darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
132<br />
Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />
ada satu brigade yang tunduk <strong>di</strong> bawah Devisi Bukit Barisan <strong>di</strong> Medan.<br />
Timbul keresahan <strong>di</strong>kalangan pemerintah dan rakyat Aceh, terutama<br />
<strong>di</strong>kalangan perwira dan prajurit serta kaum pejuang lainnya. Semua<br />
unsur pemerintahan Aceh memohon dengan segala kerendahan hati<br />
pemerintah pusat, dalam hal ini Markas Besar Angkatan Darat (MBAD)<br />
yang <strong>di</strong>pimpin Kolonel A.H. Nasution, membatalkan keputusan<br />
tersebut. Silih berganti utusan <strong>di</strong>kirim kepada Nasution agar pa dapat<br />
bertindak lebih bijaksana. Panglima Devisi sen<strong>di</strong>ri, Kol. Husin Yusuf,<br />
kemu<strong>di</strong>an menghadap KSAD <strong>di</strong> Jakarta. Di sana ia mendapatkan<br />
jawaban bahwa, “kalian orang militer yang wajib mematuhi segala<br />
titah dan menaati segala perintah; patuhilah perintah ini tanpa embelembel!”<br />
Maka Devisi X tetap harus <strong>di</strong>bubarkan. 27<br />
Ketika delegasi lain masih berada <strong>di</strong> Jakarta untuk<br />
memperjuangkan pembatalan pembubaran Devisi Aceh, Panglima<br />
Devisi Bukit Barisan Kolonel Kawilarang datang ke Aceh dengan pesan<br />
agar Panglima Devisi X yang kini menja<strong>di</strong> Komanda Brigade, Husin<br />
Yusuf, yang pangkatnya telah <strong>di</strong>turunkan pula menja<strong>di</strong> Letnan Kolonel,<br />
datang menemuinya. Husin Yusuf, yang meresa <strong>di</strong>rinya masih tetap<br />
Panglima Devisi, karena hal pembubaran Devisi Aceh itu masih belum<br />
tuntas, tidak mau menghadap Kawilarang. Ia malah pulang ke<br />
kampungnya <strong>di</strong> Bireun, menenangkan gejolak hatinya. Tindakan Husin<br />
Yusuf ini <strong>di</strong>-anggap in<strong>di</strong>sipliner, sehingga <strong>di</strong> Lapangan Udara Blang<br />
Bintang, Kawilarang langsung memecat Husin Yusuf. Ketetapan<br />
pemecatan ini <strong>di</strong>tulisnya pada secarik kertas kecil. Akhirnya datang<br />
Kolonel Abimanyu ke Aceh sebagai utusan dari MBAD, yang<br />
menuntaskan masalah pembubaran Devisi Aceh, menarik Kolonel<br />
Husin Yusuf ke Jakarta, dan mengangkat Mayor Hasballah Haji sebagai<br />
Komandan Brigade. Maka semua persenjataan, yang <strong>di</strong>anggap<br />
berlebihan untuk suatu brigade <strong>di</strong>tarik ke Medan, termasuk kesatuan<br />
arteleri dan meriam <strong>di</strong> Lhok Nga. 28<br />
27 Hasan Saleh, op. cit. hlm. 125.<br />
28 Ibid. hlm. 126.<br />
Operasi Militer: Pembantaian Rakyat Aceh <strong>di</strong> Cot Jeumpa, Pulot, Gunung Kulu, dan … 235<br />
Beureu`eh sen<strong>di</strong>ri, dan Abdullah Arief untuk menemui Tgk. M. Daud<br />
Beureu`eh dan pimpinan pemberontak lainnya. Berdasarkan laporan<br />
yang <strong>di</strong>terima olah Hatta tanggal 14 Agustus 1955, pertemuan tersebut<br />
tidak menghasilkan sesuatu yang konkrit. Namun demikian, pihak<br />
pemberontak mengatakan bahwa maksud untuk mengembalikan<br />
keamanan <strong>di</strong> Aceh sangat mereka hargai. 5<br />
Negosiasi yang mandek masa PM Ali <strong>di</strong>hidupkan kembali oleh<br />
Perdana Menteri yang baru Burhanud<strong>di</strong>n Harahap. Setelah mendapat<br />
mandat dari Pemerinah Pusat, S. M. Amin meneruskan<br />
korespondensinya dengan pimpinan pemberontak. Namun demikian,<br />
sampai jabatannya sebagai Gubernur Sumatera Utara <strong>di</strong>gantikan oleh<br />
Komala Pontas pada 28 Februari 1956 pemulihan keamanan <strong>di</strong> Aceh<br />
belum terpecahkan. Pada pertengahan September 1956<br />
<strong>di</strong>langsungkan Mu-syawarah Mahasiswa/Pemuda/Pelajar/Masyarakat<br />
Aceh se-Indonesia <strong>di</strong> Medan untuk membahas masalah pemulihan<br />
keamanan <strong>di</strong> Aceh. Sebulan kemu<strong>di</strong>an, tepatnya pertengahan Oktober<br />
1956 <strong>di</strong>adakan pula Reuni Mantan Perwira Devisi Gajah I <strong>di</strong> Yogyakarta<br />
dalam upaya meme-cahkan persoalan keamanan <strong>di</strong> Aceh. Namun<br />
demikian, semua usaha tersebut belum memberikan hasil yang<br />
memuaskan. 6<br />
Ha<strong>di</strong>rnya sebuah perlawanan atau pemberontakan, akan selalu <strong>di</strong>respon<br />
dengan operasi militer. Gubernur Sumatera Utara meminta<br />
bantuan militer kepada Pemerintah Pusat untuk segera memberangus<br />
“gerombolan” Teungku Daud Beureu`eh. Permintaan ini dengan cepat<br />
<strong>di</strong>kabulkan, dan pasukan dari Sumatera Tengah (Padang) dan daerah<br />
lain Sumatera pun <strong>di</strong>gerakkan untuk bertindak. Kemu<strong>di</strong>an satuansatuan<br />
militer TRI Jawa Tengah, Divisi Diponegoro, juga <strong>di</strong>perintahkan<br />
ke Aceh. Pemerintah bertekad akan menghadapi situasi dengan<br />
keteguhan hati dan menyapu pemberontakan dengan cepat. Di dalam<br />
tabel <strong>di</strong> bawah ini terdapat nama-nama Batalyon TRI (dan kemu<strong>di</strong>an<br />
5 M. Nur El Ibrahimy, op. cit., hlm. 197.<br />
6 Ibid.