laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Laporan perkembangan <strong>pencapaian</strong> mDgs inDonesia 2007<br />
146<br />
2. KURANG GIzI<br />
secara nasional, perkembangan balita kurang gizi tampak masih relatif tinggi, sekalipun secara perlahan<br />
dalam hampir dua dekade telah terjadi penurunan yang berarti. Di beberapa daerah angka balita kurang gizi<br />
ini masih sangat tinggi seperti di nusa tenggara timur dan gorontalo. sebaliknya, Di Yogyakarta dan bali<br />
memiliki angka yang kurang dari separuh angka kedua provinsi yang disebut sebelumnya.<br />
Dari analisis data mengenai kurang gizi yang menimpa balita serta presentase penduduk miskin tampak<br />
bahwasanya krisis dan guncangan ekonomi yang terjadi di masa lampau berakibat secara langsung terhadap<br />
kondisi balita sehingga mengalami kekurangan gizi. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase balita kurang<br />
gizi secara nasional yang pada tahun 2002 mencapai 27,30 persen dan sedikit meningkat pada tahun 2005<br />
menjadi 28,05 persen. tidaklah mengherankan bila kemudian terjadi pelambanan perbaikan dan sebaliknya<br />
terjadi peningkatan jumlah balita kurang gizi. masalah kekurangan gizi ini menjadi tantangan besar –selain<br />
masalah kemiskinan-- dalam upaya <strong>pencapaian</strong> mDgs.<br />
3. PM SD/MI<br />
partisipasi anak usia sD/mi yang bersekolah sesuai jenjangnya secara nasional sudah cukup memuaskan yaitu<br />
mencapai 93,5 persen. ini berarti hanya terdapat 6,5 persen anak yang belum menikmati pendidikan sD/mi.<br />
akan tetapi jika melihat <strong>pencapaian</strong> antardaerah yang sangat bervariasi, ketimpangan yang nyata jelas terlihat,<br />
terutama antara provinsi papua yang angkanya baru sebesar 78,1 persen dan nanggroe aceh Darussalam<br />
yang sudah mencapai 95,5 persen. semakin tinggi angka <strong>pencapaian</strong> yang sudah diraih pada suatu tahapan,<br />
semakin lamban pula proses pemenuhannya menuju persentase yang lebih tinggi pada tahapan berikutnya.<br />
misalnya apm sD/mi yang telah melampaui 90 persen akan mengalami kesulitan dalam perkembangannya<br />
menuju 100 persen. Hal ini tak lain karena untuk pertumbuhan tersebut dibutuhkan infrastruktur dan sumber<br />
daya manusia yang memadai. selain itu, diperlukan pula pemahaman akan masalah-masalah yang terkait<br />
dengan perlakuan khusus yang harus diberikan kepada penduduk yang tergolong diffable, masyarakat adat,<br />
serta golongan masyarakat lain yang berada dalam situasi-situasi khusus seperti migrasi internal penduduk<br />
(displaced person) akibat konflik, amuk massa, bencana alam, dan sebagainya.<br />
4. APM SLtP/MtS<br />
pada wilayah-wilayah tertinggal, belum tercapainya apm sLtp/mts sampai pada tingkat yang dipandang<br />
cukup signifikan terkait erat dengan ketersediaan sarana, prasarana, dan masalah geografis. Akan tetapi<br />
untuk wilayah Dki Jakarta masalahnya tampaknya justru terkait dengan rendahnya tingkat pendapatan rumah<br />
tangga, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap kelangsungan pendidikan anak-anak. Dengan demikian,<br />
hal penting lain yang dapat ditafsirkan dari situasi di Dki Jakarta adalah diperlukannya perhatian secara<br />
khusus terhadap kelangsungan pendidikan anak-anak dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah,<br />
yang notabene berada pada kisaran jumlah mendekati 30 persen penduduk. golongan masyarakat lain yang<br />
tampaknya perlu diperhatikan –-dari dugaan tidak tercapainya tingkat apm pada kisaran 100 persen-- dan<br />
selama ini kemungkinan luput dari perhatian adalah kategori-kategori masyarakat penyandang cacat maupun<br />
mereka yang tergolong memiliki kemampuan yang berbeda (diffable-different ability).<br />
5. RASIO APM P/L SD/MI (7-12 tAHUN)<br />
Yang menarik dan tampak menonjol dari rasio p/L sD/mi ini adalah terdapatnya provinsi-provinsi baru yang<br />
<strong>pencapaian</strong>nya pada tahun 2006 berada di bawah <strong>pencapaian</strong> nasional. padahal pada tahun sebelumnya<br />
(1992) daerah-daerah tersebut berada di atas <strong>pencapaian</strong> nasional. provinsi-provinsi yang dimaksud adalah<br />
Di Yogyakarta, Jawa tengah, Jambi, Lampung, Jawa timur, dan sumatera barat. turunnya peringkat <strong>pencapaian</strong><br />
rasio apm p/L sD/mi pada provinsi-provinsi yang dimaksud tampaknya seiring dengan penurunan capaian di<br />
tingkat nasional. Data berikut menunjukkan, pada tahun 1992 rasio nasional mencapai 100,6 yang menurun<br />
pada tahun 2000 menjadi 100,3 lalu kembali menurun pada tahun 2006 menjadi 99,4.<br />
berubah-ubahnya tingkat <strong>pencapaian</strong> rasio apm p/L sD/mi daerah-daerah sebagaimana dipaparkan di atas,<br />
yang sejalan dengan perubahan <strong>pencapaian</strong> tingkat nasional, membawa pesan yang amat jelas bahwasanya<br />
kebijakan pendidikan pada tingkat nasional amat menentukan perkembangan pada tingkat daerah. meskipun