07.06.2013 Views

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

338<br />

Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />

pembagian kembali provinsi <strong>di</strong> Indonesia dan dalam hubungan ini<br />

sedang mempertimbangkan memberikan Aceh status provinsi. 20 Pada<br />

akhirnya usul itu <strong>di</strong>tangguhkan, ternyata untuk jangka waktu yang<br />

tiada terbatas, me-nantikan hasil perdebatan mengenai suatu<br />

rancangan tentang peme-rintahan daerah yang <strong>di</strong>ajukan Pemerintah<br />

yang baru saja mulai. Terus juga terdapat banyak ketidakpuasan<br />

mengenai kebijaksanaan Pemerintah dan ketidaksanggupannya<br />

menundukkan berbagai jihad suci menegakkan Negara Islam. Politik<br />

keamanan Pemerintah ja<strong>di</strong>nya tetap mendapat serangan, dan<br />

menyebabkan Jusuf Wibisono dari partai Masyumi umpamanya<br />

mengajukan mosi tidak percaya terhadap Peme-rintah. Mosi ini—yang<br />

<strong>di</strong>kalahkan dengan mayoritas tipis 115 lawan 92 pada akhir 1954—<br />

terus menghidupkan pertentangan tentang Aceh.<br />

Ini <strong>di</strong>sebabkan sifat khusus daerah, dan lebih khusus ialah sifatsifat<br />

khusus Aceh dan kekuatan Islam <strong>di</strong> daerah ini, seperti <strong>di</strong>jelaskan<br />

Ali Sastroamidjojo dalam DPR pada 1955. Tidak ada pengumuman keadaan<br />

perang, yang membuat militer mengambil alih pimpinan. Di<br />

samping itu, sejak mula pemberontakan Pemerintah berjanji<br />

menyeli<strong>di</strong>ki masalah otonomi untuk Aceh dan memberikan lebih<br />

banyak per-hatian terhadap perkembangan ekonomi daerah. Dalam<br />

menyusun ke-bijaksanaannya, Pemerintah harus mempertimbangkan<br />

<strong>di</strong> satu pihak tuntutan PNI dan PKI untuk mengambil tindakan militer<br />

yang lebih keras, membatalkan keputusan rehabilitasi yang pernah<br />

<strong>di</strong>berikan oleh Kabinet Burhanud<strong>di</strong>n Harahap dari Masjumi kepada<br />

pamongpraja dan pegawai sipil militer yang “pro-gerombolan” dan <strong>di</strong><br />

pihak lain tekanan untuk melakukan perun<strong>di</strong>ngan dan memenuhi<br />

beberapa tuntutan kaum pemberontak.<br />

D. Membujuk Tgk. Daud Beureu`eh Secara Halus<br />

Tanggal 4 Oktober 1961 <strong>di</strong>kirimkan tokoh-tokoh masyarakat untuk<br />

menemui Tgk. M. Daud Beureu`eh <strong>di</strong> gunung. Tokoh-tokoh itu ter<strong>di</strong>ri<br />

20 Ibid., hlm. 14-54.<br />

Pendahuluan<br />

Islam Indo-nesia sesungguhnya bukanlah hasil rekayasa manusia,<br />

bukan ke-inginan priba<strong>di</strong> atau apa pun yang berkaitan dengan<br />

kekecewaan per-sonal Kartosoewirjo, melainkan af’alullah, 41 sesuatu<br />

yang sudah <strong>di</strong>ke-hendaki Allah. Bagi kalangan DI, ber<strong>di</strong>rinya Negara<br />

Islam Indonesia adalah perbuatan serta program langsung dari Allah<br />

SWT. Manakala kita mau mengamati dengan arif dan bijaksana<br />

perjalanannya sejarah Indonesia, <strong>di</strong> situ terlihat jelas bahwa manusia<br />

hanyalah sebagai fa’il (pelaksana program dari keinginan Allah<br />

tersebut). Pada saat proklamasi ini <strong>di</strong>ikrarkan, sejak saat itulah Umat<br />

Islam <strong>di</strong> seluruh Indonesia khususnya, telah memperoleh<br />

kemerdekaannya secara hakiki, termasuk Aceh. 42 Mereka telah<br />

memiliki negara dan pemerintahan yang akan melaksanakan syariat<br />

Islam. Karena sesungguhnya Islam datang untuk memerdekakan<br />

seluruh umat manusia. Jika kaum muslimin berada <strong>di</strong> suatu negara, <strong>di</strong><br />

mana pun <strong>di</strong> seluruh muka bumi ini, baik mereka menja<strong>di</strong> penduduk<br />

mayoritas ataukah minoritas. Sementara mereka tidak bebas<br />

melaksanakan syariat Islam dan tidak pula <strong>di</strong>perintah oleh aturan serta<br />

undang-undang Islam. Kenyataan menyesakkan ini juga <strong>di</strong>rasakan <strong>di</strong><br />

Aceh <strong>di</strong> mana mereka telah mengidam-idamkan sebentuk “negara<br />

yang Islami” <strong>di</strong> mana hukum syariat Islam bisa ber-jalan. 43<br />

Hakekatnya mereka belum merdeka, tidak akan pernah ada<br />

kebebasan. Apalagi kemerdekaan dalam menjalankan ajaran-ajaran<br />

Islam <strong>di</strong> sebuah negara yang menolak berlakunya hukum Allah<br />

berdasarkan Al-Qur’an dan Ha<strong>di</strong>ts shahih. Maka menja<strong>di</strong> kewajiban<br />

setiap muslim un-tuk memperjuangkan kemerdekaannya bebas dari<br />

41 Wawancara dengan Gaos Taufik, Jakarta, 7 Agustus 2001.<br />

42 Statement Pemerintah Negara Islam Indonesia, 5 Oktober 1953. Di dalam bagian II,<br />

<strong>di</strong>sebutkan bahwa (sejak) “Proklamasi NII (7 Agustus 1949) <strong>di</strong>umumkan, sehingga<br />

karenanja, maka sedjak sa’at itu Atjeh dan sekitarnja masuk dalam lingkungan NII, tegasnja:<br />

Wilayah 5. Statemen Pemerintah NII ini <strong>di</strong>kelaurakan <strong>di</strong> Garut, Jawa Barat, 5 Oktober 1953<br />

sebulan setelah kumandang Proklamasi NBA-NII <strong>di</strong> Kutradja oleh Teungku M. Daud<br />

Beureu`eh.<br />

43 Nazarud<strong>di</strong>n Sjamsud<strong>di</strong>n, Pemberontakan Kaum Republik…, hlm. 40-44.<br />

31

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!