darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
darul-islam-di-aceh
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
xiv<br />
Darul Islam <strong>di</strong> Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional <strong>di</strong> Indonesia<br />
9 April 1957 Komandan KDM Aceh mengeluarkan<br />
perintah penghentian pertempuran<br />
dengan DI <strong>di</strong> Aceh.<br />
19 Oktober 1957 PM merangkap Menteri Pertahanan, Ir. H.<br />
Juanda, dan beberapa menteri lainnya<br />
berkunjung ke Aceh.<br />
15 Maret 1959 Hasan Saleh selaku Kepala Staf Angkatan<br />
Darat DI/TII <strong>di</strong> Aceh mengambil alih<br />
pimpinan DI/TII Aceh, kemu<strong>di</strong>an<br />
membubarkan Kabinet Hasan Ali dan<br />
membentuk Dewan Revolusi yang <strong>di</strong><br />
ketuai oleh A. Gani Usman.<br />
15 Agustus 1959 Presiden RI mengeluarkan surat<br />
keputusan No. 180 yang isinya<br />
memberikan amnesti dan abolisi kepada<br />
anggota DI/ TII <strong>di</strong> Aceh yang kembali<br />
dengan sadar.<br />
23 November 1959 KASAD Letnan Jenderal A.H. Nasution<br />
melantik WAMIL yang berasal dari DI/TII<br />
Aceh <strong>di</strong> Leupung.<br />
24 November 1959 Pelantikan WAMIL <strong>di</strong> Metareuem.<br />
29 September 1961 Resolusi pimpinan DPR-GR Aceh<br />
mendukung sepenuhnya kebijaksanaan<br />
penyelesaian keamanan yang <strong>di</strong> jalankan<br />
oleh Panglima.<br />
4 Oktober 1961 Tokoh masyarakat Aceh menemui<br />
Teungku Muhammad Daud Beureu`eh.<br />
9 Oktober 1961 Hasan Ali sebagai Perdana Menteri<br />
Republik Islam Aceh kembali ke pangkuan<br />
Ibu Pertiwi.<br />
2 November 1961 Panglima KODAM I/ISKANDAR MUDA<br />
Kolonel M. Jasin melakukan pertemuan<br />
langsung dengan Teungku Muhammad<br />
Daud Beureu`eh <strong>di</strong> Langkahan, Aceh<br />
Timur.<br />
21 November 1961 Panglima KODAM I/ISKANDAR MUDA mengutus<br />
KAS Nyak Adam Kamil membawa<br />
surat <strong>di</strong> bawah Teungku Muhammad<br />
Kesimpulan<br />
371<br />
yang memiliki motivasi yang berbeda satu dengan yang lainnya,<br />
namun berangkat dari semangat dan cita-cita yang satu: menegakkan<br />
sistem syariah dalam kehidupan kenegaraan.<br />
Banyak stu<strong>di</strong> yang membahas tentang resistensi politik mengalami<br />
stagnasi dalam melihat persoalan. Stagnasi itu umumnya hanya<br />
melihat persoalan resistensi politik dari sudut pandang "struktur<br />
agraria" atau patron-client atau "restrukturisasi lembaga negara" atau<br />
"kekecewaan orang-orang bawah". Padahal, jauh <strong>di</strong> dalamnya, sebuah<br />
perjuangan suci sebenamya juga merupakan suatu ekspresi nilai-nilai,<br />
suatu pengungkapan idealisme, pemikiran dan keinginan mengadakan<br />
perubahan berdasarkan orientasi nilai tersebut yang <strong>di</strong>anggap<br />
berlawanan secara norma umum dari sudut pandang native’s viewpoint<br />
<strong>di</strong> Aceh, <strong>di</strong> Priangan, <strong>di</strong> Jawa, <strong>di</strong> Makasar, <strong>di</strong> Kalimantan atau <strong>di</strong><br />
Palembang, sehingga ia <strong>di</strong>sebut pemberontakan. Di dalam buku ini,<br />
akan <strong>di</strong>coba terapkan hipotesa “meminjam kekuatan luar” yang pernah<br />
<strong>di</strong>lontarkan oleh Fachry Ali29 menja<strong>di</strong> hipotesis dasar bagi buku ini<br />
bahwa Darul Islam dari SM Kartosoewirjo adalah “kekuatan luar” yang<br />
<strong>di</strong>pinjam oleh Daud Beureu`eh untuk mengusir ideologi Pancasila <strong>di</strong><br />
Aceh, bukan mengusir (bangsa) Indonesia dan tidak bersifat separatis.<br />
Pemberontakan —kalaulah istilah ini layak <strong>di</strong>gunakan— DI/TII<br />
Negara Bagian Aceh (NBA-NII) yang <strong>di</strong>pimpin oleh seorang ulama<br />
kharismatik Teungku Muhammad Daud Beureu’eh adalah bukti nyata<br />
pertama tentang keinginan melepaskan <strong>di</strong>ri rakyat Aceh dari pengaruh<br />
komunisme dan Pancasila. Komunisme dan Pancasila adalah paham<br />
yang dalam persepsi rakyat Aceh bersifat non-Islami, inilah yang<br />
<strong>di</strong>lawan oleh Darul Islam <strong>di</strong> Aceh. Ja<strong>di</strong>, peemberontakan ini sen<strong>di</strong>ri<br />
bukanlah pemberontakan melawan negara an sich, melainkan hanya<br />
dan perintah ulama) dalam menjalankan ‘tugas pemberontakan’ ini. Bagi para pelakunya,<br />
mereka adalah para political plotters yang memang berangkat dari sebuah keyakinan akan<br />
terciptakan sebuah sistem kekuasaan Islam. Wawancara dengan Tgk Ibrahim, Banda Aceh,<br />
28 Juni 2006.<br />
29 Fachry Ali, “Daud Beureu`eh dan Hipotesa Meminjam Tenaga Luar”, Panjimas, 1<br />
April 1986.