02.06.2013 Views

ACEH_03291

ACEH_03291

ACEH_03291

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

58 Hardi, S.H.<br />

Adapun dialog antara kedua tokoh itu adalah seperti dikutip di bawah.<br />

Dalam suatu pertemuan, PM Djuanda memberitahukan kepada Gubernur<br />

Hasjmy, bahwa Kabinet Karya akan mengirim Misi Pemerintah ke Aceh<br />

di bawah pimpinan Wakil Perdana Menteri II Idham Chalid.<br />

Sebenarnya pendapat PM Djuanda itu wajar. Sebab, Idham Chalid<br />

sebagai tokoh ulama dan pimpinan partai Nahdlatul Ulama diperkirakan<br />

lebih kompeten untuk melakukan pendekatan antara Pemerintah Pusat dengan<br />

para pemimpin gerakan Darul Islam Aceh.<br />

Anehnya, Gubernur Hasjmy memberanikan diri mengoreksi pendapat<br />

Perdana Menteri Djuanda dan mengusulkan agar yang memimpin Misi<br />

Pemerintah itu adalah Mr. Hardi.<br />

Padahal Wakil Perdana Menteri I itu adalah seorang anggota DPP-PNI<br />

(Partai Nasional Indonesia), bahkan pernah difitnah dan dihebohkan oleh<br />

lawan-lawan politiknya, seolah-olah melecehkan agama Islam.<br />

Ceriteranya adalah sebagai berikut:<br />

Dalam pidato kampanye pemilihan umum (pemilu) tahun 1955 di salah<br />

satu tempat di Sumatra Barat, penulis sebagai pimpinan PNI yang didirikan<br />

oleh Bung Karno dan kawan-kawan (1927) mengutip pendapat Bung Karno<br />

yang dituangkan dalam karangan beliau di Harian Panji Islam (1940) yang<br />

berjudul "Memudakan Pengertian Islam" dan karangan lainnya yang berjudul<br />

"Islam Sontoloyo". Singkatnya, penulis sebagai murid pendiri PNI<br />

(1927) hanya mengajak peserta rapat umum termaksud, agar merenungkan<br />

pemikiran salah seorang Proklamator dan Presiden RI Pertama yang berbunyi<br />

sebagai berikut:<br />

"Pokok tidak berubah; agama tidak berubah; Islam sejati tidak berubah;<br />

firman Allah dan Sunnah Nabi tidak berubah. Tapi pengertian manusia<br />

tentang hal-hal inilah yang berubah."<br />

"Janganlah kita berkepala batu. Marilah kita mau dan ridha kepada<br />

penelaahan kembali itu. Hasilnya, ... itu bagaimana nanti. Tapi, keridhaan<br />

kepada penelaahan kembali dan berorientasi itulah syarat tiap-tiap<br />

kemajuan."<br />

Demikian itulah intisari pidato penulis dalam kampanye pemilu dengan<br />

tujuan: menjelaskan kepada para peserta rapat umum mengenai makna<br />

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah satu dasar dari Negara<br />

Republik Indonesia yang kita proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.<br />

* A.Hasjmy, ibid.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!