02.06.2013 Views

ACEH_03291

ACEH_03291

ACEH_03291

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 13<br />

Pak Hasjmy sebagai tokoh politik yang bergerak sejak masa muda.<br />

Suatu hal yang tidak dapat saya lupakan sebagai istri ialah, pada waktu itu<br />

Nek Puteh meninggal dunia di Medan, karena Almarhumah waktu kami<br />

pindah ke Medan ikut kami, dan setelah Almarhumah meninggal lahirlah<br />

anak kami Dahlia, padahal Nek Puteh sangat merindukan cicit yang perempuan.<br />

Semua anak kami yang telah ada laki-laki, saat lahir yang perempuan<br />

beliau tidak dapat melihatnya. Setelah keluar dari penjara, Pak Hasjmy<br />

dipindahkan ke Jakarta dan mendapat tugas di Departemen Sosial. Dan saya<br />

bersama lima orang anak menyusul kemudian, karena setelah berjumpa<br />

dengan Jaksa Agung di Jakarta, Pak Hasjmy untuk sementara dilarang pulang<br />

ke Aceh.<br />

Dalam memelihara dan mendidik anak, lazimnya sebagai seorang ibu,<br />

saya langsung merawat mereka, mengobati, mengasuh di rumah. Di mana<br />

perlu barulah minta tolong pada pembantu. Suatu hal yang saya harus<br />

waspada yaitu dalam menjaga/memberi obat pada anak-anak yang sedang<br />

sakit, karena hampir tiap hari Pak A. Hasjmy menelpon saya dari tempat<br />

tugasnya, apakah anak-anak telah diberi obat. Beliau sangat cermat, disiplin,<br />

dan waspada. Beliau dalam memberi ingat sesuatu tidak berulang-ulang,<br />

menghendaki saya sebagai istri turut waspada.<br />

Sebagai sebuah rumah tangga tentu tidaklah sepi dari suka-duka,<br />

khilaf, dan sebagainya. Demikian pula sifat-sifat pribadi kami masingmasing,<br />

janganlah dikira bahwa pergaulan dalam rumah tangga kami selalu<br />

dalam bulan madu dan manis. Karena kadang-kadang kami bertengkar<br />

sampai-sampai nggak ngomong satu sama lain sampai dua hari. Tetapi hal<br />

yang demikian, menurut filsafat hidup Pak Hasjmy yang kemudian menjadi<br />

filsafat hidup saya juga, bahwa kehidupan perkawinan tanpa ada sekali-kali<br />

pertengkaran antara suami-istri dianggapnya tidak enak. Menurut filsafat Pak<br />

Hasjmy yang kemudian menjadi filsafat saya, adanya sekali-kali pertengkaran.<br />

itu merupakan romantikanya perkawinan. Bila beliau disuruh berpidato/berkhutbah<br />

pada salah satu upacara perkawinan anak<br />

teman-temannya selalu beliau sampaikan sebuah puisi pendek yang berbunyi:<br />

Campuran pahit dengan manis,<br />

Kopi susu penghilang kantuk.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!