ACEH_03291

ACEH_03291 ACEH_03291

02.06.2013 Views

268 Dr. H. Safwan luns, M.A. Universitas Syiah Kuala dan IAIN Ar-Raniry sebagai dua perguruan tinggi penting yang dibina di Kopelma tersebut. Komitmen A. Hasjmy dalam membina, mengembangkan, dan mempertahankan keutuhan Darussalam sebagai jantung hati rakyat Aceh dan sebagai simbol keistimewaan Aceh tidak pernah kendur dari dulu sampai sekarang. Dengan masih bersatunya Universitas Syiah Kuala dan IAIN Ar-Raniry dalam satu kampus sampai sekarang ini, ada suatu simbol penting yang masih tersisa dari "keistimewa­ an" Aceh yang sangat dipentingkan oleh A. Hasjmy. Dalam bidang keagamaan konsep Keistimewaan Aceh pernah dicoba- kembangkan melalui penerapan unsur-unsur syariat Islam di Aceh pada masa A. Hasjmy masih menjadi Gubernur. Namun program itu mendapat kendala dari kalangan "ulama tua" di Daerah Istimewa Aceh sendiri yang memprotes ke Pemerintah Pusat. Pertentangan pandangan antara ulama "tua" dengan ulama "muda" pada masa tersebut merupakan suatu kendala dalam mewujudkan keistimewaan dalam bidang agama ini. Tetapi sewaktu Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA, menjadi Gubernur Aceh pada tahun 1986, konsep Keistimewaan Aceh mulai diperjuangkan kembali. A. Hasymy menjadi seorang pendukung yang sangat menghargai usaha Ibrahim Hasan tersebut, sampai beliau, atas nama Majelis Ulama Indonesia Daerah Istimewa Aceh memberikan Medali Ulama kepada Ibrahim Hasan dan Nyonya Siti Maryam Ibrahim Hasan. Perhatian Ibrahim Hasan kepada konsep Keistimewaan Aceh mulai ditunjukkan dengan dibentuknya empat kelompok kerja [pokja] pada tahun 1987 melalui Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh, No. 071/740/1987, 8 September 1987. Salah satu dari pokja ini adalah Bidang Keistimewaan Aceh yang diketuai oleh Prof. A. Hasjmy, Dr. Safwan Idris, MA, sebagai sekretaris, dengan jumlah anggotanya termasuk ketua, sekre­ taris, dan wakil-wakilnya sebanyak 31 orang. Ada juga sebagian orang yang mengeritik usaha Ibrahim Hasan tersebut, tetapi karena dukungan yang luas dari mayarakat Aceh, usaha tersebut telah sangat mendekatkan Ibrahim Hasan dengan masyarakat Aceh strata tinggi sampai strata yang paling rendah. Dalam masa-masa inilah berbagai simbol keistimewaan Aceh mun­ cul ke permukaan, seperti perluasan Mesjid Baitur Rahman, diadakannya Festival Baitur Rahman, Pekan Kebudayaan Aceh, mempromosikan ber­ bagai pakaian dan kesenian Aceh, sampai terbitnya Instruksi Gubernur Aceh tentang wajib membaca Al-Qur'an bagi lulusan Sekolah Dasar dengan Instruksi Gubernur No. 2 tahun 1990.

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 269 Bagi A. Hasjmy, keistimewaan Aceh adalah simbol kebesaran dan kebudayaan Aceh yang Islami, dan beliau sangat aktif dalam menampilkan simbol-simbol tersebut. Ini terlihat dalam berbagai acara adat, keagamaan, kesenian, dan kependidikan di mana saja ini dimungkinkan seperti penampil­ an beliau di Universitas Al-Azhar di Kairo. Simbol-simbol kebesaran yang sering dipakai beliau dalam acara acara tersebut adalah pakaian khas Aceh dengan segala atribut-atributnya. Adat Aceh merupakan konsep kebudayaan yang bersifat abstrak dan mulai memudar di kalangan generasi muda Aceh. Pakaian adat adalah simbol dari eksistensi adat itu sendiri yang penting dihidupkan dan ditampilkan agar generasi muda mengenalnya dan meng- hargainya. Sebagai seorang yang sangat rajin dan committed kepada Adat Aceh yang berlandaskan Islam, maka beliau tidak bosan-bosannya memakai pakaian itu dan menyuruh orang lain memakainya. pernah suatu kali saya tidak memakai pakaian tersebut pada suatu upacara kebudayaan dan beliau menanyakan kepada saya ke mana baju saya. Sebagai Sekretaris Pokja Keistimewaan Aceh saya merasa malu terhadap diri saya sendiri. Memang waktu akan memakainya kadang-kadang kita terpikir tidak begitu penting, tetapi setelah datang ke acara tersebut tanpa pakaian adat, memang terasa bahwa kita kurang berharga. Di mana saja ada upacara yang berorientasi adat dan kebudayaan, A. Hasjmy selalu siap dengan pakaian adat yang seringkali dalam penampilan yang sangat sempurna. Sebaliknya pakaian adat itu sendiri turut meningkatkan citra beliau sebagai orang besar, karena memang pakaian orang besar merupakan simbol dari suatu kebesaran. Dengan pakaian adatnya itu A. Hasjmy ingin mengkomunikasikan kepada masyarakat Aceh zaman kini akan kebesaran adat dan tradisi Aceh. Ini perlu dikomunikasikan karena masyarakat Aceh zaman kini dikhawatir- kan akan tidak begitu lagi memahami dan menghayati kebesaran dan keabsahan tradisinya. Kehilangan tradisi adalah kehilangan jati diri dan ini merupakan kehilangan yang sangat merugikan masyarakat Aceh. Kerugian karena kehilangan ini terkandung dalam pepatah Aceh: matee aneuk meupat jeurat, matee adat pat timita. Sebagai tokoh adat dan ulama, A. Hasjmy ingin tetap mengkomunikasikan, ini terutama kepada masyarakat Aceh yang baru, dan untuk itu beliau selalu siap dengan berbagai macam pakaian adat yang menunjukkan kepada kebesaran tradisi dan adat itu. Di antara penampilan beliau dengan pakaian adat lengkap sebagai simbol yang sangat menarik adalah penampilan beliau di Universitas Al- Azhar di Kairo, sebagaimana disebutkan di atas, dalam rangka menerima

