02.06.2013 Views

ACEH_03291

ACEH_03291

ACEH_03291

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 379<br />

orang yang seusia dengannya, mantan Gubernur Aceh, pujangga ternama,<br />

pengarang buku Yahudi Bangsa Terkutuk dan Suara Azan dan Lonceng<br />

Gereja itu, di saat-saat usia senjanya tetap aktif dalam berkreasi dan berbuat.<br />

Ia hampir tidak pernah absen pada acara-acara yang memerlukan kehadirannya.<br />

Seabrek jabatan masih disandangnya. Ketua Umum Majelis Ulama<br />

Indonesia Daerah Istimewa Aceh, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia<br />

Daerah Istimewa Aceh, Anggota Dewan Penasehat Orwil ICMI Aceh,<br />

Anggota Dewan Pertimbangan ICMI Pusat, Rektor Universitas Muhammdiyah<br />

Aceh, dan lain sebagainya yang tidak habis disebutkan satu persatu.<br />

Di usia yang delapan puluh tahun, sebentar terdengar ia berada di<br />

Malaysia, sebentar di Jakarta, Spanyol, Belanda, Jepang, Korea, Turki,<br />

Mesir, Uni Sovyet, dan di saat yang lain pula ia terdengar sudah berada di<br />

pedalaman Aceh Selatan. Ini semua berkat keprimaan dirinya yang menurut<br />

beliau tidak memelihara "harimau" dalam dadanya.<br />

Ali Hasjmy juga puya rasa humoris yang tinggi. Di dalam melakukan<br />

terobosan-terobosan tertentu ia punya kiat dan diplomasi tersendiri. Tentang<br />

ini punya cerita khusus. Kisahnya begini:<br />

Pada saat A. Hasjmy menjabat Gubernur Aceh, ia di kenal sebagai<br />

orang yang sangat dekat dengan Bung Karno, begitu dekatnya sehingga<br />

kapan saja perlu, ia dapat segera menghadap. Keakraban ini antara lain juga<br />

berkat hubungan baiknya dengan salah seorang Ajudan Presiden Soekarno.<br />

A. Hasjmy berprinsip bahwa ajudan adalah sosok yang perlu diperhatikan,<br />

karena ia punya peranan menentukan dalam membina hubungan dengan<br />

orang-orang penting.<br />

Suatu ketika Gubernur A. Hasjmy datang menghadap Bung Karno di<br />

Istana Negara. Di ruang tunggu, ia bercengkrama dengan Sang Ajudan yang<br />

sangat selektif menentukan orang-orang yang boleh menghadap. Sembari<br />

membaca bahan-bahan bacaan di atas meja, Ia menunggu tibanya waktu yang<br />

ditentukan. Tiba-tiba Sang Ajudan yang sejak tadi memperhatikan jemari<br />

tangan A. Hasjmy, bergumam: "Wah, menarik sekali cincin Bapak! Matanya<br />

batu, apa namanya?"<br />

Gubernur Aceh itu tersipu sejenak. Sambil tersenyum mengangguk, ia<br />

pandangi sebentuk cincin yang menghiasi jari manisnya di jemarinya. Cincin<br />

bermata hitam pekat berbelah dua oleh garis putih, namanya "Suleiman<br />

Daud" (nama dua nabi), sebenarnya tidak ada apa-apanya. batu permata<br />

biasa, hanya saja namanya itu yang cukup menarik perhatian.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!