ACEH_03291

ACEH_03291 ACEH_03291

02.06.2013 Views

Bismar Siregar, S.H. Profil Umat dan Bangsa Rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala Saat bertemu antar sesama, kenal atau belum hati selalu berperan. Berbagai alasanmemungkinkan: [1] akrab (simpati); [2] hambar—mungkin; [3] antipati. Menyinggung sosok tubuh dan jiwa seorang tua, kini tepat tanggal 28 Maret 1994 memperoleh kurnia rahmat Khalik Maha Bijaksana, berusia delapan puluh tahun A. Hasjmy sungguh merupakan kebahagiaan. Langka, sungguh langka manusia-manusia demikian. Dapat dihitung dengan jari. Tak pelak ada pesan Rasulullah, bila seorang mencapai usia tujuh puluh tahun, alam bertasbih kepada Allah SWT, serta tahmid. Alam ikut bertasyakur, tentu bila si hamba tersebut tergolong yang beriman. Bila sudah delapan puluh tahun, Allah SWT seakan berkata, benar Rasul-mu berpesan, dalam usia demikian, kembali seperti anak-anak. Diulangi, sebagai anak-anak. Saat mendengar pesan demikian di pengajian serta merta berdoa, Ilahi, bila boleh saya berpinta tentang usia, janganlah panjang-panjangkan usiaku sedemikian rupa, kembali kekanak-kanakan. Ngeri, ya Tuhan! Bagaimana tidak berpikir demikian. Teringat anat saat dibesarkan. Tak tahu, seringkali mengabaikan orang lain. Yang ia pentingkan dirinya sendiri. Anak yang selalu menggantungkan * BISMAR SIREGAR, S.H., lahir di Baringin (Sipirok), 15 November 1930, memperoleh gelar Sarjana Hukum (1956) dari Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Pernah juga mengikuti pendidikandi Amerika Serikat: University of Nevada (1973), University of Alabama (1973), University of Texas (1979), dan di Ryks Universiteit, Leiden, Negeri Belanda (1990). Jabatanjabatan yang pernah dipercayakan kepada beliau, antara lain: Jaksa Kejaksaan Negeri di Palembang (1957-1959), di Makasar (1959-1960), dan Ambon (1960-1961); Hakim Pengadilan Negeri di Pangkal Pinang (1961-1962), Pontianak (1962-1968), dan Jakarta Utara/Timur (1971-1980); Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia (1969-1971); Hakim Tinggi di Bandung (1981-1982) dan Medan (1982-1984); dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia (1984-sekarang). Di samping menjalankan tugas-tugas negara tersebut di atas, beliau juga menyediakan waktunya sebagai tenaga dosen pada Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah, Jakarta (sejak 1976); Fakultas Syariat, IAIN Syarif Hidayatullah (sejak 1985); dan Fakultas Hukum, Universitas Pancasila, Jakarta (sejak 1988). 72

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 73 nasib kepada orang tua. Alangkah sengsaranya nasib dan kedudukan si anak demikian konon bila usia tua. Namun, ajaran agama tidak boleh hanya dibaca secara akaliyah. Iman harus menyertai dirinya. Saat itu pula, terkenang pesan Rasulullah, bahwa setiap anak dilahirkan dalam fitrah, kedua orang tuanya yang membuat ia kelak jadi apa —Yahudi, Nasrani, atau Majusi? Juga Muslim. Tentang sosok diri si anak, delapan puluh tahun yang lalu, menguak menangis dari rahim ibunda, serta merta orang tua memilih nama Ali Hasjmy. Pemberian nama dalam iman Islam mengandung makna yang dalam. Pertama, saat dipanggil nama itu teringat ia kepada si pemberi nama —orang tua. Tergetar hatinya untuk selalu berbuat baik dan kebajikan terhadap orang yang tidak pernah mengeluh, tidak pernah berputus asa, mendidik si anak menjadi anak yang beriman dan bertakwa. Teringat si anak meningkatkan amal bakti. Karena ia dibesarkan dalam iman Islam, takut ia kepada pesan Rasulullah, bahwa "Murka Allah sangat bergantung kepada murka orang tua, dan bahwa ridha Allah sangat bergantung kepada ridha orang tua". Juga, teringat si anak, bila dipanggil sesama, alasan ayah bunda memilih nama, sebutan Ali Hasjmy? Tiada keraguan agar selalu terngiang di telinga, nama Ali menantu Rasulullah, Khalifah ar-Rasyidin keempat, dihormati dan dicintai oleh umat, namun ia menghadapi kematian sebagai seorang syahid oleh sesama yang telah dirasuki hawa nafsu dunia. Patut dibaca oleh umat, menghadapi hidup, tidak ada yang ditakutkan, baik tentang kemiskinan, penghinaan, semua diterima sebagai kejadian yang tidak akan terjadi kecuali dengan izin-Nya, ikhlas menerima sebagai ayat kauniah bagi umat kemudian. Orang berilmu tidak berdoa umur panjang dalam bilangan, tetapi panjang dalam ingatan. Tetapi, bila kenangan karena kebaikan disertai bilangan, Alhamdulillah, Allahu Akbar! Maha Bijaksana Ia di atas segala kebijakan. Konon pula sehat wal afiat, lahir dan batin, seperti ikhwan rahimahullah A. Hasjmy. Usia delapan puluh tahun, kembali seperti anak-anak! Demikian Ilahi berpesan. Jangan diterima secara harfiah. Baca dan baca, apa hakekat dan maknanya. Apa itu? Seorang anak sampai dewasa (mukallaf) ia suci, tidak dibebani dosa! Artinya, ia berbuat salah, larangan belum ada tuntutan pertanggungjawaban, baik bagi diri juga orang tua. Sekiranya ia beramal baik, sebutlah shalat dan

