laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Laporan perkembangan <strong>pencapaian</strong> mDgs inDonesia 2007<br />
tabel 2.1<br />
perkembangan angka mengulang<br />
dan putus sekolah, sekolah<br />
Dasar<br />
sumber:<br />
rangkuman statistik<br />
persekolahan 2005/2006,<br />
badan penelitian Dan<br />
pengembangan pusat statistik<br />
pendidikan, Departemen<br />
pendidikan nasional, 2006<br />
30<br />
75 persen siswa dengan kohort yang sama mencapai kelas vi sD pada tahun 2004/2005. Hal ini disebabkan<br />
oleh adanya siswa yang drop out serta adanya siswa yang mengulang.<br />
perkembangan angka putus sekolah sendiri mempunyai kecenderungan meningkat sejak tahun ajaran<br />
2001/2002 sampai 2005/2006. antara tahun ajaran 2001/2002-2002/2003 terdapat 683 ribu atau<br />
2,66 persen siswa sekolah dasar putus sekolah, lalu meningkat menjadi 767,8 ribu atau 2,97 persen pada<br />
2002/2003-2003/2004, kemudian mencapai 777 ribu atau 2,99 persen pada 2003/2004-2004/2005,<br />
dan kemudian mencapai 824,7 ribu atau 3,17 persen pada 2004/2005-2005/2006.<br />
keJaDian<br />
(sekoLaH Dasar)<br />
2001/02-02/03 2002/03-03/04 2003/04-04/05 2004/05-05/06<br />
JmL./no. % JmL./no. % JmL./no. % JmL./no. %<br />
Angka Putus Sekolah 683.056 2,66 767.835 2,97 777.010 2,99 824.684 3,17<br />
Angka Mengulang 1.388.153 5,90 978.224 5,40 1.171.814 4,51 1.026.275 3,95<br />
selain angka putus sekolah yang cukup besar, jumlah siswa yang mengulang juga juga masih cukup besar<br />
walaupun persentasenya terus menurun dari tahun ke tahun. antara tahun ajaran 2001/2002-2002/2003<br />
terdapat 1.4 juta atau 5,9 persen siswa sekolah dasar yang mengulang, menjadi 978 ribu atau 5,4 persen<br />
pada 2002/2003-2003/2004, kemudian menjadi 1,17 juta atau 4,51 pada 2003/2004-2004/2005, dan<br />
kemudian menurun menjadi sekitar 1 juta atau 3,95 persen pada 2004/2005-2005/2006.<br />
Dengan kondisi seperti ini maka tingkat melanjukan siswa sekolah dasar dengan kohort yang sama ke sekolah<br />
menengah pertama menjadi rendah pula. pada tahun 2005/2006, kohort siswa yang memasuki sD pada tahun<br />
1999/2000 menunjukkan bahwa hanya 59 persen siswa yang dapat melanjutkan ke smp. persentase ini sudah<br />
meningkat bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2002/2003. pada tahun tersebut kohort siswa yang masuk<br />
sD pada tahun 1996/1997 menunjukkan bahwa hanya 51 persen siswa yang berhasil mencapai smp.<br />
kotak 2.1<br />
PENDIDIKAN PERDESAAN: SEBUAH PERjUANGAN, 70 MEtER MENUjU MASA DEPAN<br />
Disarikan dari Kompas, 2 maret 2007<br />
setiap hari siswa sDn karyasari dari Desa simpang, kecamatan cibalong, kabupaten garut harus<br />
berjuang menyeberangi sungai cikaengan yang lebarnya 70 meter untuk mencapai sekolah mereka<br />
di Desa cempakasari, kecamatan bojonggambir, kabupaten tasikmalaya. sDn karyasari merupakan<br />
sD terdekat dari Desa simpang. para siswa dari Desa simpang ini harus berenang setiap hari karena<br />
ketiadaan jembatan penyeberangan yang menghubungkan Desa simpang dan Desa cempakasari.<br />
Dalam kondisi normal, kedalaman sungai cikaengan mencapai leher orang dewasa. pada kondisi<br />
tersebut anak laki-laki dapat menyeberang sendiri, sementara anak perempuan digandeng orang<br />
dewasa atau digendong di pundak. Jika air sungai naik, anak-anak tadi terpaksa tidak sekolah. atau<br />
jika air naik sewaktu anak-anak pulang sekolah, mereka terpaksa menginap di sekolah atau di rumah<br />
saudara mereka, dan lamanya bisa mencapai satu minggu. akibat ketiadaan jembatan ini, angka<br />
putus sekolah di daerah setempat cukup tinggi. banyak anak yang tidak melanjutkan sekolah karena<br />
merasa lelah jika harus menyeberang sungai dengan berenang setiap menuju sekolah.<br />
kepala sDn karyasari beranggapan bahwa pemerintah seharusnya memberi perhatian lebih pada<br />
sekolah terpencil karena sekolah-sekolah tersebut memiliki peran yang tidak kecil pada program wajib<br />
belajar sembilan tahun. bantuan multimedia seperti komputer, proyektor, televisi, dan alat musik,<br />
memang diberikan pemerintah pusat. namun, semua itu tidak beroperasi optimal akibat belum adanya<br />
aliran listrik ke sekolah tersebut. oleh karena itu, pembangunan pendidikan di daerah sebaiknya<br />
melibatkan sektor lain yang saling terkait, misalnya untuk pembangunan infrastruktur seperti jembatan<br />
dan listrik.