02.06.2013 Views

ACEH_03291

ACEH_03291

ACEH_03291

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

224 H. Amran Zamzami, S.E.<br />

sosok birokrat yang menggenggam birokrasi urusan pemerintahan daerah<br />

propinsi, melainkan mengamalkan kepiawaiannya selaku sosiawan yang<br />

pejuang. Hal itu sangat dimungkinkan oleh latar sejarah perjuangannya di<br />

masa muda sampai pada era Perang Kemerdekaan selaku Anggota Staf<br />

Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo (1947-1949), di samping<br />

sebagai politisi bersenjatakan koran Semangat Merdeka. Bahkan karimya<br />

sebagai pejabat dan abdi-negara itu dimulai dari pengabdiannya sebagai<br />

Kepala Jawatan Sosial Daerah Aceh (1946-1947) yang terus menanjak ke<br />

atas sampai terpilihnya sebagai Gubernur. Dengan demikian Pak Ali Hasjmy<br />

bukanlah semata-mata birokrat, melainkan hadir sebagai pamong praja yang<br />

bijaksana.<br />

Kiprahnya sebagai negarawan dan politisi ditandai oleh kemampuannya<br />

dalam menengahi konflik yang terjadi di Aceh dalam soal DI/TII. Di situ<br />

Ali Hasjmy dan kawan-kawan ibarat mendayung di antara banyak karang,<br />

bila kurang berhati-hati bisa mengaramkan bahtera Daerah Aceh. Ternyata<br />

masalah otonomi daerah seperti yang pernah dijanjikan oleh Pemerintah<br />

Pusat di Jakarta, harus menelan pengorbanan, namun apa yang dilakukan<br />

oleh Gubernur Ali Hasjmy adalah tindakan optimal yang bisa diambil saat<br />

itu demi keselamaan, terutama untuk mengibarkan martabat rakyat Aceh<br />

yang telah menjadi "Modal Perjuangan" memasuki gerbang kemerdekaan<br />

Republik Indonesia.<br />

Tak pelak, dalam kasus Daerah Istimewa dan kemelut DI/TII, Ali<br />

Hasjmy dan kawan-kawannya menunjukkan sikap seorang negarawan yang<br />

arif dan bijaksana.<br />

Ulama, Cendekiawan Islam<br />

Antara predikat birokrat dan negarawan, terpisah oleh demarkasi imajiner<br />

yang terletak pada jati diri seseorang serta bobot kecendekiawannya. Siapa<br />

pun mahfum, bahwa Prof. A. Hasjmy adalah cendekiawan Islam yang kadar<br />

intelektualitas dan pengabdiannya telah terkristal oleh sejarah. Bobot<br />

kecendekiawan itu makin jelas tatkala beliau meninggalkan kursi Gubernuran<br />

dan memilih bidang ilmu pengetahuan serta pendidikan sumber daya<br />

manusia sebagai arena pengabdian, baik selaku ulama maupun dunia<br />

pendidikan akademi. Post power syndrom tidak dikenalnya, menandakan<br />

bahwa Ali Hasmy seorang kesatria sejati!

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!