laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Laporan perkembangan <strong>pencapaian</strong> mDgs inDonesia 2007<br />
Gambar 2.12<br />
penduduk usia 7-15 tahun<br />
yang tidak sekolah lagi menurut<br />
berbagai alasan, 2006<br />
sumber:<br />
survey sosial dan ekonomi<br />
nasional (bps, 2006).<br />
34<br />
Usia 7-12 tahun<br />
21%<br />
Usia 13-15 tahun<br />
11%<br />
6%<br />
4%<br />
3%<br />
3%<br />
2%<br />
3% 11%<br />
disyaratkan umumnya pada jenjang sD/mi yang sebagian besar dari mereka masih berpendidikan Diploma<br />
1-3. bahkan ada pula yang hanya lulusan pendidikan menengah seperti sekolah pendidikan guru, pendidikan<br />
guru agama, sekolah guru olahraga, dan sma. selain itu, dijumpai pula guru yang mengajar tidak sesuai<br />
dengan latar belakang bidang ilmu yang dimilikinya atau lazim disebut mismatch, misalnya guru dengan<br />
latar belakang ilmu sosial mengajar mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. Fenomena mismatch ini sangat<br />
berpengaruh terhadap kualitas proses belajar-mengajar dan hasil pembelajaran di sekolah.<br />
2.1.3. tANtANGAN DAN UPAYA YANG DIPERLUKAN<br />
tantangan utama <strong>pencapaian</strong> target mDgs di bidang pendidikan di <strong>indonesia</strong> tidak jauh berbeda dengan<br />
tantangan dua atau tiga tahun yang lalu. sedikitnya terdapat tiga tantangan dalam bidang pendidikan yaitu:<br />
y Pertama, tingginya anak usia sekolah yang tidak sekolah dan/atau putus sekolah. berdasarkan data<br />
bps, pada tahun 2006 jumlah anak <strong>indonesia</strong> usia 7-12 tahun yang tidak menikmati bangku sekolah<br />
adalah 705 ribu anak. sedangkan usia 13-15 tahun yang tidak bersekolah tercatat 2 juta anak lebih.<br />
y Kedua, kesenjangan partisipasi pendidikan antargolongan pengeluaran terbawah dan teratas<br />
maupun antardaerah. kesenjangan partisipasi pendidikan antara kelompok masyarakat miskin dan<br />
masyarakat kaya masih menonjol. kesenjangan ini antarkelompok masyarakat tampak nyata terutama<br />
pada jenjang pendidikan lanjutan, yaitu sLtp dan sLta. oleh karenanya, peningkatan pemerataan<br />
pelayanan pendidikan sangat penting, terutama bagi anak-anak yang tergolong dalam kelompok<br />
keluarga miskin, khususnya yang tinggal di daerah perdesaan. selain adanya kesenjangan antardaerah<br />
perkotaan dan perdesaan, kesenjangan partisipasi pendidikan antarwilayah (provinsi dan kabupaten/<br />
kota) juga masih cukup besar. gambar 2.14 menunjukkan bahwa meskipun kesenjangan partisipasi<br />
sekolah antarprovinsi sudah turun signifikan, tetapi apabila dilihat antar kabupaten/kota maka<br />
kesenjangannya masih sangat lebar. pada saat suatu kabupaten yang hampir seluruh anak usia 13-<br />
15 tahun di daerah itu bisa bersekolah, terdapat kabupaten yang lebih dari 75 persen anak berusia<br />
serupa justru tidak bersekolah<br />
y Ketiga, kesenjangan kapasitas pendidikan. kapasitas pendidikan ditandai oleh tingkat daya<br />
tampung, kualitas pendidikan, dan sistem evaluasi pendidikan. rendahnya daya tampung pendidikan<br />
anak usia dini terutama disebabkan oleh rendahnya jangkauan pelayanan pendidikan anak usia dini<br />
(pauD). Di sisi lain, kualitas pendidikan yang masih rendah menyebabkan penyelenggara pelayanan<br />
pendidikan belum mampu memberikan kompetensi sesuai dengan tahap pendidikan yang dijalani<br />
peserta didik. apalagi sistem evaluasi pendidikan untuk mengukur kinerja satuan pendidikan, sistem<br />
pengujian untuk mengukur kinerja satuan pendidikan, dan sistem pengujian untuk mengukur prestasi<br />
setiap peserta didik masih memerlukan banyak pembenahan dan perbaikan.<br />
20%<br />
65%<br />
51%<br />
tidak ada biaya<br />
tidak suka/malu<br />
bekerja/mencari nafkah<br />
sekolah jauh<br />
merasa pendidikannya cukup<br />
Lainnya