darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
334<br />
Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />
Aceh, mengingat bahwa seratus persen rakyat <strong>di</strong> Aceh adalah Muslim.<br />
Dalam keadaan seperti itu sama sekali tidak mungkin Jaksa Agung<br />
melarang khotbah yang mengandung politik, katanya, karena politik<br />
dan agama tak dapat <strong>di</strong>bedakan.<br />
Hal lain yang <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan Daud Beureu`eh serangan bagi Pemerintah<br />
Pusat adalah bahwa Pemerintah ini tidak pernah mengabulkan suatu<br />
permintaan Aceh apa pun dan bahwa ia sekarang menganggap Aceh<br />
—yang selama revolusi merupakan daerah "modal" Republik—<br />
sebagai daerah yang tidak patuh. 11 Tidak pula <strong>di</strong>berikan suatu konsesi<br />
apa pun terhadap permohonan otonomi Aceh yang ketika itu masih<br />
<strong>di</strong>ba-yangkan dalam kerangka Republik Indonesia. Daud Beureu`eh<br />
mem-pertanyakan mengapa perdebatan tentang ini harus menunggu<br />
ter-bentuknya Konstituante, dan apakah ini barangkali karena<br />
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Pusat hanya ingin<br />
menyisihkan persoal-an ini. Padahal, bahwa lembaga yang akhir ini<br />
mampu bertindak cepat telah <strong>di</strong>perlihatkan pada waktu pengubahan<br />
Republik Indonesia Serikat menja<strong>di</strong> Republik Indonesia kesatuan. Daud<br />
Beureu`eh menggarisbawahi kenyataan, rakyat Aceh dengan sabar<br />
telah menanti ter-bentuknya Konstituante selama bertahun-tahun,<br />
tetapi Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyadari ini<br />
dan bahkan memutuskan menunda pemilihan umum. Ia menduga,<br />
barangkali pemerintah lebih mengutamakan kepentingannya sen<strong>di</strong>ri<br />
daripada kepentingan rakyat. Selanjutnya <strong>di</strong>pertanyakannya, apakah<br />
pemerintah mungkin lebih memberikan bantuan dan dorongan<br />
kepada kelompok kecil mereka yang mempercayai Ketuhanan yang<br />
Maha Esa suatu keyakinan lain, atau kepada orang-orang yang tidak<br />
percaya kepada Tuhan sama sekali, dengan secara menyolok<br />
bertentangan dengan cita-cita dan hasrat mayoritas.<br />
11 Aceh memperoleh nama Daerah Modal Republik Indonesia, karena peranan yang<br />
<strong>di</strong>mainkannya selama revolusi. Di satu pihak nama ini mengemukakan kenyataan bahwa<br />
Aceh—berbeda dengan bagian Republik Indonesia lainnya—tidak pernah <strong>di</strong>duduki<br />
Pasukan Belanda. Di pihak lain ini menunjukkan sokongan keuangan dan materi yang<br />
<strong>di</strong>berikannya kepada Pemerintah Republik.. Lihat Nazarud<strong>di</strong>n Sjamsud<strong>di</strong>n, Pemberontakan<br />
Kaum Republik, Kasus Darul Islam Aceh, (Jakarta: Grafiti Pers, 1990), terutama bagian<br />
kesimpulan.<br />
Pendahuluan<br />
dengan toentoetan pergolakan revoloesi. Dan segala sesoeatoe jang<br />
menghambat, memperlambat, menghalangi dan menentang kepada<br />
hoekoem revoloesi itoe haroes dan wadjiblah <strong>di</strong>loempoehkan, <strong>di</strong>patahkan<br />
dan <strong>di</strong>moesnahkan”. 50<br />
Inilah beberapa sebab, maka<br />
“Komandemen Tertinggi merasa wadjib, dengan selekas moengkin<br />
mengoebah Soesoenan Pemerintahan Negara Islam Indonesia dengan<br />
woedjoed,,Komandemen Tertinggi Angkatan Perang NII”. Dengan bentoek<br />
sekarang, maka oeroesan politik dan militer <strong>di</strong>persatoekan. Bahkan segala<br />
oesaha dan tjabang2nja,,Pemerintahan Negara Islam Indonesia”<br />
<strong>di</strong>sesoeaikan dengan beleid politik dan gerakan militer. Ahli politik haroes<br />
<strong>di</strong>-permiliterkan (gemilitairieseerde politici). Sebaliknja ahli militer haroes<br />
<strong>di</strong>perpolitikkan (verpolitiseerde militaren). Spesiliasasi antara sipil dan<br />
militer akhirnya lebur, jika harus berjuang —kira-kira mungkin demikianlah<br />
yang ingin <strong>di</strong>sampaikan oleh Darul Islam— maka siap-siap angkat kaki, ke<br />
gunung, bergerilya <strong>di</strong> mana pun, angkat senjata dan “musuh djahanam”<br />
sudah menunggu <strong>di</strong> depan yang “tiap2 tetes darah pantjasila halal-lah<br />
hukumnja”. 51 Tidak ada waktu lagi untuk ber<strong>di</strong>skusi, berdebat dan<br />
berkontemplasi tentang dunia dan segala persoalannya.<br />
Maklumat Komandemen Tertinggi No. 1 tersebut dalam batasbatas<br />
tertentu juga dapat memberikan gambaran sampai <strong>di</strong> mana<br />
<strong>di</strong>namika cara berpikir Kartosoewirjo dalam usahanya untuk<br />
mengemu<strong>di</strong>kan dan menguasai NII yang sedang tumbuh dalam masa<br />
pancaroba itu. Pemisahan kekuasaan politik dan militer sebagaimana<br />
<strong>di</strong>praktekkan oleh RI dan yang ternyata banyak merugikan perjuangan<br />
itu telah memberikan pelajaran bagi Kartosoewirjo untuk<br />
mengeluarkan MKT No.1 tersebut. 52 Dengan demikian maka pimpinan<br />
pemerintahan dan kenegaraan dapat <strong>di</strong>persatukan dan tidak akan<br />
terja<strong>di</strong> dualisme dalam pimpinan. Sementara <strong>di</strong> Aceh, <strong>di</strong> mana setelah<br />
masa-masa yang sulit dalam konflik yang berkepanjangan dan<br />
ketidakpuasan yang menggumpal dalam dada, kekecewaan yang<br />
50 Ibid., hlm. 33-34.<br />
51 Ibid.<br />
52 Tentang Maklumat Komandemen Tertinggi No. 1 (MKT No.1), lihat Al Chaidar,<br />
Pemikiran Politik…, bagian lampiran.<br />
35