ACEH_03291

ACEH_03291 ACEH_03291

02.06.2013 Views

Rachmawati Soekarno "Aku Serdadumu" Kendati terpisah oleh jarak yang jauh dan perbedaan usia yang cukup senjang, akan tetapi sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP), saya sudah mengenai nama Ali Hasjmy melalui sajaknya yang berjudul "AKU SERDADUMU, UNTUK BUNG KARNO". Tidak terbayangkan oleh saya, bahwa satu ketika di tahun 1961 selagi saya di SMP itu, saya membaca sebuah sajak yang ditulis oleh seorang sastrawan dari Angkatan Pujangga Baru, yang juga adalah seorang tokoh pejuang dari daerah yang paling ujung di Sumatra. Tidak saja karena sajak itu menghubungkan dengan nama Soekarno, akan tetapi semangat sajak itu yang membangkitkan elan perjuangan, turut membakar jiwa saya mencintai tanah air, mencintai kemerdekaan, mencintai rakyat, mencintai keadilan. Sastrawan itu adalah Bapak Ali Hasjmy, dan sajaknya ditulis masih di tahun 1945. Berselang dua atau tiga tahun kemudian, sayajuga sangat terkesan oleh adanya seruan dan usulan dari berbagai kalangan untuk menetapkan Bung Karno sebagai presiden seumur hidup. Seingat saya, usulan pertama adalah datangnya dari Aceh, yang diajukan oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh, yang pada saat itu dijabat oleh Bapak Ali Hasjmy. Bahwa ada organisasi atau kalangan lain yang mengusulkan Bung Karno menjadi presiden seumur hidup, namun nama Ali Hasjmy adalah —menurut ingatan saya— paling berkesan. Bila sayakenang kembali bagaimana Bapak Ali Hasjmy di tahun 1963, menjadi orang pertama yang mengajukan Bung Karno menjadi presiden seumur hidup, sementara di daerah Aceh masih ada kelompok tertentu yang bersikap anti Republik Indonesia, juga termasuk anti terhadap Bung Karno, maka sebenarnya sikap Bapak Ali Hasjmy itu sangat riskan. Akan tetapi saya yakin, bahwa sikap Bapak Ali Hasjmy seperti itu muncul dari kesadaran beliau tentang Tiga Kerangka Tujuan Revolusi Indonesia di mana beliau 138

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 139 sendiri sejak awal sudah berasa di dalamnya. Sebagai pendukung dari kerangka revolusi itu, di mana kerangka pertama adalah "Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Berdaulat", amat wajar bila sikap mendasar ini termanifestasikan ke bentuk taktis, sesuai dengan kebutuhan revolusi pada saat itu, khususnya di wilayah Aceh. Demi mempertahankan kesatuan Republik Indonesia, maka Bapak Ali Hasjmy dengan bijaksana mengajak seluruh kekuatan sosial politik yang ada di Aceh tetap bersatu padu di bawah Bendera Revolusi 17 Agustus 1945 dengan falsafah Pancasila. Sikap seperti yang diambil Bapak Ali Hasjmy di sekitar tahun 1960-an itu yang menempuh resiko berat, namun lebih mengutamakan persatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, bisa saya pahami, setelah saya mengenai keterlibatan beliau, yang sejak pra-proklamasi telah menerjunkan diri ke pergerakan kemerdekaan. Kemudian lagi, dari apa yang beliau tulis dalam puisi patriotiknya, dua puluh hari setelah proklamasi dikumandangkan Bung Karno, seperti antara lain bunyinya: BUNG KARNO Beri komando, aku serdadumu! Puisi ini membuktikan betapa kentalnya jiwa dan semangatnya Bapak Ali Hasjmy membela dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dan seperti tulisan T. A. Talsya dalam Sejarah Perjuangan Kemerdekaan diAceh, Bapak Ali Hasjmy sejak 21 Agustus 1945, selaku Pemimpin Redaksi Atjeh Sinbun, sudah menggerakkan perjuangan kemerdekaan di wilayah Aceh, bahkan beliau yang pertama-tama memimpin Dcatan Pemuda Indonesia (IPI) di Aceh. Sebagai sesama patriot, pejuang yang mencintai tanah air, mencintai kemerdekaan dan keadilan sosial dalam susunan dunia yang tertib dan damai, maka saya tidak heran, walau terentang pada jarak usia empat puluh tahun antara saya dan Bapak Ali Hasjmy, namun terdapat persamaan kesimpulan terhadap hal-hal yang substansial. Atas hal-hal yang substansial itulah, maka pada tahun 1991 lalu Bapak Ali Hasjmy hadir sebagai Ketua Panitia Peringatan Ulang Tahun Yayasan Pendidikan Soekarno ke-10 di Jakarta. Dalam ulang tahun itu, pesan Bapak Ali Hasjmy yang membenangmerahi hubungan kami sesama patriot antara lain seperti ungkapan beliau: "Dengan demikian Yayasan Pendidikan Soekarno mempunyai pengertian yang sangat luas, karena ia adalah alat pelaksana cita-cita perjuangan".

