ACEH_03291

ACEH_03291 ACEH_03291

02.06.2013 Views

172 Teuku Alibasjah Talsya Setelah tuntutan tersebut di tolak, Teuku Nyak Arif terjun langsung dalam kancah pemberontakan. Di Seulimeum, pemberontakan rakyat secara frontal, bermula pada 20 Februari 1942, dipimpin Teuku Panglima Polem Muhammad Ali, Teungku Abdul Wahab, A. Hasjmy, Ahmad Abdullah, Cut Ahmad, dan tokoh-tokoh pemuda yang lain. Ketika pasukan balatentara Jepang mendarat pada 12 Maret 1942, tidak menghadapi perlawanan lagi dari tentara Belanda karena telah lebih dahulu rakyat Aceh menggebraknya sehingga dengan menggunakan kereta api, truk, dan berbagai jenis kereta perang mereka melarikan diri ke arah pegunungan di Aceh Tengah. Perjuangan A. Hasjmy yang selama ini terkesan regional, berkembang amat menanjak sejak ia memasuki gelanggang yang lebih luas di Banda Aceh. Atjeh Sinbun, satu-satunya suratkabar yang terbit di Aceh dalam masa pendudukan Jepang. Di situlah A. Hasjmy melaksanakan tugas jurnalistik dan peranan politik. Tugas yang pertama sudah jelas, dilakukannya bersama rekan-rekan secara terbuka, akan tetapi perannya yang kedua dengan menjadikan kantor Atjeh Sinbun sebagai markas gerakan bawah tanah pemuda sangat berbahaya, karena di dewan redaksi suratkabar tersebut terdapat pula dua orang Jepang dari Gunseibu (Hodoka) dengan jabatan pengawas. Yang diawasinya tentu saja bukan hanya isi Atjeh Sinbun, tetapi juga orang-orang yang mengisinya. Di kantor inilah saya, pada pertengahan tahun 1942, mula mengenai Ali Hasjmy, seorang pemuda yang tenang dalam berbagai situasi. Bersama-sama Abdul Wahid Er yang diangkat selaku Pemimpin Redaksi, ia dan Teungku Ismail Yakub, serta Amelz (ketiganya wartawanwartawan senior) merupakan tim yang sangat kompak dalam mengendalikan Atjeh Sinbun, sehingga perwira Jepang yang ditugaskan menjadi pengawas di situ tidak dapat berbuat banyak. Tim ini semakin kuat kedudukan dan peranannya ketika tak lama kemudian bertambah lagi staf redaksi dengan beberapa orang pengarang yang lebih muda, di antaranya Abdullah Arif, saya sendiri, Abdul Gani Mutyara, dan Ibenu Rasjid. Dari pihak Jepang, selain S. Sagawa selaku pengawas umum, kegiatan redaksi Atjeh Sinbun dipantau langsung oleh T. Kodera, seorang perwira tentara Jepang.

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 173 Perwira Jepang yang pendiam ini mempunyai disiplin yang sangat kuat. Selain untuk dirinya sendiri ia juga memperlakukan disiplin secara ketat kepada kurang lebih empat puluh petugas Atjeh Sinbun (terdiri dari sepuluh orang redaksi, lima orang tata usaha, dua puluh orang bagian letter zetter, dan lima orang bagian percetakan). Dua tahun kemudian perwira ini dipindahkan, dan tugasnya digantikan oleh dua orang Jepang lainnya, T. Nagamatsu dan K. Yamada. Kedua pengawas baru ini kurang mengutamakan disiplin. Baginya yang penting, setiap tugas dapat selesai tepat pada waktunya dan dalam keadaan baik. A. Hasjmy kemudian menjadi pemimpin redaksi, setelah Abdul Wahid Er menjadi korban pertama, dikeluarkan dari Atjeh Sinbun. Kalangan Gunseibu dan Kempetai mulai menaruh curiga kepadanya setelah beberapa kali tulisan Wahid bernada keras terhadap penguasa yang sangat mengabaikan nasib rakyat yang terus sengsara dan menderita. Dua orang rekan seangkatan A. Hasjmy lainnya juga mengalami nasib yang sama dengan Abdul Wahid Er, yaitu Teungku Ismail Yakub dan Amelz. Keduanya disingkirkan Jepang dari Atjeh Sinbun karena sentilannya dalam sudut surat kabar. Di bawah pimpinan A. Hasjmy, bahtera Atjeh Sinbun berlayar dengan penuh romantika, karena pada periode tersebut telah terjadi berbagai peristiwa. Ada kejadian-kejadian lucu, insiden-insiden serius, pemecatanpemecatan, dan sikap keras Kempetai, bahkan ada gerakan rahasia yang paling dimusuhi Jepang tetapi telah berlaku di depan hidungnya sendiri tanpa disadari. Pada hari-hari terakhir kekuasaan Jepang, gerakan ini menjelma sebagai organisasi pemuda yang menyambut dan menyebarluaskan berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan kemudian turut mempertahankannya dari berbagai ancaman, baik dari tentera Jepang, Sekutu dan kemudian sekali tentera Belanda. Kodera tidak bersikap keras terhadap A. Hasjmy. Kelembutan dan ketenangannya dalam menyelesaikan berbagai masalah, termasuk masalah gawat "tuan besar" itu sendiri, telah menaruh rasa hormat Kodera kepadanya. Ketika Jepang ini terpelanting ke lantai di ruangan redaksi karena didorong dan terhimpit meja Ibenu Rasyid, A. Hasjmy juga yang menyelesaikannya. Dihiburnya Kodera dengan bijaksana dan diredamkannya kemarahan sejawatnya sendiri, Teungku Ibenu itu, dengan kata-kata yang berwibawa.

