07.06.2013 Views

hamka-dibawah-lindungan-kabah

hamka-dibawah-lindungan-kabah

hamka-dibawah-lindungan-kabah

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

adikmu."<br />

" Oh itu namanya perintah, saya kabulkan permintaan mak."<br />

Mukanya kelihatan gembira, meskipun dia tak sempat memperhatikan bagaimana perubahan<br />

muka saya yang telah muram. Kemudian keluarlah Zainab membawa dua cawan kopi dan<br />

beberapa piring kuih. Ibunya melihat kepadanya dengan kasih dan mesra, kerana pada diri<br />

anaknya itulah tergantung pengharapannya dan penghabisan.<br />

" Duduk, Nab, abangmu Hamid hendak berkata-kata sepatah dua kata dengan engkau."<br />

Saya masih agak bingung dan Zainab telah duduk dekat ibunya dengan wajah kemalu-maluan.<br />

Beberapa minit lamanya tenang saja dalam ruangan itu tak seorang jua pun di antara kami yang<br />

berkata; ibunya seakan-akan menunggu supaya perkataan itu lekas dimulai, Zainab kelihatan<br />

malu tak mahu melihat muka saya, sedang saya masih termenung memikirkan dari manakah<br />

percakapan itu akan saya mulai.<br />

" Bicaralah, Hamid, amat banyak masa terbuang," kata ibu dengan tiba-tiba. Sulit sekali untuk<br />

memulai pembicaraan itu, sulit menyuruh seorang mengerjakan suatu pekerjaan yang berat<br />

hatinya melakukan, pekerjaan yang berlawanan dengan kehendak hatinya sendiri. Tetapi di balik<br />

itu, sebagai seorang anak muda yang telah dicurahi orang kepercayaan dengan sepenuhnya, yang<br />

sudi mengorbankan jiwa untuk menyimpan rahsia. Akhirnya hati saya dapat saya bulatkan dan<br />

mulai berkata:<br />

" Begini Zainab…. Sudah lama ayah meninggal, semenjak itu lenganglah rumah ini, tiada<br />

seorang pembela pun yang akan dapat menjaganya. Selain dari itu, menurut aturan hidup di<br />

dunia, seorang gadis perlulah mengikut perintah orangtuanya, terutama kita orang Timur ini. Buat<br />

menunjukkan setia hormatnya kepada orangtuanya, ia perlu menekan perasaan hati sendiri. Dia<br />

mesti ingat sebuah saja, iaitu mempergunakan dirinya, baik murah atau mahal, untuk berkhidmat<br />

kepada orangtuanya."<br />

" Sekarang, kerana memikirkan kemuslihatan rumahtangga dan memikirkan hati ibumu, pada hal<br />

hanya sendiri lagi yang dapat engkau khidmati, ia berkehendak supaya engkau mahu<br />

dipersuamikan…. dipersuamikan dengan…kemanakan ayahmu."<br />

Seakan-akan terlepas dari suatu beban yang maha hebat saya rasanya, setelah selesai perkataan<br />

yang sulit itu. Selama saya berbicara Zainab masih tetap menekur ke meja, tanganya<br />

mempermain-mainkan sebuah pontong macis, diramas-ramasnya dan dipatah-patahnya, belum<br />

sebuah juga perkataan keluar dari mulutnya. Setelah kira-kira lima minit lamanya, barulah<br />

mukanya diangkat, airmatanya kelihatan mengalir, mengalir setitik dua titik ke pipinya yang<br />

halus dan indah itu.<br />

" Bagaimana, Zainab, jawablah perkataanku!"<br />

" Belum abang, saya belum hendak kahwin.<br />

" Atas nama ibu, atas nama almarhum ayahmu."<br />

" Belum abang!"

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!