Pendekatan Fenomenologi - Program Pasca Sarjana STAIN Salatiga

Pendekatan Fenomenologi - Program Pasca Sarjana STAIN Salatiga Pendekatan Fenomenologi - Program Pasca Sarjana STAIN Salatiga

ppsstainsalatiga.ac.id
from ppsstainsalatiga.ac.id More from this publisher
02.06.2013 Views

Pendekatan Fenomenologi Ada premis dalam fenomenologi agama bahwa manusia secara fitrah beragama dan fenomena keagamaan sama kompleksnya dengan manusia itu sendiri. Premis ini membawa para sarjana untuk bersimpati dan rendah hati ketika mereka mencoba menjelaskan fenomena keagamaan. Arvind Sharma: “fenomenologi agama adalah suatu metode kajian agama yang ditandai dengan upaya mencari struktur yang mengarisbawahi data keagamaan yang dapat diperbandingkan sehingga tidak menyalahi pemahaman orang-orang beriman itu sendiri”. Bijlefeld: Semua perspektif orang dalam mesti dipertimbangkan tanpa memandang tingkat intelektual mereka. Ia menyebut dua wilayah spesifik Studi Islam yang paling sesuai dengan pendekatan fenomenologi: studi tentang al-Qur’an dan Muhammad. Royster : fenomenolog mesti menghindari nafsu menghegemoni perspektif Muslim. Tujuan fenomenolog ialah memahami kepercayaan semua orang termasuk tafsir yang paling kontroversial di dalam suatu tradisi. Seorang fenomenolog tidak boleh memilih satu tafsir atas tafsir yang lain; Tugas fenomenolog adalah bukan untuk menemukan ”apa yang sebenarnya terjadi” sebagai lawan dari ”apa yang seharusnya terjadi” namun melampaui itu semua, yaitu memahami makna mitos bagi orang beriman.

<strong>Pendekatan</strong> <strong>Fenomenologi</strong><br />

Ada premis dalam fenomenologi agama bahwa manusia secara fitrah<br />

beragama dan fenomena keagamaan sama kompleksnya dengan<br />

manusia itu sendiri. Premis ini membawa para sarjana untuk<br />

bersimpati dan rendah hati ketika mereka mencoba menjelaskan<br />

fenomena keagamaan.<br />

Arvind Sharma: “fenomenologi agama adalah suatu metode kajian<br />

agama yang ditandai dengan upaya mencari struktur yang<br />

mengarisbawahi data keagamaan yang dapat diperbandingkan<br />

sehingga tidak menyalahi pemahaman orang-orang beriman itu<br />

sendiri”.<br />

Bijlefeld: Semua perspektif orang dalam mesti dipertimbangkan tanpa<br />

memandang tingkat intelektual mereka. Ia menyebut dua wilayah<br />

spesifik Studi Islam yang paling sesuai dengan pendekatan<br />

fenomenologi: studi tentang al-Qur’an dan Muhammad.<br />

Royster : fenomenolog mesti menghindari nafsu menghegemoni<br />

perspektif Muslim. Tujuan fenomenolog ialah memahami kepercayaan<br />

semua orang termasuk tafsir yang paling kontroversial di dalam suatu<br />

tradisi. Seorang fenomenolog tidak boleh memilih satu tafsir atas tafsir<br />

yang lain; Tugas fenomenolog adalah bukan untuk menemukan ”apa<br />

yang sebenarnya terjadi” sebagai lawan dari ”apa yang seharusnya<br />

terjadi” namun melampaui itu semua, yaitu memahami makna mitos<br />

bagi orang beriman.


<strong>Fenomenologi</strong> Annemarie Schimmel<br />

Annemarie Schimmel mengorganisir dan menafsirkan fenomena Islam yang tercermin<br />

dalam teks-teks keagamaan dan kehidupan keseharian Muslim melalui tiga tipe<br />

pendekatan fenomenologi.<br />

mengorganisir dan menafsirkan fenomena keagamaan Islam sebagai manifestasi<br />

Numinous.<br />

menemukan struktur Islam sebagai agama yang hidup yang menyediakan makna<br />

bagi kehidupan.<br />

Menggunakan tipologi keagamaan yang plural:<br />

Islam adalah agama pengabdian karena menurut al-Qur’an kita harus<br />

menjadi khalifah-Nya. Abdullah, hamba Allah adalah tingkatan tertinggi yang<br />