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 173<br />

Perwira Jepang yang pendiam ini mempunyai disiplin yang sangat<br />

kuat. Selain untuk dirinya sendiri ia juga memperlakukan disiplin secara ketat<br />

kepada kurang lebih empat puluh petugas Atjeh Sinbun (terdiri dari sepuluh<br />

orang redaksi, lima orang tata usaha, dua puluh orang bagian letter zetter,<br />

dan lima orang bagian percetakan).<br />

Dua tahun kemudian perwira ini dipindahkan, dan tugasnya digantikan<br />

oleh dua orang Jepang lainnya, T. Nagamatsu dan K. Yamada. Kedua<br />

pengawas baru ini kurang mengutamakan disiplin. Baginya yang penting,<br />

setiap tugas dapat selesai tepat pada waktunya dan dalam keadaan baik.<br />

A. Hasjmy kemudian menjadi pemimpin redaksi, setelah Abdul Wahid<br />

Er menjadi korban pertama, dikeluarkan dari Atjeh Sinbun. Kalangan Gunseibu<br />

dan Kempetai mulai menaruh curiga kepadanya setelah beberapa kali<br />

tulisan Wahid bernada keras terhadap penguasa yang sangat mengabaikan<br />

nasib rakyat yang terus sengsara dan menderita.<br />

Dua orang rekan seangkatan A. Hasjmy lainnya juga mengalami nasib<br />

yang sama dengan Abdul Wahid Er, yaitu Teungku Ismail Yakub dan Amelz.<br />

Keduanya disingkirkan Jepang dari Atjeh Sinbun karena sentilannya dalam<br />

sudut surat kabar.<br />

Di bawah pimpinan A. Hasjmy, bahtera Atjeh Sinbun berlayar dengan<br />

penuh romantika, karena pada periode tersebut telah terjadi berbagai peristiwa.<br />

Ada kejadian-kejadian lucu, insiden-insiden serius, pemecatanpemecatan,<br />

dan sikap keras Kempetai, bahkan ada gerakan rahasia yang<br />

paling dimusuhi Jepang tetapi telah berlaku di depan hidungnya sendiri tanpa<br />

disadari. Pada hari-hari terakhir kekuasaan Jepang, gerakan ini menjelma<br />

sebagai organisasi pemuda yang menyambut dan menyebarluaskan berita<br />

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan kemudian turut mempertahankannya<br />

dari berbagai ancaman, baik dari tentera Jepang, Sekutu dan kemudian<br />

sekali tentera Belanda.<br />

Kodera tidak bersikap keras terhadap A. Hasjmy. Kelembutan dan<br />

ketenangannya dalam menyelesaikan berbagai masalah, termasuk masalah<br />

gawat "tuan besar" itu sendiri, telah menaruh rasa hormat Kodera kepadanya.<br />

Ketika Jepang ini terpelanting ke lantai di ruangan redaksi karena<br />

didorong dan terhimpit meja Ibenu Rasyid, A. Hasjmy juga yang<br />

menyelesaikannya. Dihiburnya Kodera dengan bijaksana dan diredamkannya<br />

kemarahan sejawatnya sendiri, Teungku Ibenu itu, dengan kata-kata<br />

yang berwibawa.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!