02.06.2013 Views

ACEH_03291

ACEH_03291

ACEH_03291

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

128 Dr. Siti Zainon Ismail<br />

itu. Melalui Tan Sri Prof. Ismail Hussein saya terima surat salinan Prof. Ali<br />

Hasjmy, tentang kesediaannya melakukan ucapan pengislaman Harry Aveling.<br />

Harry berangkat dari Melbourne—Jakarta—Banda Aceh. Saya<br />

berangkat dari Kuala Lumpur—Medan—Banda Aceh.<br />

Penerbangan Garuda (GA34) memakan waktu hampir satu jam dari<br />

Medan ke Lapangan Terbang Blang Bintang (11.50-12.50 tengah hari). Di<br />

lapangan terbang telah menunggu Prof. Ali Hasjmy dan Pak Talsya. Keduaduanya<br />

adalah tokoh yang telah lama saya kenali. Selain selaku Ahli Majelis<br />

Ulama Aceh, mereka adalah budayawan yang tidak asing lagi khususnya<br />

dalam bidang penulisan ilmu sejarah dan kebudayaan. Senarai buku Prof. Ali<br />

Hasjmy turut menjadi bahan rujukan sarjana baik dalam atau pun luar negeri.<br />

Ini ditambah lagi dengan pengalamannya sebagai Gabnor, pernah dipenjara<br />

dalam zaman pemerintahan Belanda dan sekarang sedang merapikan<br />

himpunan buku-buku dan budaya benda untuk museum pribadinya. Dan<br />

pertemuan pun berlangsung sebagai ahli keluarga juga. Harry Aveling sendiri<br />

adalah sarjana Melayu-Indonesiayang tidak asing di Aceh. Berita keinginannya<br />

memeluk agama Islam begitu cepat tersebar. Sumbernya tentu saja<br />

datang dari Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA), yang juga<br />

diketuai oleh Prof. Ali Hasjmy. Sejak hari pertama (29 Januari 1989), Harry<br />

terus didatangi wartawan. Turut ditemui juga oleh Dr. Abdullah dari Universiti<br />

Madinah, yang kebetulan berada di Banda Aceh.<br />

"Kenapa memilih Aceh?" Itu soal langsung dari pada wartawan.<br />

Terus terang, sebagai sarjana sastra dan sejarawan, Harry telah lama<br />

"tersentuh" dengan puisi dan ciri-ciri keislaman. Siapa pun tidak dapat<br />

melenyapkan begitu saja tentang kehebatan masa lalu Aceh. Nama Pasai<br />

Perlak dicatat oleh Marco Polo, I Ching sebagai pusat Islam pertama di<br />

Nusantara. Mengikut H.C. Zentgraaf, Aceh adalah Negeri Ulama. Ulamanya<br />

juga adalah pahlawan dan pejuang menolak kedatangan manusia kafir.<br />

Senarai panjang para ulama tidak dapat memadamkan nama-nama seperti<br />

Sheikh Hamzah Fansuri, Shamsuddin AS Samatharani, Nuruddin Ar-<br />

Raniry,Abdul Rauf Ali Al-Fansury (Syiah Kuala). Nama Teungku Chik Di<br />

Tiro, Muhammad Pante Kulu (sebagai penulis syair "Perang Sabil"), dikaitkan<br />

sebagai pahlawan kebangsaan. Sejak abad ke-13, Aceh sudah terkenal<br />

sebagai pusat ilmu, dengan pusat pengajian tinggi di Dayah atau Meunasah.<br />

Malah tokoh-tokoh ilmuwannya berlayar ulang alik ke India, Mekkah, Parsi,<br />

dan Turki.<br />

Baik Snouck atau Zentgraaf, kedua-dua penulis ini menyebut tentang<br />

kehebatan wanita-wanita Aceh. Wanita-wanitanya diangkat menjadi ratu

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!