dapat dicapai manusia.<br />

Islam juga agama perjanjian karena al-Qur’an menyebutkan perjanjian<br />

primordial antara manusia dan Tuhan. Manusia berjanji untuk mengakui<br />

Tuhan sebagai Pencipta.<br />

Islam adalah ”agama tanpa istirahat” karena dalam Islam, Tuhan sebagai<br />

Tuhan Maha Hidup selalu ”sibuk”. Kaum Muslim harus meniru Tuhan dengan<br />

tujuan agar dekat dengan-Nya.<br />

Islam juga ”agama Kemuliaan dan Rendah Hati”, karena Islam sendiri secara<br />

harfiah berarti berserah diri kepada Yang Maha Mulia yang mengatasi semua<br />

kemuliaan.<br />

Akhirnya Schimmel berpendapat bahwa sejarawan agama-agama mungkin<br />

terkejut melihat bahwa Muslim selalu memandang Islam sebagai “agama<br />

cinta”. Al-Qur’an (3:31) jelas menyatakan bahwa jika orang beriman cinta<br />

Allah, mereka harus mengikuti Nabi karena Allah memandangnya sebagai<br />

kekasih-Nya (Schimmel, 1994: 252-255).


LB: Tasawuf telah berkontribusi atas proyek<br />

Islamisasi dan kehidupan spiritual serta<br />

intelektual Islam, namun ia sering dicurigai dan<br />

dikecam oleh kaum ortodoks;<br />

Inilah yang menimbulkan konflik antara ahli fikih<br />

vs ahli tasawuf; ahli hakikat vs ahli syariat;<br />

penganut ajaran esoterik (bathini) dan ajaran<br />

eksoterik (zahiri); golongan ortodoks vs<br />

heterodoks.<br />

Salah satu tokoh yang sering dikecam ialah Ibnu<br />

`Arabi karena dianggap menganut ajaran<br />

panteisme/monisme (menyamakan Tuhan dengan<br />

alam) melalui doktrin wahdatul wujud.


Doktrin wahdatul wujud Ibn `Arabi telah<br />

menjadi perdebatan panjang antara<br />

pengecam dan pembela paham ini;<br />

Soal inti yang diperdebatkan dalam<br />

wahdatul wujud ialah hubungan ontologis<br />

antara Tuhan dan alam.<br />

Diperlukan studi untuk melihat secara<br />

lebih dekat tentang “fenomena” wahdatul<br />

wujud Ibnu `Arabi agar memperoleh<br />

pemahaman yang tepat.


Epoche: menunda penilaian kita tentang paham<br />

wahdatul wujud Ibnu `Arabi yang hendak kita<br />

pahami; “mengurung” semua teori yang berbicara<br />

tentang wahdatul wujud Ibnu `Arabi agar kita<br />

terbebas dari “prasangka” awal;<br />

Eidetic Vision: peneliti berupaya menangkap<br />

esensi dari ajaran wahdatul wujud Ibnu `Arabi<br />

dengan mengkaji langsung apa yang diajarkan<br />

olehnya;<br />

Struktur fundamental: menemukan dan<br />

mensistematisasi esensi paham wahdatul wujud<br />

Ibnu `Arabi sehingga diperoleh pemahaman yang<br />

utuh mengenai ajarannya.


Struktur Fundamental Wahdatul Wujud Ibnu `Arabi<br />

Metode Ibnu `Arabi: coincidentia oppositorum (huwa la huwa): kontradiksi-kontradiksi<br />

ontologis sebagaimana tampak dalam struktur fundamental ajarannya sebagai berikut:<br />

Wujud dan `Adam; Wujud itu Tuhan (Cahaya), `Adam itu alam (kegelapan); Wujud al-<br />

Muthlaq ialah Tuhan yang mengadakan segala wujud; wujud al-muqayyad sebagai yang<br />

ada karena diadakan Tuhan; al-maddah al-`ula (materi pertama).<br />

Al-Haqq dan al-Khalq; al-Haqq adalah wajibul wujud yaitu Allah; dam al-Khalq ialah<br />

mumkinat yaitu alam, makhluk. Cermin ontologis: al-khalq adalah cermin bagi al-Haqq;<br />

Cermin epistemologis: al-Haqq adalah cermin bagi al-khalq.<br />

Tajalli al-Haqq; penampakkan diri al-Haqq dengan penciptaan alam. تببحأف ايفخم ازنك تنك<br />

