07.06.2013 Views

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

42 Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />

soeatoe organisasi, party, perhimpoenan, perkoempoelan, gerakan atau<br />

apapoen djoega, <strong>di</strong> loear organisasi Negara, atau <strong>di</strong> loear organisasi jang<br />

<strong>di</strong>bentoek/<strong>di</strong>sahkan oleh pemerintah. Maka memoetoeskan <strong>di</strong>larang keras<br />

men<strong>di</strong>rikan, membentoek dan mempropagandakan satoe organisasi, <strong>di</strong><br />

loear dan selain daripada organisasi Negara, atau organisasi jang<br />

<strong>di</strong>bentoek/<strong>di</strong>sahkan oleh Pemerintah. Dan <strong>di</strong>leboer dalam salah satoe<br />

bagian daripada organisasi Negara, atau salah satoe bagian daripada<br />

organisasi jang <strong>di</strong>bentoek/<strong>di</strong>sahkan oleh Pemerintah.” 65<br />

Setelah Belanda meninggalkan kekuasaanya <strong>di</strong> Indonesia, maka<br />

semakin hebatlah pertarungan politik <strong>di</strong> Indonesia. Kini ada 3 kekuatan<br />

yang saling tarik menarik untuk mempengaruhi peta politik yang<br />

sedang berkembang saat itu. Terutama dari kalangan Komunis, mereka<br />

berusaha selalu masuk dalam sen<strong>di</strong>-sen<strong>di</strong> kehidupan politik Indonesia<br />

dan mereka berupaya untuk mengadu kekuatan Nasionalis Islam<br />

dengan Darul Islam yang <strong>di</strong>pimpin oleh Kartosoewirjo. Oleh karena itu<br />

dalam setiap maklumat-maklumat yang <strong>di</strong>buat oleh Komandemen<br />

Tertinggi makin sering menyerang Komunis yang <strong>di</strong>nyatakannya<br />

sebagai musuh utama. Dalam nota rahasia pada bulan Oktober 1950<br />

yang <strong>di</strong>kirim kepada Soekarno, Kartosoewirjo menawarkan pada<br />

Soekarno agar bersama-sama dengan Negara Islam Indonesia<br />

membasmi komunisme dan meninggalkan politik netral yang<br />

<strong>di</strong>praktekkan selama itu. Apabila RI mengakui NII, Kartosoewirjo<br />

menjamin bahwa RI akan mempunyai “sahabat sehidup semati” dalam<br />

menghadapi segala kemungkinan, terutama menghadapi komunisme,<br />

karena nasionalisme tidak dapat mengikat jiwa rakyat Indonesia yang<br />

sebagian besar memeluk agama Islam. Kekuatan untuk membendung<br />

komunisme, menurut Kartosoewirjo hanya <strong>di</strong>miliki Islam, karena itu<br />

secepatnya membuat Islam sebagai dasar negara.66<br />

Sebuah nota rahasia berikutnya yang isinya mirip seperti nota <strong>di</strong><br />

65 S.M. Kartosoewirjo (nama pena: Karma Yoga), Pedoman Dharma Bakti, Jilid I, (Batavia-C:<br />

Seksi penerangan Masjumi Priangan), hlm. 52.<br />

66 S.M. Kartosoewirjo (nama pena: Karma Yoga), Salinan Pedoman Dharma Bakti, Jilid II,<br />

Nota Rahasia 22.10.1950, hlm. 345-252.<br />

Ikrar Lamteh<br />

327<br />

Kemu<strong>di</strong>an mereka mengeluarkan imbauan kepada para pejuang mujahi<strong>di</strong>n<br />

untuk menghentikan perlawanan mereka dan menyerahkan <strong>di</strong>ri<br />

pada Juni dan Juli. Pemimpin-pemimpin sipil menyusul setelah menerima<br />

janji <strong>di</strong>beri ampun oleh Soekarno. 35 Sjafrud<strong>di</strong>n Prawiranegara,<br />

perdana menteri kaum pejuang mujahi<strong>di</strong>n, lalu menasihati para pengikutnya<br />

untuk menyerah, <strong>di</strong>a sen<strong>di</strong>ri melapor kepada penguasa pada<br />

akhir Agustus. 36<br />

Akibatnya pertempuran sangat banyak berkurang sesudah Ikrar<br />

Lamteh. Namun, belum juga tampak akhir pemberontakan. Namun,<br />

sikap pen<strong>di</strong>rian Daud Beureu`eh makin <strong>di</strong>tentang. Khususnya <strong>di</strong> dalam<br />

Tentara Islam Indonesia Aceh terdapat banyak yang memikirkan untuk<br />

menyerah. Kelompok ini <strong>di</strong>pimpin Hasan Saleh, Panglima Divisi Tengku<br />

Tjhik <strong>di</strong> Tiro dan Kepala Staf Tentara Islam. Ia menuduh Daud Beureu`eh<br />

berusaha menjerumuskan Aceh ke dalam suatu perang baru<br />

tanpa memikirkan nasib prajurit biasa dan rakyat pada umumnya yang<br />

harus menanggung akibat-akibatnya. 37 Dua tahun lamanya lagi barulah<br />

lawan-lawan Daud Beureu`eh bulat hatinya dan benar-benar memisahkan<br />

<strong>di</strong>ri dari padanya.***<br />

kepada pemberontakan PRRI/Permesta. Dia menja<strong>di</strong> Ketua Dewan Banteng <strong>di</strong> Sumatera<br />

Tengah dan pada Februari 1958 mengeluarkan ultimatum kepada Pemerintah Republik<br />

Pusat. Penolakan atas usul ini menimbulkan proklamasi PRRI. Lihat Herbert Feith dan Daniel<br />

Lev, “The End of Indonesian Rebellion”, dalam Pacific Affairs 36, (1963), hlm. 43.<br />

35 Lihat Peraturan Presiden No. 13/1961.<br />

36 Salah seorang dari yang melapor bersama Sjafrud<strong>di</strong>n Prawiranegara ialah Amelz.<br />

Lihat S.M. Amin, Sekitar Peristiwa Berdarah <strong>di</strong> Atjeh, (Jakarta: Soeroengan, 1956), hlm. 198-<br />

200.<br />

37 Abdul Murat Mat Jan, “GerakanDarul Islam <strong>di</strong> Aceh 1953-1959”, dalam Akademika 8,<br />

1976, hlm. 41-42.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!