07.06.2013 Views

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

164<br />

Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />

<strong>di</strong>interogasi <strong>di</strong> Aceh. Di dalamnya termasuk beberapa tokoh puncak<br />

PUSA, seperti Daud Beureu`eh, Tengku Sulaiman Daud, bupati Pi<strong>di</strong>e<br />

ketika itu, dan Tengku Hasan Hanafiah, kepala Kantor Agama <strong>di</strong> Aceh<br />

Barat. Selanjutnya, <strong>di</strong>nyatakan oleh Dewan Penimbang Pi<strong>di</strong>e,<br />

anggotaanggotanya merupakan sasaran khusus razia Agustus. 91<br />

Sesungguhnya, penangkapan-penangkapan ini <strong>di</strong>tafsirkan para<br />

korbannya sebagai upaya uleebalang melakukan pembalasan.<br />

Karena masih berlaku keadaan Darurat Perang (SOB) <strong>di</strong> Sumatera<br />

Utara, penangkapan <strong>di</strong>laksanakan Komando Militer Daerah. Mereka<br />

yang <strong>di</strong>tangkap <strong>di</strong>lukiskan dalam suatu monografi Sumatera Utara92 sebagai "anasir-anasir yang mengganggu keamanan dan<br />

ketenteraman, dan anasir-anasir yang melakukan perbuatan yang<br />

bersifat a-nasional atau merugikan kekuasaan Pemerintah". Tentara <strong>di</strong><br />

Sumatera Utara <strong>di</strong> pihaknya menyangkal dengan keras bertindak atas<br />

kekuasaan sen<strong>di</strong>ri, tanpa perintah dari atau tidak sepengetahuan<br />

sebelumnya dari para atasannya.<br />

Dalam keadaan kemu<strong>di</strong>an lagi-lagi kesulitan <strong>di</strong> Aceh <strong>di</strong>pandang<br />

dari segi konflik yang telah lama berlangsung antara ulama dan uleebalang.<br />

Terdapat perbedaan antara kalangan militer dan pemerintah<br />

sipil <strong>di</strong> Keresidenan Aceh, yang mengikuti garis yang sama antara uleebalang<br />

dan ulama atau PUSA. Dalam penafsiran ini, yang menambah<br />

ketegangan pula, pemerintah sipil masih <strong>di</strong>dominasi PUSA, sedangkan<br />

Tentara kian merupakan alat uleebalang. Kekhawatiran semakin terja<strong>di</strong><br />

<strong>di</strong> Aceh, terutama sesudah Soekarno menyatakan dalam majalah Time,<br />

terbitan Amerika Serikat, bahwa “DI Kartosoewirjo sekarang tidak<br />

hanya <strong>di</strong> Jawa Barat dan Jawa Tengah sebelah Barat saja, melainkan<br />

sudah mencoba melancarkan infiltrasi ke wilayah-wilayah Jawa Timur,<br />

Sumatera Utara (mungkin maksudnya adalah Aceh), Sumatera Selatan,<br />

kalimantan dan Sulawesi. 93 Bagi Kartosoewirjo, berita ini menunjukkan<br />

91 Ibid., hlm. 138.<br />

92 Republik Indonesia: Provinsi Sumatera Utara, (Jakarta: Kementerian Penerangan,<br />

1953), hlm.448.<br />

93 Time, 5 Februari 1953.<br />

Ditabuhnya Genderang Perang Sabil dan Bijstand<br />

205<br />

Peristiwa I<strong>di</strong> dan Peureulak berimplikasi terhadap proses<br />

perebutan kekuasaan <strong>di</strong> daerah-daerah lainnya karena pihak<br />

keamanan mulai bersiaga. Hal ini terbukti saat gerombolan dari I<strong>di</strong> dan<br />

Peureulak mau merebut Langsa gerakan mereka dapat <strong>di</strong>patahkan<br />

oleh pihak keamanan. Demikian juga saat Hasan Aly berangkat dari<br />

Kutaradja menuju Sigli untuk menggembleng pemberontak <strong>di</strong> kota itu<br />

terpaksa ia harus mengalihkan niatnya dan mengalihkan kendaraannya<br />

ke kampungnya <strong>di</strong> Sanggeu karena aparat keamanan kota Sigli sudah<br />

dalam keadaan siaga.<br />

Meskipun demikian, gerakan pemberontakan juga menjalar ke<br />

seluruh wilayah Aceh. Di Aceh Utara pasukan pemberontak yang<br />

berada <strong>di</strong> bawah Husen Yusuf, H. Abu Bakar Bireun, H. Afan, Teungku<br />

Syekh A. Hamid dan H. Ibrahim hanya mampu menguasai Lhok Sukon<br />

dan ibukota-ibukota kecamatan, sedangkan kota Lhokseumawe dan<br />

Bireun tetap berada dalam kekuasaan tentara dan polisi, walaupun<br />

mereka telah berkali-kali mencoba melakukan serangan. Keadaan yang<br />

sama juga terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> daerah Pi<strong>di</strong>e, tempat Teungku Daud Beureu`eh<br />

dan Hasan Ali berada. Walaupun berkali-kali telah <strong>di</strong>coba untuk <strong>di</strong>rebut<br />

namun Kota Sigli tetap berada <strong>di</strong> bawah kekuasaan aparat keamanan,<br />

sedangkan Meureudu baru dapat <strong>di</strong>rebut setelah mendapat bantuan<br />

dari pasukan Si<strong>di</strong>kalang yang <strong>di</strong>bawa Ibrahim Saleh.<br />

Di Aceh Besar pasukan pemberontak yang berada <strong>di</strong> bawah pimpinan<br />

Ishak Amin, Abdul Gani Usman, dan Teungku H.A. Hasballah<br />

Indrapuri juga hanya berhasil merebut kota-kota kecamatan seperti<br />

Seulimeum, Indrapuri dan Lhok Nga. Demikian juga <strong>di</strong> Aceh Barat, pasukan<br />

pemberontak yang <strong>di</strong>pimpin oleh Teungku Hasan Hanafiah, T.R.<br />

Idris, dan Teungku Zakaria Yunus hanya berhasil menduduki bebe-rapa<br />

kecamatan, sedangkan kota Meulaboh berhasil <strong>di</strong>amankan pihak keamanan.<br />

5<br />

Takengon merupakan satu-satunya ibukota kabupaten yang<br />

berhasil <strong>di</strong>duduki pemberontak melalui pertempuran yang <strong>di</strong>pimpin<br />

5 M. Isa Sulaiman, Ibid., hlm. 289- 291.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!