darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
156<br />
Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />
sebuah Konferensi <strong>di</strong> gedung SMI Sigli tanggal 2 April 1952, yang <strong>di</strong>ha<strong>di</strong>ri<br />
juga oleh Tgk. M. Daud Beureu`eh, T.A. Hasan, dan A. Gani<br />
Usman. Selanjutnya, para pemimpin Pusa memutuskan akan perlunya<br />
kepanduan dengan nama Pandu Islam yang berfungsi sebagai sayap<br />
perjuangan bersenjata tanggal 2 Maret 1952. Oleh karena Kepanduan<br />
ini mendapat sambutan antusias dari masyarakat, maka <strong>di</strong>buka<br />
cabang-cabangnya <strong>di</strong> kabupaten-kabupaten. Menjelang<br />
pemberontakan <strong>di</strong>perkirakan Pandu Islam telah memiliki sekitar 4.000<br />
anggota. Mereka menurut T. A. Hasan mendapat latihan tentara<br />
mengenai cara menyerbu dan cara bertahan siang dan malam, oleh<br />
mantan tentara. Komi-sariat keresidenan berada <strong>di</strong> bawah M. Ali<br />
Piyeung (mantan Letnan CPM), A. Gani Mutiara (mantan Kapten TRI),<br />
dan A. Gani Usman (Kepala SMI). 74<br />
Sambil menempa Pandu Islam para pemimpin PUSA mencurahkan<br />
perhatian mereka kepada Pemberontakan DI/TII Kartosoewirjo yang<br />
meletus <strong>di</strong> Jawa Barat 7 Agustus 1947. Kontak dengan Kartosoewirjo<br />
terbukti dengan kedatangan seorang kurir Darul Islam Mustafa alias A.<br />
Fatah ke Aceh bertepatan saat Konferensi PUSA dan Pemuda PUSA <strong>di</strong><br />
Langsa tanggal 25-29 April 1953. Konferensi yang <strong>di</strong>ha<strong>di</strong>ri tokoh-tokoh<br />
PUSA yang sangat berpengaruh, antara lain oleh Tgk. M. Daud<br />
Beureu`eh, Tgk. Amir Hoesin Al-Mudjahid, T.M. Amin, dan A. Gani<br />
Usman, juga <strong>di</strong>ha<strong>di</strong>ri oleh 300 utusan dan sekitar 3.000 ha<strong>di</strong>rin. Di<br />
samping kritikan, agitasi dan provokasi terhadap Pemerintah,<br />
konferensi tersebut juga membicarakan pembentukan Biro Perjuangan<br />
Aceh (BPA) dan korespondensi dengan Imam Kartosoewirjo. BPA yang<br />
<strong>di</strong>pimpin oleh Husin Yusuf dan <strong>di</strong>bantu oleh Tgk. M. Daud Beureu`eh,<br />
Tgk. Amir Hoesin Al-Mudjahid, dan Ali Hasjmy, merupakan organisasi<br />
yang memayungi rekan seperjuangan mereka yang telah berjuang<br />
pada masa Revolusi Kemerdekaan. Berkenaan korespondensi dengan<br />
Imam Kartosoewirjo mereka menunjuk Ilyas Leube mendampingi<br />
Mustafa membawa surat Tgk. M. Daud Beureu`eh. 75<br />
74 M. Isa Sulaiman, op. cit. hlm. 271.<br />
75 Ibid. hlm. 273.<br />
Ditabuhnya Genderang Perang Sabil dan Bijstand<br />
213<br />
walaupun pada satu saat keadaan menja<strong>di</strong> begitu gawat hingga<br />
<strong>di</strong>pertimbangkan untuk mengungsikan penduduk. Sebuah kota lain <strong>di</strong><br />
Aceh Utara, Bireuen, mereka duduki sebentar. Demikian pula<br />
Seulimeum <strong>di</strong> Aceh Besar, yang <strong>di</strong>rebut pada 21 September. Ketika<br />
tentara DI menyerangnya, garnisun Polisi Republik tidak memberikan<br />
perlawanan. Dalam pantauan SM Kartosoewirjo, “beberapa markas<br />
polisi RIK dan markas TRIK <strong>di</strong>serang, <strong>di</strong>sapu bersih dan <strong>di</strong>rampas<br />
sendjatanja, sepandjang pantai Timur hingga bagian Barat dan Utara.<br />
Beratus2 putjuk sendjata musuh djatuh <strong>di</strong>tangan A.P.N.I.I. Alhamdu<br />
lillah! Muddah2an selandjutnja”, demikian harapannya. 22<br />
Di Pi<strong>di</strong>e, tentara Darul Islam gagal merebut Sigli. Mereka lebih<br />
berhasil <strong>di</strong> Tangse, Geumpang, dan Meureudu, tetapi kota yang<br />
terakhir ini sempat banyak menyulitkan mereka. Di samping itu, baru<br />
<strong>di</strong>rebut sesudah serangan <strong>di</strong>lakukan oleh "pasukan kawakan Darul<br />
Islam Aceh" dan sesudah pembela-pembelanya kehabisan peluru.<br />
Pasukan yang menduduki Meureudu ter<strong>di</strong>ri dari satuan prajurit<br />
Angkatan Darat yang berasal dari Aceh, <strong>di</strong>pimpin Hasan Saleh, yang<br />
ketika pemberontakan meletus melakukan desersi dan bergerak dari<br />
Si<strong>di</strong>kalang <strong>di</strong> Tapanuli, tempat mereka bertugas kembali ke Aceh Utara.<br />
Hasan Saleh sen<strong>di</strong>ri sudah <strong>di</strong>beri cuti panjang sebelum meletus<br />
pemberontakan.<br />
Di Aceh Tengah pasukan Darul Islam menduduki Takengon.<br />
Seperti juga <strong>di</strong> Meureudu, mereka baru dapat memasuki kota sesudah<br />
pasukan Republik kehabisan amunisi. Kota lain yang jatuh adalah<br />
Tapak Tuan <strong>di</strong> Aceh Selatan. 23 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara <strong>di</strong><br />
Medan berkabung dengan berpindahnya sebagain besar kota-kota<br />
penting Keresidenan Aceh “ke tangan para pemberontak”.<br />
Tidak banyak yang <strong>di</strong>capai pasukan DI dengan menduduki kotakota<br />
ini. Mungkin pemimpin-pemimpin mereka mengharapkan,<br />
22 S.M. Kartosoewirjo, “Statement Pemerintah NII Tanggal 5 Oktober 1953”, dalam Al<br />
Chaidar, op.cit.<br />
23 SM. Amin, op.cit., hlm. 48-61.