laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Laporan perkembangan <strong>pencapaian</strong> mDgs inDonesia 2007<br />
138<br />
persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap air minum non-perpipaan terlindungi di provinsi<br />
sulawesi utara terus meningkat dalam kurun waktu 1994-2006 serta berada di atas angka nasional. tahun<br />
1994, angka ini mencapai 46,5 persen, meningkat pada tahun 2002 k menjadi 57,8 persen, dan meningkat<br />
terus pada tahun 2006 hingga 63,8 persen. sementara itu indikator akses terhadap air minum untuk provinsi<br />
gorontalo tidak menunjukkan kondisi sebaik provinsi induknya. tahun 2002, tercatat hanya 30,5 persen rumah<br />
tangga yang memiliki akses terhadap air minum non-perpipaan terlindungi sehingga menjadi provinsi dengan<br />
persentase akses terendah. tahun 2006 angka ini membaik menjadi 52,1 persen, namun tetap berada di<br />
bawah angka nasional yang mencapai 53,9 persen.<br />
kinerja sulawesi utara untuk indikator akses terhadap sanitasi layak juga baik. pada tahun 1992 tercatat hanya<br />
33,5 persen rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak, yang meningkat pada tahun 2000<br />
menjadi 73,2 persen, dan terus membaik pada tahun 2006 i menjadi 84,1 persen. <strong>pencapaian</strong> ini menempati<br />
peringkat terbaik ketiga setelah provinsi Dki Jakarta dan Di Yogyakarta. adapun provinsi gorontalo, akses<br />
terhadap sanitasi yang layak pada tahun 2006 tercatat 52,0 persen, lebih rendah dari angka nasional yang<br />
sebesar 69,3 persen sehinggga menempati peringkat ketujuh terbawah.<br />
22. SULAwESI tENGAH<br />
Angka kemiskinan sulawesi tengah pada tahun 1993 hanya sebesar<br />
10,5 persen. tahun 2000 angka ini meningkat menjadi 24,36 persen,<br />
kemudian turun sedikit menjadi 23,67 persen pada tahun 2006.<br />
peningkatan angka kemiskinan yang cukup besar pada tahun 2000<br />
(dibandingkan dengan tahun 1993) diduga karena dipicu oleh krisis<br />
ekonomi nasional, juga akibat konflik sosial yang terjadi di Sulawesi Tengah, khususnya Kota Poso, yang<br />
mencapai puncaknya pada tahun 2000. terkait dengan pengurangan kelaparan, persentase balita yang<br />
kekurangan gizi di sulawesi tengah dalam kurun waktu 1989-2006 menunjukkan sedikit perbaikan. pada<br />
tahun 1989 jumlah balita kurang gizi di sulawesi tengah tercatat sebesar 39,01 persen, yang menurun<br />
menjadi 25,37 persen pada tahun 2002, angka ini sedikit meningkat t menjadi 25,67 persen pada tahun<br />
2000 dan terus meningkat cukup tinggi menjadi 31,32 persen pada tahun 2006. secara umum, persentase<br />
balita kurang gizi di provinsi ini setiap tahunnya lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional, kecuali<br />
pada tahun 1992. Tingginya angka kemiskinan, buruknya pelayanan kesehatan dasar, serta adanya konflik<br />
poso diduga menjadi penyebab timbulnya kondisi ini.<br />
Dalam memenuhi pendidikan dasar, sulawesi tengah memperolah apm sD/mi sebesar 89,8 persen pada<br />
tahun 1992, meningkat menjadi 91,1 persen pada tahun 2000, dan terus membaik mencapai 92,9 persen<br />
pada tahun 2006. selain tahun 1992, angka-angka tersebut umumnya berada di bawah rata-rata nasional.<br />
untuk apm sLtp/mt/mts, <strong>pencapaian</strong> sulawesi tengah cenderung meningkat dalam kurun waktu 1992-2006,<br />
yaitu sebesar 47,2 persen pada tahun 1992, menjadi 48,5 persen pada tahun 2000, dan meningkat hingga<br />
mencapai 63,0 persen pada tahun 2006. sama seperti apm sD/mi, meskipun kecenderungan meningkat<br />
dari tahun ke tahun, apm sLtp/mt/mts sulawesi tengah pada tahun 2000 dan 2006 masih berada cukup<br />
jauh di bawah angka nasional.<br />
keadilan gender di bidang pendidikan, yang merupakan salah satu upaya <strong>pencapaian</strong> tujuan mendorong<br />
kesetaraan gender, telah terlaksana cukup baik di sulawesi tengah. rasio apm murid perempuan terhadap<br />
murid laki-laki (p/L) sD/mi pada tahun 1992 ialah sebesar 100,0 dan meningkat menjadi 101,1 pada tahun<br />
2000. rasio ini menurun sedikit menjadi 100,5 pada tahun 2006. rasio apm sLtp/mt/mts di sulawesi<br />
tengah juga hasil baik., rasio apm sLtp/mt/mts sulawesi tengah adalah 103,9 pada tahun 1992, menurun<br />
menjadi 99,4 pada tahun 2000, dan meningkat kembali menjadi 104,7 pada tahun 2006. rasio tahun 2006<br />
berada di atas rata-rata nasional (100,0) dan menempatkan sulawesi tengah di posisi delapan terbaik di<br />
antara provinsi-provinsi lainnya.<br />
adapun indikator kesetaraan gender di bidang selain pendidikan ditunjukkan oleh rasio rata-rata upah per<br />
bulan pekerja perempuan terhadap upah pekerja laki-laki. bulan Februari 2007 rasio upah ini di sulawesi<br />
tengah adalah sebesar 90,1. meskipun telah berada di atas rata-rata nasional (74,8), angka tersebut masih<br />
menunjukkan adanya kesenjangan partisipasi perempuan dalam pekerjaan upahan.