darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
158<br />
Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />
nya <strong>di</strong> Sumatera Timur guna memperoleh persetujuan akhir. Dengan<br />
<strong>di</strong>temani A.R. Hanafi, pegawai Kantor Agama Aceh Timur menghimpun<br />
rekan-rekannya <strong>di</strong> rumah A. R. Hajad, Bupati Langkat yang berasal dari<br />
Blang Keujeuren, <strong>di</strong> Binjai. Tidak kurang dari 20 orang pemuka Aceh<br />
baik sipil maupun militer yang ha<strong>di</strong>r dalam pertemuan tersebut, seperti<br />
Syekh Marhaban, Letnan Usman Nyak Gade, Mayor Hasballah Haji, dan<br />
Kapten Hasan Saleh. Pertemuan tersebut bertujuan mendapakan ketegasan<br />
dari yang ha<strong>di</strong>r karena hari H pemberontakan yang <strong>di</strong>rencanakan<br />
tanggal 1 Muharam atau 8 September sudah cukup dekat. Dalam<br />
kesempatan itu pula Hasan Aly mengajak dua perwira senior Mayor<br />
Hasballah Haji dan Kapten Hasan Saleh berbicara secara rahasia <strong>di</strong><br />
kamar tidur A. R. Hajad. Persoalan yang <strong>di</strong>bicarakan adalah tata cara<br />
melakukan desersi dan sekaligus menetapkan hari <strong>di</strong>mulainya<br />
pemberontakan. Agar desersi mereka berjalan mulus, mereka sepakat<br />
pem-berontakan <strong>di</strong>mulai tanggal 21 September 1953 bertepatan<br />
dengan pembukaan PON III <strong>di</strong> kota Medan. 78<br />
Dalam usaha mendapatkan dukungan dari rakyat luas dan memompa<br />
semangat pengikut para pemimpin pendukung otonomi melakukan<br />
kritikan-kritikan kepada Pemerintah melalui pidato-pidato<br />
dalam rapat-rapat umum yang sengaja <strong>di</strong>adakan. Menurut A. H.<br />
Geulanggang 79 pidato-pidato tersebut berisikan agitasi terhadap<br />
dekadensi moral yang <strong>di</strong>biarkan oleh Pemerintah Pancasila yang<br />
mengakibatkan agama Islam terabaikan. Akibatnya tiap selesai mengikuti<br />
rapat umum tersebut terbayang dalam pikiran ha<strong>di</strong>rin bahwa<br />
Negara Islam yang <strong>di</strong>cita-citakan telah ber<strong>di</strong>ri. Selanjutnya mereka melakukan<br />
bai’at (sumpah) terhadap ha<strong>di</strong>rin agar seiya-sekata dalam mewujudkan<br />
Negara Islam. 80<br />
Di tengah propaganda-propaganda kepada rakyat untuk<br />
78 M. Isa Sulaiman, op. cit. hlm. 177-178.<br />
79 A.H. Geulanggang adalah nama samaran T.A. Hasan, mantan Bupati Pi<strong>di</strong>e yang pada<br />
tahun 1956 <strong>di</strong>angkat menja<strong>di</strong> Menteri Keuangan dan Kesehatan NII, Negara Bahagian Aceh.<br />
80 A.H. Geulanggang, Rahasia Pemberontakan <strong>di</strong> Atjeh dan Kegagalan Politik Mr. S.M.<br />
Amin, (Tanpa tempat penerbit: Pustaka Murnihati, 1956), hlm. 9.<br />
Ditabuhnya Genderang Perang Sabil dan Bijstand<br />
211<br />
Seruan perang telah berkumandang, panggilan jihad telah memanggil<br />
para pemuda dan orang-tua untuk berangkat ke front, menjalankan<br />
wajib suci menegakkan li Ila’i Kalimatillah. Maka, sebuah pos<br />
kecil miliki Mobrig (Polisi) <strong>di</strong> Peureulak, yang anggotanya kira-kira<br />
sepuluh petugas, termasuk yang pertama <strong>di</strong>serang. Baik pos polisi<br />
maupun Kota Peureulak <strong>di</strong>duduki pasukan pemberontak yang<br />
<strong>di</strong>pimpin Ghazali Idris tanpa suatu perlawanan pun dalam waktu dua<br />
jam. Pada tempat-tempat yang strategis <strong>di</strong>adakan penjagaan dan bendera<br />
Darul Islam pun <strong>di</strong>kibarkan dari gedung-gedung penting <strong>di</strong> kota<br />
itu. 19 Sesudah itu dan beberapa hari berikutnya kota-kota yang<br />
berdekalan, I<strong>di</strong> dan Bayeuen, ptn <strong>di</strong>rebut lagi-lagi tanpa perlawanan<br />
se<strong>di</strong>kit pun. Pendudukan semua kota ini banyak <strong>di</strong>permudah<br />
dukungan yang <strong>di</strong>perolehnya para pejuang DI dari sejumlah pegawai<br />
negeri setempat. Di Peureulak asisten wedana A.R. Hasan, dan <strong>di</strong> I<strong>di</strong><br />
inspektur polisi Aminud<strong>di</strong>n Ali yang membantu barisan perjuangan<br />
DI. 20 Para pejabat lokal, sipil dan militer ini, kemu<strong>di</strong>an oleh Pemerintah<br />
Pusat <strong>di</strong>cabut jabatannya dan <strong>di</strong>beri sanksi yang berat. Tapi, apa pun<br />
risikonya, bagi orang-orang Aceh tidak menja<strong>di</strong> masalah. Yang penting<br />
adalah berjuang. Komunalitas dalam pemberontakan adalah tra<strong>di</strong>si<br />
politik Aceh yang tak pernah hilang.<br />
Sesudah merebut I<strong>di</strong>, Bayeuen, dan Peureulak dan menghentikan<br />
semua lalu lintas kereta api, pasukan pemberontak bergabung menuju<br />
Langsa, ibukota Aceh Timur. Untuk tujuan ini semua bus dan mobil<br />
priba<strong>di</strong> <strong>di</strong>sita untuk mengangkut pasukan. Sampai pada saat itu kaum<br />
pemberontak hanya se<strong>di</strong>kit mendapat perlawanan, dan Polisi mereka<br />
lucuti tanpa mengalami kesulitan sama sekali. Sejenak tampaknya<br />
19 Gerakan Darul Islam Aceh mempunyai empat bendera: sebuah bendera merah<br />
dengan bintang dan bulan sabit putih, sebuah bendera hijau dengan bintang dan bulan<br />
sabit putih, sebuah bendera merah dengan bulan sabit putih dan empat bintang, dan<br />
sebuah bendera putih dan merah dengan bulan sabit pada jalur merah dan bintang <strong>di</strong> jalur<br />
putih. Pikiran Rakyat, tanggal 4-11-1953.<br />
20 Laporan SM Amin, Sekitar Peristiwa Berdarah <strong>di</strong> Atjeh, (Jakarta: Soeroengan, 1956),<br />
hlm. 60-61, mengukuhkan, Asisten Wedana Peureulak, A.R. Hasan memihak pemberontak.<br />
Yang belakangan ini mengetahui sebuah rapat pada 21 dan 22 September. Di sini nasib<br />
pemberontakan ini <strong>di</strong>bicarakan dan <strong>di</strong><strong>di</strong>rikan cabang Tentara Islam Indonesia.