darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
32 Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />
segala bentuk be-lenggu jahiliyah demi kemanusiaan, kea<strong>di</strong>lan, serta<br />
kebebasan melak-sanakan syariat Islam. Sebesar apa pun aktivitas yang<br />
<strong>di</strong>lakukan oleh organisasi-organisasi Islam <strong>di</strong> negara yang bukan<br />
negara Islam. Dan be-tapa pun barangkali menguntungkannya, segala<br />
itu tidak akan dapat menghapus kewajiban mereka untuk berjuang<br />
menegakkan Negara Islam, yang menjamin terlaksananya hukum Allah<br />
dan Rasul-Nya <strong>di</strong> muka bumi ini. 44 Sekarang timbul satu pertanyaan,<br />
apakah setiap pri-ba<strong>di</strong> muslim menginginkan agar Darul Islam (Negara<br />
Islam) itu tegak? Pertanyaan ini patut <strong>di</strong>sertakan, karena masalah<br />
Negara Islam ini men-ja<strong>di</strong> polemik yang berkepanjangan <strong>di</strong> sekitar<br />
pandangan kaum mus-limin bahwa <strong>di</strong> dalam Al-Qur’an tidak ada istilah<br />
yang memuat tentang Negara Islam tersebut, terlebih lagi bahwa<br />
Rasulullah Muhammad saw itu tidak pernah men<strong>di</strong>rikan Negara Islam<br />
atau Daulah Islam atau Darul Islam.<br />
Kartosoewirjo sebelumnya telah sangat serius merealisasikan gambaran<br />
tentang sebuah Negara Islam, ketika pada bulan Mei 1948 membentuk<br />
Dewan Imamah, begitu pula Undang-undang Dasar Negara<br />
Islam Indonesia (Qanun Asasi) <strong>di</strong>sertakan penjelasan singkat yang ter<strong>di</strong>ri<br />
atas 10 pokok yang konsepnya telah <strong>di</strong>susun pada bulan Agustus<br />
1948. Maka dengan demikian secara formal telah men<strong>di</strong>rikan Negara<br />
Islam.<br />
Susunan organisasi kenegaraan dari Negara Islam Indonesia pada<br />
hakekatnya hanyalah sederhana saja, namun cukup praktis. Bahkan<br />
dalam kesederhanaan tersebut tampak adanya originalitas pemikiran<br />
Kartosoewirjo dalam mengatur administrasi “pemerintahan” dan<br />
“kenegaraan” dan “ketentaraan” yang sedang tumbuh. Ketika Negara<br />
Islam Indonesia masih dalam prototype, yaitu pengaturan kekuasaan<br />
sebelum proklamasi, maka pada tanggal 25 Agustus 1948 <strong>di</strong>keluarkan<br />
apa yang <strong>di</strong>sebut “Maklumat Imam No 1”, <strong>di</strong> mana <strong>di</strong>sebutkan<br />
peraturan-peraturan yang menyangkut bidang pemerintahan baik<br />
pemerintahan sipil maupun militer. Dalam maklumat No 1 itu<br />
44 Lihat Daamurasysyi Mujahidain, Menelusuri Langkah-langkah Jihad SM Kartosoewirjo,<br />
(Yogyakarta: Wihdah Press, 1998), hlm. 52-53.<br />
Amnesti dan Abolisi Umum: Cara Halus Sesudah Gagalnya Cara Kasar<br />
337<br />
sekelompok anggota parlemen yang <strong>di</strong>ketuai oleh Djuir Muhammad<br />
dari PSI. 14 Dikemukakannya Aceh sebagai contoh yang paling baik dari<br />
suatu cara yang <strong>di</strong>buat-buat bagaimana provinsi-provinsi <strong>di</strong>bentuk<br />
pada masa lalu, dan <strong>di</strong>kemukakannya bahwa jalan satu-satunya<br />
menyelesaikan permasalahan <strong>di</strong> Aceh adalah dengan memberikannya<br />
otonomi. 15<br />
Di daerah Aceh sen<strong>di</strong>ri, kalangan parlemen dan kalangan partai<br />
politik nasionalis (sekuler) seperti PKI memberikan tanggapan yang<br />
keras dan “aneh”. Tanggapan paling keras, dari semua partai-partai<br />
politik adalah dari PKI. PKI bahkan berkesan “marah” dengan<br />
pemberian rehabilitasi dan abolisi bagi para pejabat daerah Aceh yang<br />
pernah menja<strong>di</strong> anggota DI dan kemu<strong>di</strong>an <strong>di</strong>rehabilitir oleh<br />
Pemerintahan Kabinet Burhanud<strong>di</strong>n Harahap dari Masjumi. 16 Bukan<br />
hanya PKI, ormas onderbouwnya juga memberikan pernyataan keras<br />
serupa. Gerwani menuntut untuk menambah operasi dan personil<br />
militer dengan alasan wanita adalah yang paling menderita dari konflik<br />
DI/TII ini. 17 Gerwani juga berharap agar DI bisa “kembali kedjalan jang<br />
benar”. 18 Bagi Gerwani, wanita-wanita DI adalah “mereka jang telah<br />
tersesat”. 19 Dalam perdebatan berikutnya, wakil-wakil PNI dan PKI, yang<br />
keduanya mempunyai pengikutnya yang terbanyak <strong>di</strong> Jawa, menolak<br />
usul itu. Mereka mengemukakan, rakyak biasa <strong>di</strong> Aceh tidak<br />
menyatakan <strong>di</strong>rinya menyetujui otonomi, dan bukanlah masalah<br />
otonomi tetapi cita-cita Negara Islamlah yang berada <strong>di</strong> belakang jihad<br />
suci menegakkan Negara Islam. Di pihaknya Pemerintah menjawab,<br />
usul itu mubazir karena Pemerintah sudah mempersiapkan suatu<br />
14 Usul ini turut <strong>di</strong>tandatangani Amelz, A.M. Djohan (A.M. Johan) (PIR), Ibrahim Sedar<br />
(tak berpartai), Mayor Polak (PSI), dan A.C. Manoppo (Demokrat).<br />
15 Bagian Dokumentasi Deppen, Sekitar Peristiwa Berdarah Daud Beureu’eh, vol. III,<br />
(Jakarta: Kronik Kementerian Penerangan, 1953) hlm. 12.<br />
16 Keterangan Thaib Adamy, Sekretaris Comite PKI Daerah Atjeh, 30 Januari 1957.<br />
17 Usul2 Jg Dimadjukan Dalam Pertemuan Antara Dewan Tjabang Gerwani Kutaradja<br />
dgn Gubernur Atjeh, 6 Februari 1957.<br />
18 Ibid.<br />
19 Ibid.