ACEH_03291
ACEH_03291 ACEH_03291
10 A. Hasjmy Hani, cucuku sayang! Waktu datang hari jadi kita, Bermacam tanya bercanda dalam dada, Tentang nasib Ayahnek sendiri Yang telah berusia senja, Tentang engkau cucuku Hani Yang masih berusia pagi. Oh, Hani! "Sarung apa sarung birumu?" —Sarung selubung rakyat melarat "Payung apa payungmu itu?" —Payung pelindung masyarakat umat. Oh, diriku! "Burung apa burungku ini?" —Tiung arabi penegur orang, "Untung apa untungku ini" —Untung jadi catatan orang ... Banda Aceh, 28 Maret 1994
Ny. Zuriah Hasjmy Suka Dukanya Bersuami Seorang Pejuang Perkawinan kami, Zuriah Aziz dan Ali Hasjmy, adalah hasil permufakatan orang tua kami dan tidak diminta persetujuan dari kami. Kami menerima dengan rela, karena kami berkeyakinan bahwa orang tua kami akan memberi kebahagiaan hidup bagi kami. Sebelum akad nikah kami belum pernah berkenalan secara dekat, hanya sekali-kali saja melihat calon suami saya dari jauh. Kami dalam satu keluarga. Garis keturunannya saya lebih awal, karena Ayah saya dengan Nek Puteh (nenek Pak Hasjmy) adalah saudara sepupu, dan saya saudara sepupu dari Nyak Buleun (ibu Pak Ali Hasjmy), dan seharusnya Pak Hasjmy menyebut saya Mak Cut (bibik). Sebagai pendamping suami dan ibu rumah tangga, tugas pokok saya adalah mendidik putra-putri buah perkawinan kami, dan mereka semua ada tujuh orang: enam laki-laki dan satu perempuan. Saya menikah dengan Pak Ali Hasjmy pada tahun 1940. Umur saya pada waktu itu masih enam belas tahun, sedangkan umur beliau 26 tahun. Waktu kami mulai berumah tangga beliau baru saja menyelesaikan pendidikannya di Padang Panjang dan Padang. Saya tidak pernah berjumpa dengan beliau walaupun kami mempunyai hubungan famili dan sama-sama tinggal di Montasik. Saya mengenal dan melihat wajah Pak A. Hasjmy untuk pertama kalinya hanyalah di waktu duduk di atas pelaminan dalam suatu upacara adat yang sederhana di rumah kami. Pendidikan saya mula-mula di sekolah dasar tiga tahun, (Voervolk School), sorenya melanjutkan pendidikan di Sekolah Agama (Jadam) lama belajar tujuh tahun, (Ibtidaiyah empat tahun dan Sanawiyah tiga tahun). Waktu itu Aceh dalam keadaan perang, sehingga saya hanya dapat meneruskan pendidikan ke Sekolah Menengah Islam (Sanawiyah), dan kemudian sayapun di persunting oleh Pak A. Hasjmy. 11
- Page 1: Delapan Puluh Tahun Melalui Jalan R
- Page 6 and 7: UNDANG UNDANG HAK CIPTA NO. 7 TAHUN
- Page 8 and 9: Perpustakaan Nasional: Katalog Dala
- Page 10 and 11: vi Daftar Isi Dr. Abu Hassan Sham f
- Page 12 and 13: viii Daftar Isi ft Cincin Suleiman
- Page 14 and 15: x Daftar Foto dan Teks Foto 6. Hala
- Page 16: xii Daftar Foto dan Teks Foto 22. H
- Page 26 and 27: 2 Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy
- Page 28 and 29: 4 Pcnyusun "Bintang Mahaputra" dari
- Page 30 and 31: Gubernur Kepala Daerah Istimewa Ace
- Page 32 and 33: A. Hasjmy 28 Bulan Tiga Hari Jadi A
- Page 36 and 37: 12 Ny. Zuriah Hasjmy Waktu terjadi
- Page 38: 14 Ny. Zuriah Hasjmy Menurut Pak Ha
- Page 42 and 43: 18 DR. H. Roeslan Abdulgani kemusli
- Page 44 and 45: 20 DR. H. Roeslan Abdulgani Itulah
