02.06.2013 Views

ACEH_03291

ACEH_03291

ACEH_03291

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 151<br />

tama kali saya dengar. Setelah kemudian kami bersama-sama di IALN<br />

"Ar-Raniry" dan di Majelis Ulama, keadaan yang sama berulang terus.<br />

Kelakar saya bahkan kalah di hadapannya.<br />

Kesan lainnya yang cukup menarik adalah kecerdasan A. Hasjmy<br />

dalam bergurau. Yang saya maksud dengan bergurau itu di sini adalah saling<br />

berbalas kata/ungkapan, disertai dengan upaya saling mengalahkan, tetapi<br />

selalu dalam kondisi yang sesuai dan suasana yang menyenangkan. Belum<br />

ada saya dengar gurau yang tidak terjawab oleh A. Hasjmy. Dan sepanjang<br />

saya ketahui, ia belum pemah kalah. Ia selalu menang (mungkin juga, karena<br />

dihormati, dimenangkan) dan lawannya kalah, tetapi tetap senang dan<br />

menyenangkan. Kecerdasannya dalam hal itu telah mendorong saya untuk<br />

turut mencoba.<br />

Ceritanya begini:<br />

Setiap kali musim lebaran, fitrah atau haji, kami dari Darussalam selalu<br />

berkunjung kepada Pak Hasjmy untuk berlebaran dan mohon maaf lahir dan<br />

batin. Pada suatu lebaran fitrah, kami bersama Rektor IAIN (waktu itu:<br />

Ahmad Daudy, MA) berkunjung ke rumah Pak Hasjmy di Jalan Mata Ie,<br />

Banda Aceh. Saya dengan sengaja, setelah turun dari mobil, bergegas mendekati<br />

pintu rumahnya dengan maksud memancing untuk bergurau. Di pintu<br />

rumahnya saya mengucap salam dengan suara yang dibesarkan untuk<br />

menarik perhatian. Ia menjawabnya dengan baik, tetapi tampak ia sudah<br />

tanggap akan situasi. Saya segera berkata : "Yang berjalan di depan adalah<br />

orang besar, kira-kira jenderal. Yang berjalan di belakang orang-orang kecil,<br />

kira-kira prajurit". Ia dengan spontan menanggapi: "Dalam keadaan<br />

sekarang, boleh jadilah. Tetapi dalam perang, prajuriüah di depan. Jenderal<br />

yang tukang atur tentu di belakang". Saya ketawa dan gembira, berikut<br />

teman-teman yang kebetulan sedang ramai di rumahnya.<br />

Burung Elang Rajawali<br />

Dalam kunjungannya yang pertama ke Aceh, Soekarno (Presiden RI<br />

yang pertama), mengucapkan pidatonya yang berapi-api di dalam gedung<br />

bioskop Bireuen, Aceh Utara (waktu itu saya masih belajar di SMI Bireuen).<br />

Di antara isi pidatonya yang menarik diungkap di sini adalah:<br />

Gantungkan cita-citamu setinggi bintang di langit. Jadilah kamu orang besar.<br />

Orang besar itu laksana burung elang rajawali yang terbang tinggi di angkasa.<br />

Ia tidak melihat yang kecil-kecil seperti belalang dan cacing. Ia melihat yang<br />

besar-besar, mengerjakan yang besar-besar, menghasilkan yang besar-besar.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!