ACEH_03291

ACEH_03291 ACEH_03291

02.06.2013 Views

374 Dari Anak, Menantu, dan Kemenakan di Merauke, Irian Jaya, tahun 1975, dan Bapak ketika itu baru saja pulang dari kunjungan ke Digul melihat daerah buangan kaum nasionalis itu. Beliau mengharapkan Luthfi, cucunya itu, kalau besar akan menjadi seorang orator juga, seperti Mochtar Luthfi dan Bung Karno. Anak kedua, beliau namakan Hariri Abdul Qahar. Al-Hariri adalah nama samaran Bapak ketika masih menjadi penulis muda. Anak ketiga, beliau beri nama Kandil Jelita. Kandil berarti pelita dengan sembilan sumbu. Bapak selalu berpakaian rapi dan necis. Beliau berpegang teguh pada sebuah filsafat Hadih Maja Aceh, yang berbunyi: Geutakoot keuangkatan, geumalee keupakaian —Bangsa ditakuti karena angkatan perangnya, manusia dihormati karena pakaiannya rapi. Waktu upacara Hari Ibu di Banda Aceh, 22 Agustus 1993, oleh ibu-ibu Panitia Hari Ibu, Bapak dipilih, di antara sekitar lima ratus undangan yang hadir, sebagai "Pria yang berbusana paling baik". Di antara kami anak-anak tidak ada yang mewarisi bakat Bapak, baik sebagai pengarang maupun sebagai ulama. Bakatnya sebagai penulis malah menurun di antara kemenakannya. Saya sendiri mengikuti kuliah pada Jurusan B ahasa Inggris di IKIP B anda Aceh, namun karena saya tidak berniat menjadi guru dan bakat bahasa pun kurang besar, makakonsentrasi saya pada pelajaran juga lemah. Setelah hampir dua tahun, kuliah saya tinggalkan karena saya mulai membentuk rumah tangga. Bapak: "Berprasangka Baik" Kepada Orang Lain oleh: Ir. Ikramullah^ Menjadi anak mantu dari Bapak Prof. Ali Hasjmy merupakan suatu rahmat yg patut disyukuri, karena dalam status demikian kami dapat lebih banyak kesempatan dan waktu untuk dekat dengan beliau. Dekat berarti punya peluang lebih baik untuk menyerap pengetahuan, lebih banyak hal yang dapat didiskusikan, lebih banyak persoalan yang dapat disampaikan dan lebih banyak tingkah laku beliau sehari-hari yang dapat kami amati dan amalkan. Salah satu ungkapan beliau di dalam menghadapi kehidupan ini bahwa "kita tidak mungkin senang terus, tetapi juga tidak mau susah terus". Kesenangan, kecewa, gembira, dan rasa sedih akan datang silihberganti, kita 5. Ir. IKRAMTJLLAH, menantu, menikah dengan Dahlia A. Hasjmy.

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 375 terima ini sebagai kenyataan yang akan memperindah kehidupan kita. Ibarat kita hanya makan gula saja, meskipun manis tentu kurang enak rasanya; hanya minum kopi saja rasanya pahit, tentu kurang enak rasanya; begitu pula minum susu saja, tentu akan mual. Tetapi, kalau gula, kopi, dan susu dicampur dan diseduh menjadi satu akan menjadi minuman yang lezat sekali. Beliau selalu mengajarkan anak-anak untuk selalu menanamkan dalam dirinya agar "berprasangka baik" kepada orang lain, yang dicontohkan sebagai berikut: "Kalau kita melihat seseorang yang ada luka di kakinya janganlah lihat lukanya saja, tentu orang tersebut seolah-olah luka seluruh tubuhnya. Tapi, perhatikan juga anggota tubuhnya yang lain, misalnya hidungnya yang mancung, rambutnya yang ikal, dan seterusnya. Temyata, luka di kakinya sangat kecil dibandingkan dengan anggota tubuh lainnya yang baik-baik." Semoga seluruh amalan yang telah beliau perbuat dan lakukan dapatlah kiranya menjadi pedoman yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak. Ayahanda, selamat ulang tahun yang ke-80, dan senantiasa dapat seterusnya membimbing kami dalam menempuh titian perjalanan hidup. Amin. Prof. A. Hasjmy di Mata Menantunya oleh: Ita Nurlina Sepuluh tahun yang lalu, tepatnya tahun 1984, ketika saya hendak dilamar oleh calon suami saya, dr. Mulya, saya menjadi gemetar dan risih sendiri. Tak hanya itu, dan malah saya ragu-ragu untuk menerimanya. Soalnya, saat itu baru saya tahu bahwa calon suami saya itu adalah putra Prof. A. Hasjmy —Ketua Majelis Ulama Indonesia Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Keraguan saya itu memang cukup beralasan. Masalahnya, saya adalah penyanyi dan penari di kota Medan, sedang calon suami saya berasal dari 6. ITA NURLINA, menantu, menikah dengan dr. Mulya Hasjmy. Dokter Mulya A. Hasjmy lahir pada tanggal 23 Maret 1951, menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara, Medan.