- Page 46 and 47: 22 DR. H. Roeslan Abdulgani Hadir p
- Page 49 and 50: * H. Bustanil Arifin, S.H. Pemiliha
- Page 51 and 52: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 27 ya
- Page 55 and 56: Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA Memasu
- Page 57 and 58: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 33 Su
- Page 59 and 60: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 35 di
- Page 61 and 62: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 37 ke
- Page 63 and 64: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 39 ke
- Page 65 and 66: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 41 La
- Page 67 and 68: telapan Puluh Tahun A. Hasjmy 43 IA
- Page 69 and 70: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 45 5,
- Page 71 and 72: Tabel 9 Delapan Puluh Tahun A. Hasj
- Page 73 and 74: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 49 ba
- Page 75 and 76: Delapan Puluh Tahun A, Hasjmy 51 "K
- Page 77: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 53 da
- Page 80 and 81: 56 Hardi, S.H. Setelah mempelajari
- Page 82 and 83: 58 Hardi, S.H. Adapun dialog antara
Ny. Zuriah Hasjmy<br />
Suka Dukanya Bersuami Seorang Pejuang<br />
Perkawinan kami, Zuriah Aziz dan Ali Hasjmy, adalah hasil<br />
permufakatan orang tua kami dan tidak diminta persetujuan dari kami. Kami<br />
menerima dengan rela, karena kami berkeyakinan bahwa orang tua kami<br />
akan memberi kebahagiaan hidup bagi kami.<br />
Sebelum akad nikah kami belum pernah berkenalan secara dekat,<br />
hanya sekali-kali saja melihat calon suami saya dari jauh.<br />
Kami dalam satu keluarga. Garis keturunannya saya lebih awal, karena<br />
Ayah saya dengan Nek Puteh (nenek Pak Hasjmy) adalah saudara sepupu,<br />
dan saya saudara sepupu dari Nyak Buleun (ibu Pak Ali Hasjmy), dan<br />
seharusnya Pak Hasjmy menyebut saya Mak Cut (bibik).<br />
Sebagai pendamping suami dan ibu rumah tangga, tugas pokok saya<br />
adalah mendidik putra-putri buah perkawinan kami, dan mereka semua ada<br />
tujuh orang: enam laki-laki dan satu perempuan. Saya menikah dengan Pak<br />
Ali Hasjmy pada tahun 1940. Umur saya pada waktu itu masih enam belas<br />
tahun, sedangkan umur beliau 26 tahun.<br />
Waktu kami mulai berumah tangga beliau baru saja menyelesaikan<br />
pendidikannya di Padang Panjang dan Padang. Saya tidak pernah berjumpa<br />
dengan beliau walaupun kami mempunyai hubungan famili dan sama-sama<br />
tinggal di Montasik. Saya mengenal dan melihat wajah Pak A. Hasjmy untuk<br />
pertama kalinya hanyalah di waktu duduk di atas pelaminan dalam suatu<br />
upacara adat yang sederhana di rumah kami.<br />
Pendidikan saya mula-mula di sekolah dasar tiga tahun, (Voervolk<br />
School), sorenya melanjutkan pendidikan di Sekolah Agama (Jadam) lama<br />
belajar tujuh tahun, (Ibtidaiyah empat tahun dan Sanawiyah tiga tahun).<br />
Waktu itu Aceh dalam keadaan perang, sehingga saya hanya dapat meneruskan<br />
pendidikan ke Sekolah Menengah Islam (Sanawiyah), dan kemudian<br />
sayapun di persunting oleh Pak A. Hasjmy.<br />
11