ACEH_03291
ACEH_03291 ACEH_03291
106 Nurdin Abdul Rachman mungkin apabila dalam diri figur tersebut terdapat sifat "pemikir", bukan semata sifat "birokrat" dan "priayi", seperti banyak terdapat di kalangan pemimpin Aceh dan Indonesia masa kini. Adanya kemampuan menemukan dan menciptakan suatu issue central, dalam upaya mempersatukan kembali masyarakat yang berpecah dan bertanda dalam tekanan berat fisik dan psikis (dalam situasi darul harb) dan mulai memasuki era baru {darussalam) —sebagaimana telah disinggung di atas— merupakan hal yang amat penting. Bagi seorang pemimpin, kemampuan menciptakan issue central merupakan indikator dalam mengukur ketajaman "daya nalarnya". Membangun sebuah kampus tempat mendidik generasi muda dan mencetak kader-kader bangsa, bukanlah hal yang mudah karena memerlukan kerja keras dan dedikasi yang tinggi ditambah lagi tidak tersedianya dana yang memadai. Dalam hubungan ini jalan pikiran A. Hasjmy sangat sederhana — sebagaimana pernah dikemukakan pada penulis— yaitu: "Jangan takut untuk memulai sesuatu karena khawatir akan gagal. Kegagalan sebenarnya adalah ketika kita takut melaksanakan gagasan-gagasan, padahal sebenarnya gagasan itu sangat menjadi dambaan masyarakat. Kalau suatu gagasan dapat membawa manfaat untuk masyarakat, biasanya banyak orang akan membantu, dan oleh sebab itu akan ada saja orang lain yang akan meneruskan gagasan tersebut. Yang penting mulai dan laksanakan!" Ketiga, mempunyai kemampuan dalam mengantisipasi ke masa depan. Mungkin tidak banyak orang yang pernah merenungkan, bagaimana "wajah" Aceh sekarang, seandainya Kampus Darussalam tidak ada. Sekarang ini —setelah 32 tahun berlalu— lulusan Darussalam telah memegang peranan besar hampir dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Aceh (dalam bidang politik, birokrasi, pemerintahan, ekonomi, dan lain-lain). Mungkin tidak banyak pula yang berpikir, betapa posisi-posisi strategis dalam masyarakat Aceh "terpaksa" akan ditempati "orang luar" dengan segala dampaknya terhadap situasi sosial (dan juga politik). Keempat, adanya kepedulian yang tinggi terhadap kepentingan masyarakat banyak. Kita menyaksikan betapa banyak "tokoh" setelah menduduki jabatan tertentu menjadi "asyik" (dalam bahasa Aceh diistilahkan sebagai "dok") dengan jabatannya itu, sehingga apa yang ada dalam benaknya adalah bagaimana menikmati kedudukannya dan kalau mungkin memperkaya dirinya mumpung masih ada kesempatan.
Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 107 Dengan kata lain, banyak tokoh setelah menduduki jabatan tertentu, berperilaku sebagai "tuan" terhadap rakyatnya dan kalau ada masalahmasalah justru cenderung menyalahkan masyarakat, bukannya melindungi mereka. Suatu sikap yang merupakan warisan kaum priayi yang menganggap dan memperlakukan rakyatnya tidak lebih sebagai "kuala" (manusia setengah budak). IV Apabila kita mengamati perilaku politik A. Hasjmy sebagai figur politik, nampaknya beliau lebih condong sebagai penganut "aliran moderat". Nampaknya beliau lebih menyukai perubahan sosial yang bersifat gradual, dan kurang berkenan dengan aksi-aksi yang berbau kekerasan, apalagi yang mengorbankan jiwa manusia. Mungkin hal ini dipengaruhi oleh sifat beliau sebagai seorang budayawan, yang biasanya mempunyai jiwa sensitif dan tidak tega melihat penderitaan orang lain. Mungkin dari segi ini pula kita akan dapat memahami mengapa beliau "tidak ikut serta" dalam perjuangan berdarah mengembalikan otonomi Aceh di tahun 1953. Apabila sebagai figur politik banyak tindakan-tindakan A. Hasjmy kurang dapat dimengerti, maka sebagai seorang budayawan terdapat pula pemikiran yang sampai sekarang masih menjadi perdebatan di kalangan intelektual. Perbedaan pendapat yang sering muncul adalah tentang sajak beliau yang terkenal yang berjudul "Aku Serdadumu" Sajak tersebut berisi pernyataan A. Hasjmy yang dengan tegas menyatakan dirinya sebagai "serdadu" Soekarno yang bersedia mengikuti apa saja komando yang dibuat Soekarno. Menurut pandangan penulis pandangan sinis yang ditujukan terhadap beliau seolah beliau adalah seorang "Soekarnois" sungguh tidak beralasan. Karena, siapakah pada waktu itu yang tidak menjadi pengikut setia Soekarno? Pada waktu itu hanya orang-orang yang anti kemerdekaan saja —yang berarti pro Belanda— yang tidak setuju dengan pandangan Soekarno tentang kemerdekaan. Dengan kata lain sebagian besar pemimpin dan rakyat Indonesia adalah juga "serdadu"-nya Bung Karno.
