02.06.2013 Views

ACEH_03291

ACEH_03291

ACEH_03291

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 399<br />

Sesudah hati saya remuk redam karena tertusuk dengan kejadian di atas pergilah saya<br />

ke salah satu kota besar untuk merintang-rintang kalbu yang termanggu. Nasib saya baik,<br />

dengan sebentar saja dapat kerja pada sebuah firma dengan gaji yang menyenangkan.<br />

Dalam pergaulan kota yang beranekaragam ronanya, lupalah saya akan hal yang lalu.<br />

Kepercayaan saya kepada kaum perempuan yang hampir-hampir timbul, tenggelam kem­<br />

bali, hatta berkenalanlah saya dengan seorang gadis. Di celah-celah perkenalan kami<br />

terseliplah panah asmara yang membawa kami bertunangan serta berjanji setia sama setia.<br />

Tetapi ... sepuluh hari sebelum perkawinan kami berlangsung, sepucuk surat saya<br />

terima dari dia, di mana dinyatakan pertunangan kami baik dihabiskan saja ... Sehari<br />

kemudian sepucuk surat lagi saya terima dari seorang teman sekerja yang lebih besar gajinya<br />

dari saya, yang mana teman itu mengharap saya hadir dalam peralatan kawinnya dengan ...<br />

bekas tunangan saja.<br />

Luka hati saya kali ini lebih parah dari yang pertama. Maka minta berhentilah saya<br />

dengan hormat dari kerja dan pulang ke dusun kembali, ke kampung asli.<br />

Daun hati saya sudah gugur ... kepercayaan saya kepada kaum perempuan hilang<br />

lenyap, mereka saya pandang sebagai racun ... Setahun dua tahun saya tinggal di kampung<br />

meminum udara dusun yang bersih jernih, maka pada tahun yang ketiga ayah dan bunda<br />

memastikan saya kawin dengan seorang gadis yang sudah dipilihnya. Meskipun bagaimana<br />

juga saya menolak, namun tidak mungkin, hatta saya mengalah, karena memelihara hati<br />

keduanya jangan terganggu, biarpun untuk itu saya musti berkorban ...<br />

Dengan ringkas, perkawinan kami dilangsungkan dengan amat sederhana. Kendati-<br />

pun jiwa saya tiada merasa sedikitpun bahagia dalam perkawinan itu, tetapi seorang<br />

manusiapun tiada mengetahuinya, rumah tangga kami hening damai, di luar atau di dalam,<br />

laksana pelayaran kapal di musim teduh.<br />

Satu dua sampai enam bulan perjalanan kami melalui gurun perkawinan dalam baik.<br />

Walakin ... dengan sekonyong-konyong ibu saya meninggal ... ayah saya jatuh miskin ...<br />

bintang kami turun ... Semenjak itu ombak rumah tangga kami bergelora sehari demi sehari<br />

bertambah tinggilah ombaknya melambung, sehingga leburlah pantai pergaulan kami,<br />

dengan kata yang lain kami bercerai ... Beberapa bulan kemudian rumah yang saya<br />

tinggalkan itu dikemudikan oleh anak seorang hartawan, kabarnyaperjanjian rahasia sudah<br />

lama terjadi.<br />

Dengan ini sudah tiga kali sukmaku merana, kalbuku rusak binasa dan jantungku<br />

hancur lebur, karena fi'ilnya kaum perempuan ...<br />

Mulai waktu itulah saya menyisihkan diri dari pergaulan orang banyak dan dalam<br />

lembaran hati saya tertulis: Engkaulah, hai perempuan perusak dunia dan pengganggu<br />

kehidupan laki-laki.<br />

Biarlah aku menjauhkan orang banyak, menyisihkan diri ke lereng-lereng bukit, di<br />

tempat nan hening senyap, supaya tidak terlihat rupamu, tidak terdengar lagi suaramu ...<br />

"Adakah lagi yang akan tuan ceritakan?" tanya gadis itu.<br />

"Sehingga itulah," jawab Rusli.<br />

"Nah, benar tuan belum kenal lagi perempuan. Tuan khilaf, yang tuan namakan<br />

perempuan itu, sebenarnya bukan. Mereka tiada menyimpan sifat-sifat keperempuanan

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!