,<br />

kali ini <strong>di</strong> bawah Kabinet Ali Satroamidjojo lagi; pada akhir 1956<br />

suatu rancangan undang-undang <strong>di</strong>sahkan, yang memberikan status<br />

provinsi otonom kepada Aceh. Undang-undang ini berlaku sejak<br />

Januari 1957. A. Hasjmy pemimpin Pemuda PUSA Aceh Besar sebelum<br />

Perang dan bekas Ketua BPI/Pesindo, menja<strong>di</strong> gubernur pertama provinsi<br />

ini.<br />

Namun, faktor lain yang menyokong <strong>di</strong>akhirinya permusuhan<br />

25 Lihat juga S.M. Amin, Sekitar Peristiwa Berdarah <strong>di</strong> Atjeh, (Jakarta: Soeroengan, 1956),<br />

hlm. 198-200.<br />

26 Pengumuman Pemrintah 20 November 1955.<br />

27 Herbert Feith, The Indonesia Election of 1955, (Ithaca, New York: Modern Indonesian<br />

Project, Southeast Asia Program, Cornell University, Interim Report Series, 1971), hlm. 42.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!