- Page 80 and 81: 56 Hardi, S.H. Setelah mempelajari
- Page 82 and 83: 58 Hardi, S.H. Adapun dialog antara
- Page 84 and 85: 60 Hardi, S.H. Singkatnya, pada har
- Page 86 and 87: 62 Hardi, S.H. Menteri Penerangan:
- Page 88 and 89: 64 Hardi, S.H. Sebaliknya, berkat b
- Page 90 and 91: 66 Hardi, S.H. Jika Dewan Revolusi
- Page 92 and 93: 68 Hardi, S.H. Demikian itulah kisa
- Page 94 and 95: Prof. Dr. Baharuddin Lopa, S.H. Men
- Page 96 and 97: Bismar Siregar, S.H. Profil Umat da
- Page 98 and 99: 74 Bismar Siregar, S.H. puasa walau
- Page 100 and 101: 76 Bismar Siregar, S.H Demikianlah
- Page 102 and 103: 78 Drs. Marzuki Nyakman selesaikan
- Page 104 and 105: 80 Drs. Marzuki Nyakman Saya dapat
- Page 106 and 107: 82 Drs. Marzuki Nyakman Dies Natali
- Page 108 and 109: 84 Drs. Marzuki Nyakman Dalam upaya
- Page 110 and 111: 86 Drs. Marzuki Nyakmar Merubah Nam
- Page 112 and 113: Dr. Abu Hassan Sham Pengamat Sastra
- Page 114 and 115: 90 Dr. Abu Hassan Sham murid dan pe
- Page 116 and 117: 92 Dr. Abu Hassan Sham dan di beber
- Page 118 and 119: 94 Dr. Abu Hassan Sham taris Negara
- Page 121 and 122: Nurdin Abdul Rachman A. Hasjmy, Sal
- Page 123 and 124: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 99 ya
- Page 125 and 126: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 101 P
- Page 127 and 128: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 103 t
- Page 129: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 105 s
- Page 133 and 134: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 109 H
- Page 135 and 136: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 111 m
- Page 137 and 138: Asnawi Hasjmy, S.H. Dia Abangku-Aya
- Page 139 and 140: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 115 "
- Page 141 and 142: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 117 C
- Page 143 and 144: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 119 d
- Page 145 and 146: Dr. H. Alibasyah Amin, M.A. Ah' Has
- Page 147 and 148: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 123 a
- Page 149: Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 125 P
- Page 152 and 153: 128 Dr. Siti Zainon Ismail itu. Mel
- Page 154 and 155: 130 Dr. Siti Zainon Ismail "Apa bol
- Page 156 and 157: 132 Dr. Siti Zainon Ismail dimusnah
- Page 158 and 159: 134 Dr. Siti Zainon Ismail Telah Ka
- Page 160 and 161: 136 H.S. Syamsuri Meitoyoso Ketika
- Page 162 and 163: Rachmawati Soekarno "Aku Serdadumu"
- Page 164 and 165: 140 Rachmawati Soekarno Oleh karena
- Page 166 and 167: 142 dr. Robby Tandiari, FICS Beliau
- Page 168 and 169: 144 dr. Robby Tandiari, FICS Walaup
- Page 170 and 171: 146 Dr. Baihaqi, A.K. tumbuh kata r
- Page 172 and 173: 148 Dr. Baihaqi, A.K. meningkat men
- Page 174 and 175: 150 Dr. Baihaqi, A.K. di kerongkong
- Page 176 and 177: 152 Dr. Baihaqi, A.K. Yang kecil-ke
- Page 178 and 179: 154 Dr. Baihaqi, A.K. meskipun jebo
Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 107<br />
Dengan kata lain, banyak tokoh setelah menduduki jabatan tertentu,<br />
berperilaku sebagai "tuan" terhadap rakyatnya dan kalau ada masalahmasalah<br />
justru cenderung menyalahkan masyarakat, bukannya melindungi<br />
mereka. Suatu sikap yang merupakan warisan kaum priayi yang menganggap<br />
dan memperlakukan rakyatnya tidak lebih sebagai "kuala" (manusia setengah<br />
budak).<br />
IV<br />
Apabila kita mengamati perilaku politik A. Hasjmy sebagai figur politik,<br />
nampaknya beliau lebih condong sebagai penganut "aliran moderat".<br />
Nampaknya beliau lebih menyukai perubahan sosial yang bersifat gradual,<br />
dan kurang berkenan dengan aksi-aksi yang berbau kekerasan, apalagi yang<br />
mengorbankan jiwa manusia.<br />
Mungkin hal ini dipengaruhi oleh sifat beliau sebagai seorang budayawan,<br />
yang biasanya mempunyai jiwa sensitif dan tidak tega melihat<br />
penderitaan orang lain. Mungkin dari segi ini pula kita akan dapat memahami<br />
mengapa beliau "tidak ikut serta" dalam perjuangan berdarah mengembalikan<br />
otonomi Aceh di tahun 1953.<br />
Apabila sebagai figur politik banyak tindakan-tindakan A. Hasjmy<br />
kurang dapat dimengerti, maka sebagai seorang budayawan terdapat pula<br />
pemikiran yang sampai sekarang masih menjadi perdebatan di kalangan<br />
intelektual.<br />
Perbedaan pendapat yang sering muncul adalah tentang sajak beliau<br />
yang terkenal yang berjudul "Aku Serdadumu" Sajak tersebut berisi<br />
pernyataan A. Hasjmy yang dengan tegas menyatakan dirinya sebagai "serdadu"<br />
Soekarno yang bersedia mengikuti apa saja komando yang dibuat<br />
Soekarno.<br />
Menurut pandangan penulis pandangan sinis yang ditujukan terhadap<br />
beliau seolah beliau adalah seorang "Soekarnois" sungguh tidak beralasan.<br />
Karena, siapakah pada waktu itu yang tidak menjadi pengikut setia Soekarno?<br />
Pada waktu itu hanya orang-orang yang anti kemerdekaan saja —yang<br />
berarti pro Belanda— yang tidak setuju dengan pandangan Soekarno tentang<br />
kemerdekaan. Dengan kata lain sebagian besar pemimpin dan rakyat Indonesia<br />
adalah juga "serdadu"-nya Bung Karno.