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 269<br />

Bagi A. Hasjmy, keistimewaan Aceh adalah simbol kebesaran dan<br />

kebudayaan Aceh yang Islami, dan beliau sangat aktif dalam menampilkan<br />

simbol-simbol tersebut. Ini terlihat dalam berbagai acara adat, keagamaan,<br />

kesenian, dan kependidikan di mana saja ini dimungkinkan seperti penampil­<br />

an beliau di Universitas Al-Azhar di Kairo. Simbol-simbol kebesaran yang<br />

sering dipakai beliau dalam acara acara tersebut adalah pakaian khas Aceh<br />

dengan segala atribut-atributnya. Adat Aceh merupakan konsep kebudayaan<br />

yang bersifat abstrak dan mulai memudar di kalangan generasi muda Aceh.<br />

Pakaian adat adalah simbol dari eksistensi adat itu sendiri yang penting<br />

dihidupkan dan ditampilkan agar generasi muda mengenalnya dan meng-<br />

hargainya.<br />

Sebagai seorang yang sangat rajin dan committed kepada Adat Aceh<br />

yang berlandaskan Islam, maka beliau tidak bosan-bosannya memakai<br />

pakaian itu dan menyuruh orang lain memakainya. pernah suatu kali saya<br />

tidak memakai pakaian tersebut pada suatu upacara kebudayaan dan beliau<br />

menanyakan kepada saya ke mana baju saya. Sebagai Sekretaris Pokja<br />

Keistimewaan Aceh saya merasa malu terhadap diri saya sendiri. Memang<br />

waktu akan memakainya kadang-kadang kita terpikir tidak begitu penting,<br />

tetapi setelah datang ke acara tersebut tanpa pakaian adat, memang terasa<br />

bahwa kita kurang berharga. Di mana saja ada upacara yang berorientasi adat<br />

dan kebudayaan, A. Hasjmy selalu siap dengan pakaian adat yang seringkali<br />

dalam penampilan yang sangat sempurna. Sebaliknya pakaian adat itu sendiri<br />

turut meningkatkan citra beliau sebagai orang besar, karena memang pakaian<br />

orang besar merupakan simbol dari suatu kebesaran.<br />

Dengan pakaian adatnya itu A. Hasjmy ingin mengkomunikasikan<br />

kepada masyarakat Aceh zaman kini akan kebesaran adat dan tradisi Aceh.<br />

Ini perlu dikomunikasikan karena masyarakat Aceh zaman kini dikhawatir-<br />

kan akan tidak begitu lagi memahami dan menghayati kebesaran dan<br />

keabsahan tradisinya. Kehilangan tradisi adalah kehilangan jati diri dan ini<br />

merupakan kehilangan yang sangat merugikan masyarakat Aceh. Kerugian<br />

karena kehilangan ini terkandung dalam pepatah Aceh: matee aneuk meupat<br />

jeurat, matee adat pat timita. Sebagai tokoh adat dan ulama, A. Hasjmy ingin<br />

tetap mengkomunikasikan, ini terutama kepada masyarakat Aceh yang baru,<br />

dan untuk itu beliau selalu siap dengan berbagai macam pakaian adat yang<br />

menunjukkan kepada kebesaran tradisi dan adat itu.<br />

Di antara penampilan beliau dengan pakaian adat lengkap sebagai<br />

simbol yang sangat menarik adalah penampilan beliau di Universitas Al-<br />

Azhar di Kairo, sebagaimana disebutkan di atas, dalam rangka menerima

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!