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 139<br />

sendiri sejak awal sudah berasa di dalamnya. Sebagai pendukung dari<br />

kerangka revolusi itu, di mana kerangka pertama adalah "Negara Kesatuan<br />

Republik Indonesia yang Berdaulat", amat wajar bila sikap mendasar ini<br />

termanifestasikan ke bentuk taktis, sesuai dengan kebutuhan revolusi pada<br />

saat itu, khususnya di wilayah Aceh. Demi mempertahankan kesatuan<br />

Republik Indonesia, maka Bapak Ali Hasjmy dengan bijaksana mengajak<br />

seluruh kekuatan sosial politik yang ada di Aceh tetap bersatu padu di bawah<br />

Bendera Revolusi 17 Agustus 1945 dengan falsafah Pancasila.<br />

Sikap seperti yang diambil Bapak Ali Hasjmy di sekitar tahun 1960-an<br />

itu yang menempuh resiko berat, namun lebih mengutamakan persatuan<br />

bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, bisa saya pahami,<br />

setelah saya mengenai keterlibatan beliau, yang sejak pra-proklamasi telah<br />

menerjunkan diri ke pergerakan kemerdekaan. Kemudian lagi, dari apa yang<br />

beliau tulis dalam puisi patriotiknya, dua puluh hari setelah proklamasi<br />

dikumandangkan Bung Karno, seperti antara lain bunyinya:<br />

BUNG KARNO<br />

Beri komando, aku serdadumu!<br />

Puisi ini membuktikan betapa kentalnya jiwa dan semangatnya Bapak Ali<br />

Hasjmy membela dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dan seperti<br />

tulisan T. A. Talsya dalam Sejarah Perjuangan Kemerdekaan diAceh, Bapak<br />

Ali Hasjmy sejak 21 Agustus 1945, selaku Pemimpin Redaksi Atjeh Sinbun,<br />

sudah menggerakkan perjuangan kemerdekaan di wilayah Aceh, bahkan<br />

beliau yang pertama-tama memimpin Dcatan Pemuda Indonesia (IPI) di<br />

Aceh.<br />

Sebagai sesama patriot, pejuang yang mencintai tanah air, mencintai<br />

kemerdekaan dan keadilan sosial dalam susunan dunia yang tertib dan damai,<br />

maka saya tidak heran, walau terentang pada jarak usia empat puluh tahun<br />

antara saya dan Bapak Ali Hasjmy, namun terdapat persamaan kesimpulan<br />

terhadap hal-hal yang substansial. Atas hal-hal yang substansial itulah, maka<br />

pada tahun 1991 lalu Bapak Ali Hasjmy hadir sebagai Ketua Panitia Peringatan<br />

Ulang Tahun Yayasan Pendidikan Soekarno ke-10 di Jakarta.<br />

Dalam ulang tahun itu, pesan Bapak Ali Hasjmy yang membenangmerahi<br />

hubungan kami sesama patriot antara lain seperti ungkapan beliau:<br />

"Dengan demikian Yayasan Pendidikan Soekarno mempunyai pengertian<br />

yang sangat luas, karena ia adalah alat pelaksana cita-cita perjuangan".

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!