Bismar Siregar, S.H.<br />

Profil Umat dan Bangsa<br />

Rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala<br />

Saat bertemu antar sesama, kenal atau belum hati selalu berperan.<br />

Berbagai alasanmemungkinkan: [1] akrab (simpati); [2] hambar—mungkin;<br />

[3] antipati.<br />

Menyinggung sosok tubuh dan jiwa seorang tua, kini tepat tanggal 28<br />

Maret 1994 memperoleh kurnia rahmat Khalik Maha Bijaksana, berusia<br />

delapan puluh tahun A. Hasjmy sungguh merupakan kebahagiaan. Langka,<br />

sungguh langka manusia-manusia demikian. Dapat dihitung dengan jari. Tak<br />

pelak ada pesan Rasulullah, bila seorang mencapai usia tujuh puluh tahun,<br />

alam bertasbih kepada Allah SWT, serta tahmid. Alam ikut bertasyakur, tentu<br />

bila si hamba tersebut tergolong yang beriman. Bila sudah delapan puluh<br />

tahun, Allah SWT seakan berkata, benar Rasul-mu berpesan, dalam usia<br />

demikian, kembali seperti anak-anak. Diulangi, sebagai anak-anak.<br />

Saat mendengar pesan demikian di pengajian serta merta berdoa, Ilahi,<br />

bila boleh saya berpinta tentang usia, janganlah panjang-panjangkan usiaku<br />

sedemikian rupa, kembali kekanak-kanakan. Ngeri, ya Tuhan!<br />

Bagaimana tidak berpikir demikian.<br />

Teringat anat saat dibesarkan. Tak tahu, seringkali mengabaikan orang<br />

lain. Yang ia pentingkan dirinya sendiri. Anak yang selalu menggantungkan<br />

* BISMAR SIREGAR, S.H., lahir di Baringin (Sipirok), 15 November 1930, memperoleh gelar<br />

Sarjana Hukum (1956) dari Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Pernah juga mengikuti<br />

pendidikandi Amerika Serikat: University of Nevada (1973), University of Alabama (1973),<br />

University of Texas (1979), dan di Ryks Universiteit, Leiden, Negeri Belanda (1990). Jabatanjabatan<br />

yang pernah dipercayakan kepada beliau, antara lain: Jaksa Kejaksaan Negeri di<br />

Palembang (1957-1959), di Makasar (1959-1960), dan Ambon (1960-1961); Hakim<br />

Pengadilan Negeri di Pangkal Pinang (1961-1962), Pontianak (1962-1968), dan Jakarta<br />

Utara/Timur (1971-1980); Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia (1969-1971);<br />

Hakim Tinggi di Bandung (1981-1982) dan Medan (1982-1984); dan Hakim Agung pada<br />

Mahkamah Agung Republik Indonesia (1984-sekarang). Di samping menjalankan tugas-tugas<br />

negara tersebut di atas, beliau juga menyediakan waktunya sebagai tenaga dosen pada Fakultas<br />

Hukum, Universitas Muhammadiyah, Jakarta (sejak 1976); Fakultas Syariat, IAIN Syarif<br />

Hidayatullah (sejak 1985); dan Fakultas Hukum, Universitas Pancasila, Jakarta (sejak 1988).<br />

72

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!