02.06.2013 Views

ACEH_03291

ACEH_03291

ACEH_03291

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

376 Dari Anak, Menantu, dan Kemenakan<br />

keluarga ulama. Perbedaan itu membuat pikiran saya semakin bercabang;<br />

apakah terus maju atau ... mundur? Karena terus terang, saya tidak mau<br />

menjadi orang asing di tengah keluarga suami saya.<br />

Memang, dr. Mulya —calon suami saya— sebelumnya tidak pernah<br />

menceritakan kalau orangtuanya adalah A. Hasjmy. Sejak saya mengenalnya<br />

pada sebuah acara Perlombaan Busana Melayu di Gedung Medan Fair, tahun<br />

1984, ia jarang membicarakan masalah keluarganya secara mendalam. Dan,<br />

saat itu hendak dilamar itulah saya mengetahui siapa dia yang sebenarnya.<br />

Tapi, setelah saya menikah dengan dr. Mulya A. Hasjmy pada 2<br />

September 1984 lalu, apa yang saya bayangkan sebelumnya terhadap sosok<br />

Bapak A. Hasjmy ternyata berbalik seratus delapan puluh derajat. Beliau<br />

amat menghargai saya, dan ia sama sekali tidak seperti yang saya perkirakan<br />

sebelumnya. Dulu, saya mengira Bapak A. Hasjmy hanya menaruh perhatian<br />

pada masalah akhirat semata, tetapi kenyataannya tidak demikian. Beliau<br />

juga amat mengutamakan kedua-duanya, dunia dan akhirat.<br />

Bapak A. Hasjmy yang namanya saya kenal sejak duduk di bangku<br />

sekolah dasar sebagai sastrawan Angkatan Pujangga Baru, bagi saya, tidak<br />

hanya sekedar Bapak (Mertua), tetapi jauh dari itu. Ia juga sebagai orang tua<br />

yang sangat enak diajak berdiskusi. Saya sering bertukar pikiran dengannya,<br />

terutama menyangkut masalah keluarga dan agama.<br />

Bapak A. Hasjmy juga sangat mengerti dan memahami perasaan saya.<br />

Pernah suatu ketiak, saat saya mendampinginya dalam suatu jamuan makan<br />

malam dengan sejumlah sastrawan Malaysia di Kuala Lumpur, Malaysia,<br />

tahun 1992 lalu. Waktu itu, oleh pembawa acara saya diminta untuk bersamasama<br />

membawakan tarian "Serampang Dua Belas" di hadapan tamu-tamu<br />

tersebut. Saya pun menjadi risih sendiri. Soalnya, di samping saya ada Bapak<br />

A. Hasjmy, dan saya merasa tidak enak kalau beliau kurang berkenan atas<br />

permintaan itu. Tapi yang terjadi kemudian sungguh berbalik. Bapak A.<br />

Hasjmy-lah yang mendorong saya untuk tampil membawa tarian itu, dan<br />

akhirnya saya pun tampil dengan leluasa.<br />

Nah, dari sini saya menilai bahwa Bapak A. Hasjmy bukan saja seorang<br />

ulama, tetapi beliau juga seorang seniman yang tetap eksis pada dunianya.<br />

Di kali yang lain, ketika saya menjuarai lomba busana nasional se-Aceh,<br />

tahun 1992 lalu, Bapak A. Hasjmy-lah yang pertama kali mengirimkan<br />

ucapan selamat kepada saya lewat surat kawat. Saya terharu sekali. Dan, ini<br />

sungguh berkesan di hati saya.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!