374 Dari Anak, Menantu, dan Kemenakan<br />

di Merauke, Irian Jaya, tahun 1975, dan Bapak ketika itu baru saja pulang<br />

dari kunjungan ke Digul melihat daerah buangan kaum nasionalis itu. Beliau<br />

mengharapkan Luthfi, cucunya itu, kalau besar akan menjadi seorang orator<br />

juga, seperti Mochtar Luthfi dan Bung Karno.<br />

Anak kedua, beliau namakan Hariri Abdul Qahar. Al-Hariri adalah<br />

nama samaran Bapak ketika masih menjadi penulis muda. Anak ketiga,<br />

beliau beri nama Kandil Jelita. Kandil berarti pelita dengan sembilan sumbu.<br />

Bapak selalu berpakaian rapi dan necis. Beliau berpegang teguh pada<br />

sebuah filsafat Hadih Maja Aceh, yang berbunyi: Geutakoot keuangkatan,<br />

geumalee keupakaian —Bangsa ditakuti karena angkatan perangnya,<br />

manusia dihormati karena pakaiannya rapi. Waktu upacara Hari Ibu di Banda<br />

Aceh, 22 Agustus 1993, oleh ibu-ibu Panitia Hari Ibu, Bapak dipilih, di antara<br />

sekitar lima ratus undangan yang hadir, sebagai "Pria yang berbusana paling<br />

baik".<br />

Di antara kami anak-anak tidak ada yang mewarisi bakat Bapak, baik<br />

sebagai pengarang maupun sebagai ulama. Bakatnya sebagai penulis malah<br />

menurun di antara kemenakannya. Saya sendiri mengikuti kuliah pada<br />

Jurusan B ahasa Inggris di IKIP B anda Aceh, namun karena saya tidak berniat<br />

menjadi guru dan bakat bahasa pun kurang besar, makakonsentrasi saya pada<br />

pelajaran juga lemah. Setelah hampir dua tahun, kuliah saya tinggalkan<br />

karena saya mulai membentuk rumah tangga.<br />

Bapak: "Berprasangka Baik" Kepada Orang Lain<br />

oleh: Ir. Ikramullah^<br />

Menjadi anak mantu dari Bapak Prof. Ali Hasjmy merupakan suatu<br />

rahmat yg patut disyukuri, karena dalam status demikian kami dapat lebih<br />

banyak kesempatan dan waktu untuk dekat dengan beliau. Dekat berarti<br />

punya peluang lebih baik untuk menyerap pengetahuan, lebih banyak hal<br />

yang dapat didiskusikan, lebih banyak persoalan yang dapat disampaikan<br />

dan lebih banyak tingkah laku beliau sehari-hari yang dapat kami amati dan<br />

amalkan.<br />

Salah satu ungkapan beliau di dalam menghadapi kehidupan ini bahwa<br />

"kita tidak mungkin senang terus, tetapi juga tidak mau susah terus".<br />

Kesenangan, kecewa, gembira, dan rasa sedih akan datang silihberganti, kita<br />

5. Ir. IKRAMTJLLAH, menantu, menikah dengan Dahlia A. Hasjmy.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!