07.06.2013 Views

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

4<br />

Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />

“pemberontakan”, maka ia bukanlah sebuah ‘pemberontakan’ biasa.<br />

Darul Islam —setidaknya dalam pandangan para pejuangnya—<br />

merupakan sebuah perjuangan suci (<strong>di</strong>vine struggle) anti-kezaliman<br />

yang terbesar <strong>di</strong> dunia <strong>di</strong> awal abad ke-20 ini. “Pemberontakan”<br />

bersenjata yang sempat menguras habis logistik angkatan perang<br />

Republik Indonesia ini bukanlah pemberontakan kecil, bukan pula<br />

pemberontakan yang bersifat regional, bukan ‘pemberontakan’ yang<br />

muncul karena sakit hati atau kekecewaan politik lainnya, melainkan<br />

karena sebuah ‘cita-cita’, sebuah ‘mimpi’ yang <strong>di</strong>ilhami oleh ajaranajaran<br />

agama (Islam).<br />

Darul Islam adalah perjuangan umat Islam yang bersifat nasional<br />

yang juga meletus <strong>di</strong> Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan<br />

(Palembang), Kalimantan Selatan; tidak hanya <strong>di</strong> Aceh saja. Perjuangan<br />

yang bermuara dari Jawa Barat ini telah mengubah banyak persepsi<br />

bangsa Indonesia tentang peran ideologi yang ada dalam sebuah perjuangan<br />

selama ini. Perjuangan suci9 Darul Islam <strong>di</strong> daerah-daerah <strong>di</strong>pimpin<br />

oleh tokoh-tokoh lokal yang memiliki motivasi berbeda satu<br />

dengan yang lainnya, namun berangkat dari semangat dan cita-cita<br />

yang satu: menegakkan sistem syariah dalam kehidupan kenegaraan.<br />

Pergolakan Darul Islam <strong>di</strong> berbagai tempat dalam setting politik politik<br />

yang semakin plural <strong>di</strong> Indonesia adalah juga merupakan respon atas<br />

membanjirnya ideologi-ideologi non-Islam yang terus-menerus menggempur<br />

bangsa Indonesia dari berbagai arah, dengan berbagai cara<br />

yang mungkin, dengan berbagai saluran yang ada pada waktu itu.<br />

A. Hipotesa “Meminjam Tenaga Luar”<br />

Banyak stu<strong>di</strong> yang membahas tentang resistensi politik mengalami<br />

9 Disebut dengan ‘perjuangan suci’ dalam buku ini bukanlah untuk exaggerating<br />

melainkan karena motivasi para pelakunya yang berniat suci (berdasarkan nilai-nilai agama<br />

dan perintah ulama) dalam menjalankan ‘tugas pemberontakan’ ini. Bagi para pelakunya,<br />

mereka adalah para political plotters yang memang berangkat dari sebuah keyakinan akan<br />

terciptakan sebuah sistem kekuasaan Islam. Wawancara dengan Tgk Ibrahim, Banda Aceh,<br />

28 Juni 2006.<br />

Kesimpulan<br />

365<br />

nuansa Islami yang dulu <strong>di</strong>cita-citakan banyak rakyat Aceh ketika<br />

merebut kemerdekaan dan mempertahankan Republik dan Agresi<br />

Belanda Pertama dan Aksi Polisionil Belanda Kedua. Merasa bahwa<br />

hanya SM Kartosoewirjo dengan jajaran Darul Islam dan bala tentara<br />

TII-nya yang bisa menghalau gurita komunisme dan Pancasila, maka<br />

Teungku Daud Beureu`eh serius melakukan kontak rahasia dengan<br />

Jawa Barat.<br />

Kekecewaan rakyat Aceh ini <strong>di</strong>tangkap dengan sangat cerdas oleh<br />

Imam NII, S.M. Kartosoewirjo, yang segera mengirim seorang<br />

utusan, Abdul Fatah Wirananggapati, 15 alias Mustafa, 16 untuk<br />

mendekati para pemimpin Aceh pada awal tahun 1952. Melalui<br />

Abdul Fatah Wirananggapati 17, Kartosoewirjo mengirimkan<br />

beberapa tulisan 18 dan maklumat NII tentang gerakan Darul Islam, dan<br />

mengajak para pemimpin Aceh untuk bergabung. Ajakan ini mendapat<br />

sambutan baik <strong>di</strong> Aceh. Pendekatan lebih lanjut terja<strong>di</strong> ketika Daud<br />

Beureu`eh mengirim seorang utusan, Jahja Sulaiman, seorang<br />

pemimpin Pemuda PUSA dari Meureudu, kepada SM Kartosoewirjo<br />

<strong>di</strong> Jawa Barat, bersama Abdul Fatah yang kembali ke sana. Daud<br />

Beureu`eh dan pemimpin PUSA lainnya merasa kecewa terhadap<br />

penjelasan yang tidak jelas dari SM Kartosoewirjo yang hanya berisi<br />

konsep-konsep ideologis gerakan Darul Islam tanpa memberikan<br />

informasi mengenai struktur gerakan itu. 19 Struktur adalah hal<br />

terpenting untuk memahami manajemen dan pengelolaan gerakan,<br />

apalagi untuk sebuah gerakan menentang kekuasaan sebuah negara<br />

15 Wawancara dengan Abdul Fatah Wirananggapati, Sumedang, 1 November 1991.<br />

16 Memakai nama alias atau nama tsani adalah tra<strong>di</strong>si politik dan strategi taktik yang<br />

sudah mentra<strong>di</strong>si dalam gerakan Darul Islam dan mereka memiliki alasan pembenaran<br />

yang kuat akan taktik nama alias ini, misalnya untuk keamanan dan siasat dengan pihak<br />

musuh.<br />

17 Wawancara dengan Abdul Fatah Wirananggapati, Sumedang, 9 Oktober 1987.<br />

18 Dia antara tulisan-tulisan tersebut adalah Pedoman Dharma Bhakti, jilid 1 dan 2, juga<br />

Manifesto Politik NII.<br />

19 Nazarud<strong>di</strong>n Sjamsud<strong>di</strong>n, Pemberontakan Kaum Republik…, hlm.90

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!