07.06.2013 Views

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

162<br />

Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />

masuk penjara, pencuri-pencuri besar tetap dalam jabatannya", dan<br />

"Tengku Daud Beureu`eh, penghisap darah rakyat". Semua slogan ini<br />

jelas menyinggung praktek-praktek jelek yang <strong>di</strong>nyatakan <strong>di</strong>lakukan<br />

kalangan pemimpin-pemimpin Aceh, yang memanfaatkan jabatannya<br />

sen<strong>di</strong>ri untuk memperoleh kekayaan priba<strong>di</strong> dan menutupi kejahatankejahatannya.<br />

Para demonstran PUSA membawa papan bertuliskan seperti "Aceh<br />

jangan <strong>di</strong>perlakukan sebagai anak tiri", dan "Kami cinta Presiden, tetapi<br />

kami lebih mencintai agama". Ada juga slogan “Menudju negara Islam”,<br />

sebuah pernyataan sangat berani dari kalangan ulama dan pemuda<br />

PUSA. 86 Dengan slogan akhir ini, para demonstran PUSA menyatakan<br />

ketidakpercayaannya kepada Soekarno, yang mereka anggap telah<br />

mengkhianati Islam dengan mempropagandakan Pancasila,<br />

ketimbang Islam, sebagai dasar Negara Indonesia. Bagi kalangan PUSA,<br />

yang sebagian mereka sudah menerima dakwah dari DI Kartosoewirjo,<br />

me-nyebut Soekarno sebagai “Abu-Lahab Indonesia.” Bahkan, SM<br />

Kartosoewirjo sen<strong>di</strong>ri memberikan tanggapan yang sangat keras<br />

terhadap apa-apa yang <strong>di</strong>aucapkan Bung Karno dalam pidatonya <strong>di</strong><br />

Masjid Raya Kotaradja bahwa rukun Islam harus <strong>di</strong>tambah dengan 2<br />

rukun lagi, yaitu kea<strong>di</strong>lan sosial dan kemanusiaan. Upaya untuk<br />

mencocok-cocok-kan Pancasila dengan Islam ini mengundang marah<br />

banyak orang Aceh. Dan, SM Kartosoewirjo dengan sangat cekatan<br />

memanfaatkan situasi ini untuk program dakwah Darul Islam. Soekarno<br />

yang <strong>di</strong>sebut sebagai “Abu-Lahab Indonesia” ini dengan “sifat dan<br />

djiwa penipu, pengchjianat, dengan perantaraan lidahnja jang berbisa<br />

(beratjun) itu, maka ia tjoba2 menina-bobokkan kawan2 kita <strong>di</strong> Atjeh,<br />

dengan kata2 dan tjeritera, jang “memikat hati dan memberi<br />

harapan.” 87 Kedatangan Soekarno ini kemu<strong>di</strong>an harus <strong>di</strong>koreksi dengan<br />

perjalanan Hatta, de-ngan maksud yang lebih baik: “melunakkan<br />

kawan2 kita seperdjuang-an sutji <strong>di</strong> Atjeh”. 88 Sebutan “kawan2 kita<br />

86 Tentang hal ini, lihat juga “Statement Pemerintah NII”, 3 September 1953, hlm. 7.<br />

87 Ibid.<br />

88 Loc.cit.<br />

Ditabuhnya Genderang Perang Sabil dan Bijstand<br />

207<br />

tentara desersi dan persenjataan yang lengkap hanya terdapat <strong>di</strong><br />

lingkungan Resimen I Gajah Putih, <strong>di</strong> bawah pimpinan A.R. Hasyim, dan<br />

kemu<strong>di</strong>an <strong>di</strong>ganti oleh Ibrahim Saleh. Adapun markas resimen itu<br />

berada <strong>di</strong> Pintu I sebuah lokasi strategis yang <strong>di</strong>apit oleh pegunungan<br />

<strong>di</strong> pedalaman Tiro. Resimen II Syiah Kuala atau Batee Kureng <strong>di</strong> Aceh<br />

Utara <strong>di</strong> bawah komandan Teungku Syekh A. Hamid dan Yusuf Hasjmy.<br />

Resimen III <strong>di</strong> Aceh Timur <strong>di</strong> bawah komandan A.R. Hanafi, —yang<br />

mangkat tahun1955— dan <strong>di</strong>ganti oleh Ghazali Idris. Resimen IV<br />

Teungku Chik Batee Tunggai <strong>di</strong> Aceh Barat-Selatan <strong>di</strong> bawah<br />

komandan Tg. Hasan Hanafiah, yang setelah <strong>di</strong>tangkap tahun 1954<br />

<strong>di</strong>ganti oleh T.R. Idris. Resimen V Laut Tawar <strong>di</strong> pedalaman Aceh<br />

Tengah dan Aceh Utara <strong>di</strong> bawah komandan Ilyas Leubee. Resimenresimen<br />

itu tunduk <strong>di</strong> bawah Divisi TII V Teungku Chik Ditiro <strong>di</strong> bawah<br />

panglima Teungku M. Daud Beureu`eh yang sekaligus Gubernur Sipil<br />

Militer NII. Dia <strong>di</strong>bantu oleh Kastaf Umum Hasan Aly dan 2 orang<br />

Dewan Militer, yaitu Teungku Amir Husin Al Mujahid dan Husin Yusuf.<br />

Untuk menunjang operasi perjuangan, <strong>di</strong> samping peng-organisasian<br />

militer kaum pemberontak juga membangun birokrasi sipil.<br />

Gubernur Militer Teungku Daud Beureu`eh, yang merupakan pimpinan<br />

tertinggi <strong>di</strong>bantu oleh Majelis Syura yang ter<strong>di</strong>ri antara lain Teungku<br />

H.A. Hasballah Indrapuri, Teungku Syekh A. Hamid dan Teungku H.<br />

Abdullah Ujong Rimba. Tiap hirarki pemerintahan yang ada <strong>di</strong> bawah<br />

pemerintahan pemberontak <strong>di</strong>angkat pejabat sipil yang ter<strong>di</strong>ri dari<br />

bupati, wedana, camat dan imeum mukim. Namum demikian, dalam<br />

mobilisasi perjuangan birokrasi sipil dan militer <strong>di</strong>payungi dalam<br />

komandemen-komandemen. 7<br />

Setelah berakhirnya Kongres Batee Kureng akhir September 1955<br />

status daerah dan susunan pemerintahan terja<strong>di</strong> perubahan besar.<br />

Daerah Aceh yang ta<strong>di</strong>nya merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia<br />

menja<strong>di</strong> Negara Bagian Aceh, Negara Islam Indonesia; Sistem<br />

Pemerintahan Komandemen yang dualistis berubah menja<strong>di</strong> sistem<br />

7 Ibid. hlm. -305- 305.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!