ىنوفرع ىبف قلخلا تقلخف فرعا نا<br />

Al-Zahir dan al-Bathin; al-Haqq adalah Yang Tampak dan Yang Tersembunyi (karena al-<br />

Haqq adalah ruh dari segala yang tampak)<br />

Yang Satu dan Yang Banyak; al-Haqq itu esa yang menampakkan diri dalam banyak<br />

bentuk (al-Wahid al-Katsir)<br />

Tanzih dan Tasybih; Tanzih ialah bahwa al-Haqq tidak memiliki hubungan dengan sifatsifat<br />

segala sesuatu yang diciptakan (hadis); Tasybih ialah bahwa alam secara<br />

keseluruhan merupakan lokus penampakkan diri al-Haqq.<br />

Zat dan Nama-nama Tuhan; nama-nama Tuhan yang menuntut tanzih karena hanya<br />

dimiliki oleh Zat Tuhan seperti Maha Kaya, dan Maha Esa; nama-nama Tuhan yang<br />

menuntut tasybih ialah segala sesuatu yang dapat menjadi sifat hamba, seperti Maha<br />

Penyayang, Maha Pengampun.<br />

Al-A`yan al-Tsabitah; entitas-entitas permanen<br />

Al-Insan al-Kamil: manusia yang mampu takhalluq bi akhlaq Allah.


Penelitian yang terkait dengan studi teks atau<br />

kesusasteraan, dan teks kebudayaan beserta<br />

seluruh latar kulturalnya yang didukung oleh<br />

manuskrip atau naskah tertentu;<br />

Tugas filologi ialah menemukan aturan-aturan<br />

historis dan tekstual dalam sekelompok karya<br />

yang saling berhubungan.


NTB dan Lombok merupakan wilayah yang<br />

kaya dengan warisan Islam kuno;<br />

Agak jarang ditemukan kitab-kitab tentang<br />

Islam dalam berbahasa Arab; dan anehnya<br />

Kitab Sittin justru dipegang oleh para tetua<br />

Adat setempat, bukan oleh para Tuan Guru;<br />

Sunan Sudar ialah penulis Kitab Sittin, dan<br />

merupakan pendakwah Islam pada abad 17 M.


Fokus: mengungkap kandungan naskah Kitab<br />

Sittin berkaitan dengan persoalan fikih;<br />

bagaimana hubungan antara norma fikih dan<br />

nilai budaya masyarakat dewasa ini.<br />

Tujuan: menemukan muatan naskah ini dalam<br />

hubungannya dengan masalah fikih Islam;<br />

menggali nilai-nilai adiluhung di dalamnya<br />

dan menemuan relevansinya dengan<br />

kehidupan sekarang.


Penelitian filologi dengan model yang memperlakukan<br />

naskah sebagai naskah tunggal karena belum<br />

ditemukan variasi naskah tersebut;<br />

Deskripsi naskah: tahun publikasi, kode dan nomor<br />

naskah, judul, pengarang, penyalin, tahun penyalinan,<br />

tempat penyimpanan naskah, asal naskah, pemilik,<br />

jenis alat naskah, kondisi fisik naskah, penjilidan, cap<br />

kertas, ada tidaknya garis tebal, jarak antara garis<br />

tebal, jumlah garis tipis dalam satu cm, ada tidaknya<br />

garis panduan dengan tinta atau pensil, jumlah kuras<br />

dan lembar kertas, jumlah halamanm jumlah baris<br />

dalam setiap halaman, panjang dan lebar halaman,<br />

penomoran halaman, alihan, ilmuninasi, huruf dan<br />

bahasa yang dipakai, jenis tulisan, warna tinta,<br />

ringkasan isi dalam setiap teks, catatan lain.


Penyuntingan: melakukan beberapa perubahan<br />

suntingan berdasarkan kaidah filologi modern,<br />

melengkapi tanda titik dan kekurangan huruf, dst.<br />

Analisis: heuristik dan hermeneutiks. Heuristik<br />

untuk membaca naskah menurut tataran arti<br />

leksikal dan gramatikal untuk menemukan makna<br />

sesuai dengan fungsi referensinya; hermeneutiks<br />

ialah untuk membaca naskah dalam rangka<br />

mendalami dan mengungkap makna sebagai<br />

tanda atau makna semiotiknya. Analisis nilai<br />

budaya guna menangkap ide-ide atau hal paling<br />

berharga bagi kehidupan masyarakatnya.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!