02.06.2013 Views

ACEH_03291

ACEH_03291

ACEH_03291

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Kapankah Kalanya, O Maha Kuasa ...?<br />

Widjaja, 17 Agustus 1948<br />

"Akh, sudah pukul 10, belum juga datang lagi," mengeluh Tjintawati, sambil me­<br />

iepaskan pandangannya ke angkasa luas, melihat kalau-kalau pesawat udara yang dihasrati-<br />

nya itu telah mulai menguak awan yang tebal, menyujud ke bumi.<br />

Hasrat hendak melihat wajah Presiden yang dicintainya, itulah sebabnya Tjintawati<br />

bersama puluhan ribu manusia yang lain, dari tadi pagi dengan harap-harap cemas menanti-<br />

nanti terdengarnya derum mesin pesawat yang ditumpangi Presiden. Bagi Tjintawati, bahwa<br />

yang mendorong dia bagai tak sabar menanti, bukan saja karena hasratnya yang meng-<br />

gunung hendak memandang wajah Bung Karno; tetapi juga lantaran satu lagu asmara yang<br />

sedang bersinandung dalam jiwanya.<br />

Tjintawati putri dari keluarga orang perjuangan di daerah AcehBesar, yang sejak<br />

zaman penjajahan Belanda diia telah mengambil bahagian dalam perjuangan kemerdekaan.<br />

Dengan persetujuan kedua belah pihak, pada penghujung zaman penjajahan Belanda Tjinta­<br />

wati bertunangan dengan Bakti, seorang pemuda perjuangan, yang hanya kenal berbakti<br />

kepada tanah air.<br />

Tiap-tiap ada usaha dari orang tua kedua belah pihak hendak menikahkan mereka,<br />

Bakti selalu menjawab: "Belum masanya ...!"<br />

Dalam zaman penindasan Jepang, Tjintawati dan Bakti turut memimpin satu gerakan<br />

bawah tanah untuk menumbangkan kekuasaan militerisme Jepang, sehingga hasil dari<br />

gerakan itu pernah terjadi beberapa kali pemberontakan. Gerakan bawah tanah ini, setelah<br />

Jepang menyerah menjelma menjadi pelopor kemerdekaan dari angkatan muda; sedang<br />

Tjintawati dan Bakti tetap menjadi bintang-bintangnya yang bercahaya.<br />

Tjintawati dan Bakti gambaran dari jiwa dan semangat pemuda pemudi, lukisan<br />

perjuangan putra-putri Indonesia yang sedang menukilkan sejarah kebesaran tanah airnya<br />

di atas lembaran riwayat dunia.<br />

"Kata orang, Bakti, bahwa cita-cita kita telah sampai," demikian ujar Tjintawati<br />

kepada Bakti pada suatu petang, "Apa belumkah waktunya kita mendirikan rumah tangga?"<br />

"Apa, cita-cita kita telah sampai?" menyahut Bakti bagai terkejut, "Belum, belum,<br />

Wati! Kemerdekaan bagi kita kaum pencinta kemanusiaan, hanya jembatan ke arah cita-cita<br />

yang sebenarnya. Bukankah kita berhasrat, supaya seluruh bangsa kita menjadi manusia<br />

yang berbahagia?"<br />

"Dan apa salahnya, di samping usaha bersama, kita mendirikan rumah tangga<br />

sendiri?" Tjintawati menyela.<br />

402

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!