07.06.2013 Views

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

darul-islam-di-aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

212<br />

Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />

seolah-olah mungkin pula Langsa mereka rebut tanpa melepaskan<br />

sekali tembakan pun. Karena penduduk kota ini, dengan tidak adanya<br />

bupati Aceh Timur (yang bagaimana pun memihak kaum<br />

pemberontak) dan kepala Polisi, yang kedua-duanya masih berada <strong>di</strong><br />

Medan, sangat ingin menyerah. Karena itu <strong>di</strong>kirimkanlah utusan ke<br />

Peureulak dan Bayeuen untuk menyampaikan kepada kaum<br />

pemberontak maksud keinginan mereka dan membicarakan syaratsyarat<br />

penyerahan dengan mereka. Mereka ini kembali dengan pesan,<br />

pasukan Darul Islam bagaimana pun akan menuju Langsa untuk<br />

mengumpulkan senjata Tentara dan Polisi yang <strong>di</strong>tempatkan <strong>di</strong> sana.<br />

Rencana menyerah ini <strong>di</strong>halangi kepala Polisi ketika kembali dari<br />

Medan yang sebaliknya menyodorkan ultimatum kepada kaum<br />

pemberontak untuk menyerahkan senjata mereka. Pasukan Darul Islam<br />

mendekati Langsa dari barat dan utara serta melancarkan serangan<br />

bersama terhadap asrama Polisi Militer dan Mobile Brigade21 pada 21<br />

September. Tentara Republik yang telah mendapat bala bantuan baru<br />

dari Medan dapat memukul serangan ini. Kekalahan kaum<br />

pemberontak <strong>di</strong> Langsa merupakan titik balik dalam pertempuran <strong>di</strong><br />

Aceh Timur. Pada 23 September 1953 pasukan Republik merebut<br />

kembali Bayeuen, dan dalam dua hari berikutnya I<strong>di</strong> dan Peureulak.<br />

Di Aceh Utara ibukota daerah Lhokseumawe sering <strong>di</strong>serang<br />

dengan hebat, tetapi selalu gagal, pertama kali pada pagi hari 21<br />

September 1953, ketika para pejuang Darul Islam mengundurkan <strong>di</strong>ri<br />

sesudah bertempur kira-kira empat jam. Serangan Tentara Islam<br />

Indonesia <strong>di</strong> Aceh ini penuh dengan improvisasi, penuh dengan trial<br />

and error; kaum TII memperbaharui taktik dan strategi beberapa kali<br />

seminggu. Dalam hari-hari berikutnya tetapi lagi-lagi tanpa hasil,<br />

21 Mobile Brigade, adalah unit pasukan pengamanan khusus kepolisian, <strong>di</strong>singkat<br />

Mobrig. Mobrig ini adalah pasukan yang sangat menyeramkan dalam ingatan historis<br />

orang-orang Aceh. Mobrig memiliki pos-pos penjagaan <strong>di</strong> sepanjang jalan <strong>di</strong> seluruh Aceh<br />

yang <strong>di</strong>sebut BOP (Brigade Operation Post). BOP inilah menja<strong>di</strong> semacam “pangkalan<br />

kematian” dalam persepsi orang-orang kampung <strong>di</strong>karenakan operasi mereka yang<br />

melampaui batas. Wawancara dengan Saudah Hasan, Geudong, 15 Juni 2006.<br />

Penghapusan Provinsi Aceh: Kegagalan Politik Soekarno dan Keberhasilan … 157<br />

Keberangkatan Ilyas Leube dengan Mustafa tidak berhasil karena<br />

setibanya <strong>di</strong> Jakarta tanggal 7 Mei 1953 Mustafa <strong>di</strong>tangkap aparat<br />

keamanan sedangkan Ilyas Leube berhasil meloloskan <strong>di</strong>ri.<br />

Penangkapan Mustafa tersebut menurut M. Nur El. Ibrahimy<br />

mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap meletusnya<br />

Peristiwa DI/TII Aceh. Tertangkapnya Mustafa menyebabkan<br />

kegelisahan yang sangat besar pemimpin dan rakyat Aceh karena <strong>di</strong>a<br />

telah membuka perhubungan Tgk. Daud Beureu`eh dengan<br />

Kartosoewirjo dan telah menyerahkan kepada Kejaksaan <strong>di</strong> Jakarta<br />

“surat pengangkatan” Tgk. M. Daud Beureu`eh oleh Kartosoewirjo<br />

sebagai Gubernur Militer Darul Islam <strong>di</strong> Aceh. 76 Meskipun demikian,<br />

setelah kegagalan itu kontak <strong>di</strong>lanjutkan oleh M. Yahya Sulaiman dan<br />

Tgk. Sulaiman Mahmud, dan juga dengan memakai jasa perantau Aceh<br />

sebagai kurir seperti Amin Basyah Kembang Tanjong dan Ismail. Amin<br />

Basyah Kembang Tanjong menurut Hasan Aly malah berhasil<br />

melakukan kontak dengan Kahar Muzakkar <strong>di</strong> Sulawesi Selatan. 77<br />

Untuk mematangkan persiapan pemberontakan, Tgk. M. Daud<br />

Beureu`eh, Hasan Aly, Zaini Bakri, Sulaiman Daud dan Tgk. Abdul<br />

Wahab Seulimum sejak Maret 1953 berkali-kali melakukan pertemuan<br />

<strong>di</strong> Kutaraja, Lameulo, dan Langsa. Dalam kaitannya dengan itu, Zainal<br />

Abi<strong>di</strong>n Tiro dan Tgk. Sulaiman Mahmud pada pertengahan 1953 telah<br />

melakukan <strong>di</strong>alog serius dengan tiga perwira Aceh terkemuka, yaitu:<br />

(1) Mayor Hasballah Haji, Komandan Komando Militer Kota Besar<br />

(KMKB) Medan, (2) Kapten Hasan Saleh dan, (3) Komisaris Polisi M. Insya<br />

<strong>di</strong> rumah Mayor Hasballah Haji tentang rencana gerakan mereka.<br />

Rumah Syekh Marhaban juga <strong>di</strong>datangi oleh pemimpin PUSA untuk<br />

mengajak bergabung. Tgk. Amir Husin Al Mudjahid berkunjung ke<br />

Medan guna mengadakan kontak dengan pemuda Aceh <strong>di</strong> sana.<br />

Kontak-kontak tersebut membuahkan hasil, Hasan Aly misalnya<br />

malah telah bertindak lebih jauh untuk mengumpulkan rekan-rekan-<br />

76 M. Nur El Ibrahimy, op. cit. hlm. 22.<br />

77 Ibid.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!