ACEH_03291

ACEH_03291 ACEH_03291

02.06.2013 Views

100 Nurdin Abdul Rachman Berangkat dari uraian singkat di atas, maka dari sisi mana kita mulai menulis figur A. Hasjmy? Sebagaimana telah disinggung di atas hal tersebut tidak mudah. Oleh sebab itu artikel ini —dengan demikian — pastilah tidak akan sempurna dan akan penuh dengan kekurangannya. n Seorang ilmuwan besar abad ini yang bemama Arnold Toynbee dalam salah satu tulisannya mengemukakan sebagai berikut: "Perkembangan suatu masyarakat tertentu berkaitan erat dengan karya kreatif kelompok minoritas (elite) yang harus memikirkan tanggapan dan jawaban yang tepat atas tantangan sosial yang terjadi dalam masyarakatnya pada waktu tertentu; elite tersebut juga harus mampu mendorong masyarakat dalam memilih alternatif tanggapan yang direncanakannya. Apabila fungsi ini tidak dapat lagi dilakukan oleh elite itu, maka masyarakat tersebut akan mengalami kemunduran dan selanjutnya menunggu saat kematiannya". Apa relevansi pernyataan Toynbee yang kami kutip di atas dengan situasi yang dihadapi A. Hasjmy dan pemimpin Aceh lainnya pada tahun lima puluhan? Menurut hernat penulis, elite strategis Aceh (elite ulama, elite cendekiawan, elite militer, elite birokrasi sipil, elite perusahaan, dan elite pemuda), ternyata mampu menjawab dengan tepat persoalan-persoalan pokok dan tantangan-tantangan sosial masyarakat Aceh pada waktu itu. Dengan kata lain, elite dominan yang terdapat dalam masyarakat pada waktu itu mampu "membaca tanda-tanda zaman", (suatu istilah yang amat sering dikemukakan para pemimpin Indonesia sekarang ini), yaitu mencari alternatif jawaban untuk memecahkan berbagai masalah pokok dari sekian banyak masalah yang dihadapi rakyat Aceh pada waktu itu. Masalah-masalah mendasar yang memerlukan pemecahannya antara lain adalah: Pertama, bagaimana mengindentifikasi persoalan-persoalan pokok yang dihadapi masyarakat Aceh pada waktu itu? Kedua, ke mana rakyat Aceh akan dibawa setelah dalam waktu yang lama berada dalam kondisi darul harbl Kondisi masyarakat Aceh pada tahun 1950-an lebih kurang dapat digambarkan sebagai berikut:

Delapan Puluh Tahun A. Hasjmy 101 Pertama, masyarakat Aceh berada dalam situasi yang amat memprihatinkan dalam bidang pendidikan umum dan agama. Tidak ada kesempatan bagi generasi muda Aceh untuk memperoleh pendidikan tinggi, kecuali mereka pergi keluar Aceh, yang tentu saja memerlukan biaya yang sangat mahal. Oleh sebab itu, sedikit sekali generasi muda Aceh yang mampu meneruskan pendidikannya di luar daerah. Sementara daerah lain relatif telah sempat mendidik kader-kadernya, etnis Aceh justru banyak kehilangan kader-kader potensial dalam kemelut yang berkepanjangan. Kedua, ketinggalan yang amat parah dalam bidang prasarana fisik dan ekonomi dibandingkan dengan daerah lain yang sempat "menikmati" masa aman yang relatif lebih lama, sehingga secara fisik daerah-daerah itu relatif lebih baik. Sementara banyak daerah lain berada dalam ketentraman dan secara "de facto" menerima kehadiran pemerintah kolonial Belanda, masyarakat Aceh terus berjuang menentangnya. Akibatnya adalah Aceh mengalami ketinggalan yang amat serius dalam bidang pembangunan fisik dan ekonomi. Ketiga, tekanan psikologis yang berat sebagai konsekuensi dari kemelut yang berkepanjangan dalam upaya memperjuangkan "otonomi", yang merupakan masalah "kehormatan" bagi masyarakat Aceh. Semua masalah besar yang dihadapi masyarakat Aceh waktu itu memerlukan suatu jawaban. Tantangan sosial yang dihadapi elite strategis (yang secara formal dipimpin oleh A. Hasjmy dalam kedudukannya sebagai Gubernur), memerlukan suatu pemecahan masalah (problem solving) yang mendasar dan menjangkau jauh ke masa depan. Salah satu alternatif jawaban yang diberikan A. Hasjmy dan kawankawannya terhadap berbagai masalah yang rumit itu, antara lain dengan membangun pusat-pusat pendidikan tinggi dan menengah baik di ibu kota propinsi ataupun di berbagai daerah tingkat dua. Menurut hernat penulis program tersebut paling tidak telah mampu memecahkan sebagian kecil persoalan-persoalan pokok yang dikemukakan di atas, terutama dalam hal bagaimana mempersatukan kembali masyarakat yang berpecah belah, bagaimana meningkatkan mutu manusia Aceh sehingga mampu bersaing dan santeut baho dengan etnis lain di seluruh pelosok tanah air. Demikianlah, elite pemimpin Aceh ternyata mempunyai visi yang luas dan mampu melihat jauh ke depan, sehingga mereka mengetahui apa yang harus dilakukannya dalam menghadapi tantangan-tantangan sosial yang ada.

