darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
26 Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />
Muhammad Natsir menugaskan A. Hassan33 seorang pemimpin Persis<br />
(Persatuan Islam) yang juga mengenal Kartosoewirjo untuk<br />
menyampaikan surat yang <strong>di</strong>buat oleh M. Natsir dengan<br />
menggunakan kertas surat hotel, surat tersebut tidak <strong>di</strong>anggap<br />
sebagai surat resmi, dan <strong>di</strong>tahan selama tiga hari sebelum <strong>di</strong>teruskan<br />
kepada Kartosoewirjo.34<br />
Sementara itu, Islam modern mencapai puncak-puncak baru. Pada<br />
tahun 1923 sekelompok pedagang men<strong>di</strong>rikan Persatuan Islam <strong>di</strong><br />
Bandung. Pada tahun 1924 seorang Tamil kelahiran Singapura<br />
bernama A. Hassan (lahir tahun 1887) yang beribukan orang Jawa<br />
bergabung dengan organisasi tersebut. Pembelaannya yang gigih<br />
terhadap doktrin-doktrin Islam Modern, kecamannya terhadap segala<br />
sesuatu yang berbau takhyul (yaitu banyak dari apa yang <strong>di</strong>terima<br />
sebagai Islam yang sebenarnya oleh kaum muslim lokal),<br />
perlawanannya yang berapi-api terhadap nasionalisme dengan alasan<br />
bahwa nasionalisme telah memecah belah kaum muslim daerah yang<br />
satu dengan daerah lainnya, kesemuanya itu membenarkan julukan<br />
organisasi tersebut, yaitu 'Persis' (berdasarkan atas kata Belanda<br />
precies, yaitu tepat). Hal ini mengakibatkan keluarnya banyak anggota<br />
kelompok ini yang lebih moderat; pada tahun 1926 mereka men<strong>di</strong>rikan<br />
organisasi tersen<strong>di</strong>ri yang bernama Permufakatan Islam. 35<br />
Pada tanggal 6 Agustus 1949 Mohammad Hatta berangkat ke Den<br />
Haag untuk mengikuti Konferensi Meja Bundar yang <strong>di</strong>mulai 12 hari<br />
kemu<strong>di</strong>an. Keja<strong>di</strong>an ini bagi Kartosoewirjo merupakan pertanda untuk<br />
bertindak, karena dengan keberangkatan Hatta ke Holland baginya kini<br />
33 Tentang A. Hasan Bandung, lihat S.A. Mugni, Hasan Bandung, Pemikiran Islam<br />
Ra<strong>di</strong>kal, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980).<br />
34 Lihat Yusuf Abdullah Puar, dkk., Muhammad Natsir 70 tahun: Kenang-kenangan<br />
Kehidupan dan Perjuangan, (Jakarta: Pustaka Antara, 1978, hal. 185).<br />
35 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern (terj.), (Yogyakarta: Gadjah Mada University<br />
Press, 1993), hal. 268-269.<br />
P<br />
Bab XII<br />
MISI HARDI: AKOMODASI POLITIK<br />
PUSAT UNTUK PEMBERLAKUAN<br />
SYARIAT ISLAM DI ACEH<br />
emberontakan, melihat dari cara dan latar-belakang ideologis yang<br />
memicu terja<strong>di</strong>nya, sangat se<strong>di</strong>kit yang dapat memberikan<br />
manfaat bagi rakyat. Tetapi, tidak demikian halnya dengan Aceh,<br />
pembe-rontakanlah yang telah banyak mengubah status dan<br />
akomodasi po-litik, sosial dan ekonomi bagi daerah, khususnya bagi<br />
rakyat Aceh. 1 Bagi Angkatan Darat sen<strong>di</strong>ri, pemberontakan DI sangat<br />
<strong>di</strong>pahami karena kekecewaan terhadap unsur sipil dalam “negara [RI]<br />
yang se-dang dalam masa pembinaan” ketika itu. Surat-menyurat<br />
antara DI Aceh dengan TNI-AD jauh lebih lancar ketimbang dengan<br />
para pejabat setingkat menteri atau Perdana Menteri atau Presiden<br />
dan Wakil Presiden. Bagaimana pun akan <strong>di</strong>akui bahwa ini adalah<br />
kekecewaan yang bersumber dari kalangan internal militer Republik<br />
sen<strong>di</strong>ri, terutama yang berada <strong>di</strong> daerah.<br />
1 Pihak Angkatan Darat, AH Nasution pernah menjanjikan kepada Hasballah Daud<br />
ketika membawa surat Teungku M. Daud Beureu`eh ke TNI-AD <strong>di</strong> Jakarta bahwa “Untuk<br />
Aceh akan <strong>di</strong> beri status Daerah Istimewa, sungguh daerah-daerah lain tak <strong>di</strong> berikan. Ini<br />
akan saya bawa kepada pemerintah pusat dan kepada presiden.” Lihat Amelz, Riwayat Atjeh<br />
Bangoen dari Tidoernja jang Njenjak Sesoedah Beberapa Tahoen Lamanja, (Pi<strong>di</strong>e, naskah<br />
ketikan, t.t.), hlm. 128.