ACEH_03291

ACEH_03291 ACEH_03291

02.06.2013 Views

314 Prof. Dr. Darwis A. Soelaiman Kebudayaan Aceh (PKA). Malah, A. Hasjmy merupakan salah seorang pencetus ide PKA, dan pendorong utama terlaksananya PKA-I pada tahun 1958. Dalam banyak makalahnya mengenai kesenian dan kebudayaan yang dibentangkan dalam forum seminar di dalam dan luar negeri, A. Hasjmy selalu memberikan tekanan kepada pentingnya dan besarnya peranan kebudayaan Islam. Sebagai seorang guru besar dalam sejarah dan kebudayaan Islam, A. Hasjmy melihat betapa kebudayaan Islam yang memiliki tamadun yang tinggi itu sangat perlu dikembangkan, baik di Aceh maupun di dunia Melayu. Masyarakat Aceh tergolong ke dalam rumpun masyarakat Melayu. A. Hasjmy mempunyai peran yang cukup besar dalam memperkenalkan kebudayaan Aceh dalam konteks dunia Melayu. Menurut A. Hasjmy, bahasa Melayu, bahasa Aceh, dan bahasa Arab telah dipergunakan secara luas di Aceh pada zaman Kerajaan Aceh Darussalam, dan menurutnya ketiga bahasa itu perlu perlu dikembangkan di Aceh di samping bahasa Inggris, karena dengan demikian masyarakat Aceh mampu berkomunikasi dengan masyarakatnya sendiri, dengan bangsanya, dan dengan bangsa-bangsa lain di dunia, baik melalui pergaulan maupun ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dalam konteks kebudayaan Islam, kebudayaan Melayu, dan pentingnya hubungan antar bangsa itu, maka dapaüah kita pahami betapa besarnya minat A. Hasjmy kepada perlunya pertemuan-pertemuan kebudayaan di Aceh diselenggarakan dalam peringkat antar bangsa, sekurang-kurangnya peringkat ASEAN. Hampir semua muzakarah yang diselenggarakan oleh MUI Aceh dibawah pimpinan dan gagasannya dilaksanakan dengan mengikutsertakan peserta dari berbagai bangsa, khususnya negara yang berkebudayaan Islam dan kebudayaan Melayu. Ini menunjukkan wawasan A. Hasjmy yang luas dan obsesinya yang kuat untuk mengembangkan kesenian dan kebudayaan Islam. A. Hasjmy adalah seorang yang melihat ke masa lampau dan suka memandang jauh ke depan. Ini sesuai dengan minatnya yang besar kepada sejarah dan dengan wawasannya yang luas. Baginya masa lampau dan masa depan adalah sangat penting untuk direnungkan hari ini, dari waktu ke waktu secara kreatif. Gagasannya untuk mendirikan Kopelma Darussalam dan Rumah Sakit Umum Banda Aceh di tempat yang pada waktu banyak orang memandang tidak tepat karena terlalu jauh dari kota, barangkali contoh dari pandangannya yang jauh ke depan dan kreatif.

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 315 Perhatian A. Hasjmy yang besar kepada buku, dokumen, dan karyakarya seni sebagaimana terbukti dari perpustakaan dan museum yang telah dibinanya sejak tiga tahun yang lalu, jelas merupakan sumbangannya yang berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan termasuk kesenian di Aceh. Obsesinya ialah menjadikan perpustakaan dan museum sebagai sumber belajar masyarakat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Satu hal yang barangkali masih mengganjal pikirannya ialah belum dapat diwujudkan keinginannya agar dapat didirikan sebuah museum di Darussalam yang khusus untuk tempat penyimpanan berbagai dokumen dan hasil karya yang dihasilkan oleh Unsyiah dan IALN sejak berdirinya Kopelma Darussalam itu tiga puluh lima tahun yang lalu. Betapa banyak bahan-bahan yang pernah dihasilkan oleh pusat pendidikan itu yang sudah hilang atau tidak terdokumentasi dengan baik. Menurutnya, kalau museum yang dimaksudkan itu tidak segera diadakan maka semakin banyak dokumen sejarah yang tidak terabaikan untuk kepentingan anak cucu dan umat manusia. Sebagai seorang sejarawan, A. Hasjmy pernah mengatakan kesannya bahwa orang Aceh banyak yang tidak peduli kepada sejarahnya. Antara lain, ditunjukkan contoh kepada sangat kurangnya minat dan perhatian untuk memelihara kuburan dan bangunan-bangunan yang mengandung nilai sejarah. Satu hal kain yang agaknya tidak kecil sumbangan A. Hasjmy bagi pengembangan kebudayaan di Aceh, ialah perhatiannya kepada bidang jurnalistik dan kepada karya tulis. Ketika zaman Jepang dan masa revolusi, A. Hasjmy memimpin surat kabar Atjeh Sinbun dan Semangat Merdeka bersama Abdullah Arif, T.A. Talsya, A.G. Mutiara, dan Ibnu Rasyid. Kemudian pada masa permulaan Orde Baru tahun 1967 dipimpinnya majalah Sinar Darussalam, dan kini memimpin perpustakaan dan museum sendiri. Beliau telah berusaha memberikan contoh dan mendorong orang Aceh untuk menghasilkan karya tulis, namun barangkali masyarakat Aceh masih sangat dipengaruhi oleh budaya lisan, dan bukan budaya tulis. Ayat 1-5 surat Al-Alaq begitu mendalam memberi kesan kepada Pak A. Hasjmy yang telah menjadi tenaga pendorong baginya untuk perwujudan diri. Iqra' merupakan perintah untuk membaca dan menulis, akan tetapi masyarakat Aceh masih ketinggalan dalam melaksanakan perintah tersebut, dan ini merupakan sebuah tantangan bagi generasi setelah generasi Bapak A. Hasjmy.

