ACEH_03291

ACEH_03291 ACEH_03291

02.06.2013 Views

160 Drs. H. Athaillah Abu Lam-U nesia. Terbentuklah berbagai-bagai lasykar rakyat di seluruh tanah air, yang dengan persenjataan yang minim hasil rampasan dari Jepang, dan persenjataan tradisional masing-masing berusaha sekuat tenaga melawan kehadiran penjajah kembali ke bumi Indonesia tercinta. A. Hasjmy yang memimpin Pesindo mendirikan lasykar rakyat bersama-sama dengan teman-teman seperjuangannya yang bernama Divisi Rencong. Bersama dengan divisidivisi lainnya seperti Divisi Gajah, Divisi Teungku Chik Payabakong, dan Divisi Teungku Chik Di Tiro digerakkanlah perjuangan mempertahankan Republik Indonesia khususnya Daerah Aceh dari penjajah yang ingin berkuasa kembali. Demikianlah sekelumit sejarah perjuangan A. Hasjmy, yang sesungguhnya lebih banyak lagi yang tidak disebutkan di sini, sehingga beliau berhak pula menyandang bintang penghargaan atas jasa beliau sebagai veteran pejuang Republik Indonesia yang telah dianugerahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Setelah perjuangan fisik untuk mempertahankan kemerdekaan dari penjajah Belanda selesai, Aceh tidak pernah diinjak lagi oleh penjajah Belanda. Bahkan Aceh merupakan daerah yang ikut memodali perjuangan kemerdekaan bangsa dengan menyumbangkan pesawat terbang pertama Dakota kepada Republik ini. Dengan pesawat terbang ini Republik Indonesia mampu memperlancar diplomasinya ke luar negeri dan mengusahakan biaya untuk perjuangan di luar negeri. Pesawat Dakota ini pula yang menjadi cikal bakal armada Garuda Indonesia yang begitu megah sekarang ini. Dalam masa permulaan kemerdekaan, Daerah Aceh diwarnai oleh pelbagai pertentangan pendapat sehingga terjadi berbagai konflik antara kaum ulama dan kaum uleebalang yang lazim dikenal dengan revolusi sosial. Setelah ini reda terjadi lagi perbedaan paham antara beberapa pemimpin Aceh dengan Pemerintah Pusat sehingga timbul suatu pergolakan yang dinamakan dengan Pemberontakan DI/TII. Pergolakan ini menimbulkan banyak korban jiwa maupun harta benda. Sarana dan prasarana perhubungan rusak berat, laju perdagangan dan perekonomian mandek, pendidikan tertinggal, dan prasarana dan sarana kesejahteraan rakyat lainnya terhambat pembangunannya. Dengan berbagai usaha pendekatan yang dilakukan oleh para penguasa pada waktu itu, akhirnya tercapai suatu kesepakatan antara Pemerintah dan pimpinah DI/TII (Teungku Muhammad Daud Beureueh) untuk mengakhiri aksi menentang pemerintah ini. A. Hasjmy yang pada waktu itu (1957) telah menjadi Gubernur Aceh bersama-sama dengan Panglima Kodam I/Iskandar-

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 161 muda dan Kepala Kepolisian Aceh menandatangani "Ikrar Lamteh" dengan wakil-wakil dari pimpinan DI/TII. Ikrar Lamteh ini pada dasarnya berisi suatu tekad untuk menciptakan suasana damai dan kerukunan dalam masyarakat Aceh, sehingga pembangunan di segala bidang dapat berjalan lancar kembali. Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesia dapat terpelihara kembali dengan baik. Pada tahun 1959 Pemerintah Pusat mengeluarkan suatu keputusan yang amat penting bagi Daerah Aceh dan menghasilkan suatu momentum yang mendasar bagi pembangunan fisik dan spiritual di Aceh pada masamasa selanjutnya. Daerah Aceh dinyatakan sebagai suatu Daerah Istimewa yang memiliki otonomi yang luas di bidang agama, peradatan, dan pendidikan melalui Surat Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. I/Missi/1959 yang mulai berlaku pada tanggal 26 Mei 1959. Suatu hal lain yang yang sangat mengagumkan dan memberi kesan yang dalam tentang luas dan jauhnya pandangan Bapak A. Hasjmy adalah dalam meletakkan batu dasar yang kokoh bagi kesejahteraan rakyat Aceh di masa depan. Dasar yang kokoh dan strategis tersebut adalah pembinaan sumber daya manusia melalui pendidikan. Dalam masa peralihan Daerah Aceh dari darul harb ke darussalam, di mana hampir semua sarana dan prasarana untuk kesejahteraan hidup masyarakat dalam keadaan rusak parah, kebanyakan orang berpikir dan berupaya agar dalam waktu singkat sarana dan prasarana tersebut dapat diperbaiki, sehingga kehidupan ekonomi, perdagangan, pertanian, dan lain-lain menjadi pulih kembali. Langkah tersebut memang benar dan tepat, namun apabila perbaikan ini telah terlaksana siapa yang akan menikmati, memanfaatkan dan meneruskannya lagi bila rakyat Aceh tidak memiliki pendidikan dan kemampuan yang cukup untuk mengembangkannya. Sedangkan kekayaan potensial harus digali dan dikembangkan bagi kepentingan masyarakat dan bangsa. Aceh memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan terampil dalam jumlah dan jenis profesi yang banyak. Hal ini hanya mungkin dicapai melalui pendidikan, dan lembaga-lembaga pendidikan itu harus ada di Aceh sehingga mudah dijangkau oleh putra-putri Aceh yang pada waktu itu taraf kemampuan ekonominya masih rendah.

