02.06.2013 Views

ACEH_03291

ACEH_03291

ACEH_03291

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 373<br />

—apalagi Bapak sudah tua— dan bisa menimbulkan salah pengertian orang.<br />

Namun, beliau selalu mengatakan tidak malu melakukan hal itu, karena<br />

bukan untuk kepentingan pribadi, tapi untuk masyarakat, misalnya untuk<br />

perpustakaan.<br />

Kami juga pernah mendengar kritik orang bahwa Bapak, dalam<br />

tulisan-tulisan atau ceramah-ceramahnya, selalu mengambil contoh dari<br />

lembaran hidupnya sendiri dan kurang mengambil dari amsal hidup orang<br />

lain. Hal begini dipandang sebagai usaha menonjolkan diri. Tapi, menurut<br />

Bapak, ini memang perlu karena beliau sudah tua dan ingin berbagi<br />

pengalaman kepada orang lain, terutama generasi muda, untuk dipetik<br />

pelajarannya.<br />

Bapak mendidik kami penuh disiplin, apalagi ketika kami menanjak<br />

remaja, kami sangat diamati dalam soal pergaulan, walaupun ketika itu kami<br />

hidup di kota kecil seperti Banda Aceh. Untuk saya, disiplin lebih ketat lagi,<br />

karena saya satu-satunya anak perempuan beliau, dan saya sekali bergaul.<br />

Namun, kadang-kadang saya mencuri-curi juga pergi ke pesta teman-teman.<br />

Teman-teman di sana (Banda Aceh) sebenarnya ada juga yang terlalu<br />

bebas pergaulannya (menurut ukuran kota kecil), karena itu dalam bepergian<br />

saya selalu mengingat pesan Bapak —dan juga Kakek Hasyim— untuk<br />

menjaga batas-batas pergaulan. Walaupun dalam soal disiplin waktu itu saya<br />

anggap terlalu ketat, tapi sekarang, kalau saya kenang kembali terasa wajar<br />

saja.<br />

Kami, anak-anak belaiu, tidak dididik di sekolah agama, tapi menempuh<br />

pendidikan di sekolah umum. Pendidikan agama dilakukan dengan<br />

mendatangkan guru agama ke rumah. Dalam soal ibadah, dalam keluarga<br />

kami, kontrolnya sangat kuat. Kami selalu shalat berjemaah bersama Bapak,<br />

dan kadang-kadang diajak ke mesjid untuk shalat Subuh.<br />

Yang tidak biasa kami lihat pada orang tua lain ialah bahwa Bapak<br />

mengurus kami di masa kecil sampai ke soal-soal yang oleh orang tua lain<br />

mungkin dianggap tidak penting. Misalnya, soal pakaian, dan kalau sakit<br />

sampai menyuapkan sendiri obat kami. Cinta semacam ini kemudian<br />

dilanjutkan kepada cucu-cucu beliau.<br />

Semua anak-anak saya, beliau-lah yang memberi nama, dan saya<br />

bersama suami tidak keberatan. Anak saya yang pertama, beliau beri nama<br />

Luthfi Jum'ah, untuk mengenang Mochtar Luthfi, seorang tokoh pergerakan<br />

dari Sumatra Barat yang —seperti Bung Karno— sangat hebat dalam berpidato.<br />

Tokoh tersebut dibuang Belanda ke Boven Digul, Irian. Luthfi lahir

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!