100 Nurdin Abdul Rachman<br />

Berangkat dari uraian singkat di atas, maka dari sisi mana kita mulai<br />

menulis figur A. Hasjmy? Sebagaimana telah disinggung di atas hal tersebut<br />

tidak mudah. Oleh sebab itu artikel ini —dengan demikian — pastilah tidak<br />

akan sempurna dan akan penuh dengan kekurangannya.<br />

n<br />

Seorang ilmuwan besar abad ini yang bemama Arnold Toynbee dalam salah<br />

satu tulisannya mengemukakan sebagai berikut:<br />

"Perkembangan suatu masyarakat tertentu berkaitan erat dengan karya kreatif<br />

kelompok minoritas (elite) yang harus memikirkan tanggapan dan jawaban<br />

yang tepat atas tantangan sosial yang terjadi dalam masyarakatnya pada waktu<br />

tertentu; elite tersebut juga harus mampu mendorong masyarakat dalam<br />

memilih alternatif tanggapan yang direncanakannya. Apabila fungsi ini tidak<br />

dapat lagi dilakukan oleh elite itu, maka masyarakat tersebut akan mengalami<br />

kemunduran dan selanjutnya menunggu saat kematiannya".<br />

Apa relevansi pernyataan Toynbee yang kami kutip di atas dengan<br />

situasi yang dihadapi A. Hasjmy dan pemimpin Aceh lainnya pada tahun lima<br />

puluhan?<br />

Menurut hernat penulis, elite strategis Aceh (elite ulama, elite<br />

cendekiawan, elite militer, elite birokrasi sipil, elite perusahaan, dan elite<br />

pemuda), ternyata mampu menjawab dengan tepat persoalan-persoalan<br />

pokok dan tantangan-tantangan sosial masyarakat Aceh pada waktu itu.<br />

Dengan kata lain, elite dominan yang terdapat dalam masyarakat pada waktu<br />

itu mampu "membaca tanda-tanda zaman", (suatu istilah yang amat sering<br />

dikemukakan para pemimpin Indonesia sekarang ini), yaitu mencari alternatif<br />

jawaban untuk memecahkan berbagai masalah pokok dari sekian<br />

banyak masalah yang dihadapi rakyat Aceh pada waktu itu.<br />

Masalah-masalah mendasar yang memerlukan pemecahannya antara<br />

lain adalah:<br />

Pertama, bagaimana mengindentifikasi persoalan-persoalan pokok<br />

yang dihadapi masyarakat Aceh pada waktu itu?<br />

Kedua, ke mana rakyat Aceh akan dibawa setelah dalam waktu yang<br />

lama berada dalam kondisi darul harbl<br />

Kondisi masyarakat Aceh pada tahun 1950-an lebih kurang dapat<br />

digambarkan sebagai berikut:

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!