160 Drs. H. Athaillah Abu Lam-U<br />

nesia. Terbentuklah berbagai-bagai lasykar rakyat di seluruh tanah air, yang<br />

dengan persenjataan yang minim hasil rampasan dari Jepang, dan persenjataan<br />

tradisional masing-masing berusaha sekuat tenaga melawan kehadiran<br />

penjajah kembali ke bumi Indonesia tercinta. A. Hasjmy yang memimpin<br />

Pesindo mendirikan lasykar rakyat bersama-sama dengan teman-teman<br />

seperjuangannya yang bernama Divisi Rencong. Bersama dengan divisidivisi<br />

lainnya seperti Divisi Gajah, Divisi Teungku Chik Payabakong, dan<br />

Divisi Teungku Chik Di Tiro digerakkanlah perjuangan mempertahankan<br />

Republik Indonesia khususnya Daerah Aceh dari penjajah yang ingin<br />

berkuasa kembali.<br />

Demikianlah sekelumit sejarah perjuangan A. Hasjmy, yang<br />

sesungguhnya lebih banyak lagi yang tidak disebutkan di sini, sehingga<br />

beliau berhak pula menyandang bintang penghargaan atas jasa beliau sebagai<br />

veteran pejuang Republik Indonesia yang telah dianugerahkan oleh Pemerintah<br />

Republik Indonesia.<br />

Setelah perjuangan fisik untuk mempertahankan kemerdekaan dari<br />

penjajah Belanda selesai, Aceh tidak pernah diinjak lagi oleh penjajah<br />

Belanda. Bahkan Aceh merupakan daerah yang ikut memodali perjuangan<br />

kemerdekaan bangsa dengan menyumbangkan pesawat terbang pertama<br />

Dakota kepada Republik ini. Dengan pesawat terbang ini Republik Indonesia<br />

mampu memperlancar diplomasinya ke luar negeri dan mengusahakan biaya<br />

untuk perjuangan di luar negeri. Pesawat Dakota ini pula yang menjadi cikal<br />

bakal armada Garuda Indonesia yang begitu megah sekarang ini.<br />

Dalam masa permulaan kemerdekaan, Daerah Aceh diwarnai oleh<br />

pelbagai pertentangan pendapat sehingga terjadi berbagai konflik antara<br />

kaum ulama dan kaum uleebalang yang lazim dikenal dengan revolusi sosial.<br />

Setelah ini reda terjadi lagi perbedaan paham antara beberapa pemimpin<br />

Aceh dengan Pemerintah Pusat sehingga timbul suatu pergolakan yang<br />

dinamakan dengan Pemberontakan DI/TII. Pergolakan ini menimbulkan<br />

banyak korban jiwa maupun harta benda. Sarana dan prasarana perhubungan<br />

rusak berat, laju perdagangan dan perekonomian mandek, pendidikan tertinggal,<br />

dan prasarana dan sarana kesejahteraan rakyat lainnya terhambat<br />

pembangunannya.<br />

Dengan berbagai usaha pendekatan yang dilakukan oleh para penguasa<br />

pada waktu itu, akhirnya tercapai suatu kesepakatan antara Pemerintah dan<br />

pimpinah DI/TII (Teungku Muhammad Daud Beureueh) untuk mengakhiri<br />

aksi menentang pemerintah ini. A. Hasjmy yang pada waktu itu (1957) telah<br />

menjadi Gubernur Aceh bersama-sama dengan Panglima Kodam I/Iskandar-

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!