314 Prof. Dr. Darwis A. Soelaiman<br />

Kebudayaan Aceh (PKA). Malah, A. Hasjmy merupakan salah seorang<br />

pencetus ide PKA, dan pendorong utama terlaksananya PKA-I pada tahun<br />

1958.<br />

Dalam banyak makalahnya mengenai kesenian dan kebudayaan yang<br />

dibentangkan dalam forum seminar di dalam dan luar negeri, A. Hasjmy<br />

selalu memberikan tekanan kepada pentingnya dan besarnya peranan<br />

kebudayaan Islam. Sebagai seorang guru besar dalam sejarah dan<br />

kebudayaan Islam, A. Hasjmy melihat betapa kebudayaan Islam yang<br />

memiliki tamadun yang tinggi itu sangat perlu dikembangkan, baik di Aceh<br />

maupun di dunia Melayu. Masyarakat Aceh tergolong ke dalam rumpun<br />

masyarakat Melayu. A. Hasjmy mempunyai peran yang cukup besar dalam<br />

memperkenalkan kebudayaan Aceh dalam konteks dunia Melayu. Menurut<br />

A. Hasjmy, bahasa Melayu, bahasa Aceh, dan bahasa Arab telah dipergunakan<br />

secara luas di Aceh pada zaman Kerajaan Aceh Darussalam, dan<br />

menurutnya ketiga bahasa itu perlu perlu dikembangkan di Aceh di samping<br />

bahasa Inggris, karena dengan demikian masyarakat Aceh mampu berkomunikasi<br />

dengan masyarakatnya sendiri, dengan bangsanya, dan dengan<br />

bangsa-bangsa lain di dunia, baik melalui pergaulan maupun ilmu pengetahuan,<br />

dan kebudayaan.<br />

Dalam konteks kebudayaan Islam, kebudayaan Melayu, dan pentingnya<br />

hubungan antar bangsa itu, maka dapaüah kita pahami betapa besarnya<br />

minat A. Hasjmy kepada perlunya pertemuan-pertemuan kebudayaan di<br />

Aceh diselenggarakan dalam peringkat antar bangsa, sekurang-kurangnya<br />

peringkat ASEAN.<br />

Hampir semua muzakarah yang diselenggarakan oleh MUI Aceh dibawah<br />

pimpinan dan gagasannya dilaksanakan dengan mengikutsertakan<br />

peserta dari berbagai bangsa, khususnya negara yang berkebudayaan Islam<br />

dan kebudayaan Melayu. Ini menunjukkan wawasan A. Hasjmy yang luas<br />

dan obsesinya yang kuat untuk mengembangkan kesenian dan kebudayaan<br />

Islam. A. Hasjmy adalah seorang yang melihat ke masa lampau dan suka<br />

memandang jauh ke depan. Ini sesuai dengan minatnya yang besar kepada<br />

sejarah dan dengan wawasannya yang luas. Baginya masa lampau dan masa<br />

depan adalah sangat penting untuk direnungkan hari ini, dari waktu ke waktu<br />

secara kreatif. Gagasannya untuk mendirikan Kopelma Darussalam dan<br />

Rumah Sakit Umum Banda Aceh di tempat yang pada waktu banyak orang<br />

memandang tidak tepat karena terlalu jauh dari kota, barangkali contoh dari<br />

pandangannya yang jauh ke depan dan kreatif.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!