02.06.2013 Views

ACEH_03291

ACEH_03291

ACEH_03291

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 413<br />

IPI kemudian berubah menjadi BPI (Barisan Pemuda Indonesia), berubah lagi<br />

menjadi PRI (Pemuda Republik Indonesia) dan akhirnya menjadi Pesindo (Pemuda Sosialis<br />

Indonesia).<br />

Pesindo Aceh memisahkan diri dari DPP Pesindo setelah Pusat dipengaruhi PKI dan<br />

berdiri sendiri dengan mengambil Islam menjadi asasnya. Pesindo Aceh yang telah mengambil<br />

Islam menjadi dasarnya, mendirikan sebuah divisi lasykar yang bernama Divisi<br />

Rencong. Sejak dari IPI sampai kepada Divisi Rencong, terus berada di bawah pimpinan<br />

Ali Hasjmy.Divisi Rencong, bersama-sama dengan Divisi Gajah (kemudian menjadi Divisi<br />

X), Divisi Teungku Chik Payabakong dan Divisi Teungku Chik Di Tiro berjuang dengan<br />

heroik mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.<br />

Partai politik yang pernah dimasukinya yaitu Permi (Persatuan Muslim Indonesia)<br />

dan PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia). Waktu di Aceh menjadi Ketua Dewan Pimpinan<br />

Wilayah. Setelah pindah ke Jakarta, terpilih menjadi Ketua Departemen Sosial Lajnah<br />

Tanfiziyah DPP PSII.<br />

Demikianlah secara kontinu dan terus menerus aktif dalam setiap kegiatan baik<br />

sebelum kemerdekaan maupun sesudahnya. Pada awal September 1945 dengan menghadapi<br />

ancaman Jepang yang masih berkuasa di Aceh, dalam suatu upacara yang penuh khidmat<br />

dinaikkanlah Sang Saka Merah Putih di depan Kantor IPI (bekas Kantor Aceh Sinbun) yang<br />

disaksikan oleh ribuan pemuda dan masyarakat umum. Inilah bendera Merah Putih yang<br />

pertama dikibarkan di angkasa Banda Aceh yang kemudiannya baru disusul oleh tempattempat<br />

lain.<br />

Pengalaman Kepegawaian<br />

Setelah Indonesia merdeka, aktif sebagai pegawai negeri, dan menduduki berbagai jabatan,<br />

di antaranya; menjadi Kepala Jawatan Sosial Daerah Aceh, Kutaraja (1946-1947); menjadi<br />

Kepala Jawatan Sosial Keresidenan Aceh dengan pangkat Bupati (1949); Wakil Kepala<br />

Jawatan Sosial Sumatra Utara (1949); menjadi Inspektur Kepala Jawatan Sosial Sumatra<br />

Utara (1949); menjadi Inspektur Kepala Jawatan Sosial Propinsi Aceh (1950); Kepala<br />

Bagian Umum pada Jawatan Bimbingan dan Perbaikan Sosial Kementerian Sosial di Jakarta<br />

(1957); diangkat menjadi Gubernur Propinsi Aceh (1957); dipilih dan diangkat menjadi<br />

Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh (1960-1964); menjadi anggota "kabinet" Menteri<br />

Dalam Negeri (1964-1966) di Jakarta, dan dipensiunkan sebagai pegawai negeri sebelum<br />

masanya (dalam usia 52 tahun) atas permintaan sendiri (1966); diangkat kembali sebagai<br />

tenaga sukarela menjadi Dekan Fakultas Dakwah/Publisistik IAIN Ar-Raniry Banda Aceh<br />

(1968); diangkat dan dikukuhkan sebagai Guru Besar (Profesor) dalam Ilmu Dakwah (1976)<br />

dan kemudiannya diangkat sebagai pegawai bulanan organik menjadi Rektor IAIN Ar-<br />

Raniry, Darussalam, Banda Aceh (1977 sampai November 1982)<br />

Selain aktif sebagai pegawai negeri, juga bergerak dalam berbagai bidang kegiatan<br />

kemasyarakatan, di antaranya menjadi Anggota Badan Pekerja Dewan Perwakilan Rakyat<br />

Aceh (1946-1947); Anggota Staf Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo (1947);<br />

Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (1949); Pimpinan Kursus Karang Mengarang di<br />

Kutaraja dan menjadi staf pengajar (1947-1948 dan 1950-1951); menjadi Ketua II Panitia<br />

Persiapan Universitas Sumatra Utara (USU), Medan (1957); Wakil Ketua Umum Panitia<br />

Persiapan Fakultas Ekonomi Negeri Kutaraja (1958); Ketua Umum Panitia Persiapan

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!