laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
tersebut dikenal merupakan wilayah yang kurang berkembang atau wilayah dengan tingkat pendapatan yang<br />
jauh lebih kecil dibandingkan dengan Dki Jakarta.<br />
bila dilihat dari rasio p/L sD/mi, tampaknya Jakarta hampir dapat dikatakan bebas dari diskriminasi gender.<br />
tetapi bila dilihat dari struktur upah berdasarkan rasio p/L upah bulanan, yang tercatat sebesar 80 persen,<br />
diketahui bahwasanya di Dki Jakarta masih ditemukan sedikit ketimpangan dalam soal diskriminasi gender ini.<br />
Yang cukup menarik adalah angka tingkat pengangguran angkatan muda (usia 15-24 tahun), khususnya bagi<br />
mereka yang tinggal di daerah perkotaan. untuk Dki Jakarta, misalnya, pada tahun 2007 angka ini mencapai<br />
85,4 persen, yang merupakan peringkat kedua setelah kepulauan riau. sementara angka pengangguran<br />
nasional sendiri tercatat sebesar 57,3 persen. Yang patut dicermati, kedua provinsi tersebut sebagai<br />
selama ini dikenal sebagai daerah dengan tingkat industrialisasi yang cukup tinggi. Dari jumlah pengangguran<br />
tersebut, tampak bahwa persentase kaum perempuan lebih besar dibanding laki-laki, yakni 89,2 persen<br />
berbanding 82,1 persen (data tahun 2007 bulan Februari).<br />
tingkat <strong>pencapaian</strong> target mDgs yang terbilang rendah lainnya untuk Dki Jakarta i adalah pada masalah Hiv/<br />
aiDs. Dki Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah kasus aiDs terbesar yaitu 2.849 kasus sampai tahun<br />
2007. situasi ini menggambarkan secara jelas pola kehidupan kota besar di <strong>indonesia</strong> dengan fenomena<br />
pergaulan bebasnya yang diiringi tingkat pemakaian obat-obatan (psikotropika) yang cukup tinggi. pemakaian<br />
jarum suntik diduga menjadi medium utama terjadinya penularan penyakit ini.<br />
10. jAwA BARAt DAN BANtEN<br />
sebelum tahun 1999, wilayah provinsi Jawa barat meliputi juga area<br />
yang sekarang menjadi wilayah provinsi banten. karena itu data provinsi<br />
banten tahun 1990-an masih menjadi satu dengan provinsi Jawa<br />
barat.<br />
Dalam <strong>pencapaian</strong> target pengurangan kemiskinan dan penghapusan kelaparan kedua provinsi ini<br />
mencapai hasil yang relatif lebih baik dibandingkan dengan angka nasional. persentase jumlah penduduk<br />
miskin di Jawa barat dan banten tercatat sebesar 12,20 persen pada tahun 1993, sedangkan angka nasional<br />
pada saat yang sama mencapai 13,7 persen. Hal yang sama tetap terjadi ketika Jawa barat mengalami<br />
pemekaran dan rbanten menjadi sebagai provinsi baru. Jumlah penduduk miskin yang terdapat di kedua<br />
provinsi ini tetap menunjukkan persentase di bawah persentase nasional.<br />
tidak demikian halnya dengan target <strong>pencapaian</strong> pendidikan dasar bagi semua, Jawa barat menjadi satusatunya<br />
provinsi di pulau Jawa yang <strong>pencapaian</strong> APM SLtP/Mts-nya pada tahun 2006 sebesar 62,1 persen<br />
berada di bawah angka persentase nasional yang mencapai 65,2 persen. Demikian pula sebelumnya pada<br />
tahun 1992 dan 2000, angka yang diperoleh Jawa barat yakni masing-masing sebesar 35,3 persen 57,7<br />
persen tetap lebih rendah dari angka nasional yang masing-masing sebesar 41,9 persen dan 60,3 persen.<br />
Yang menarik ialah banten, sebagai provinsi pemekaran, ternyata <strong>pencapaian</strong> apm sLtp/mts justru lebih<br />
baik dari <strong>pencapaian</strong> angka nasional.<br />
angka kematian bayi (akb) di provinsi Jawa barat dan banten berada di di atas angka rata-rata nasional.<br />
untuk Jawa barat, akb pada tahun 2003 tercatat sebesar 44 jiwa per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan di<br />
banten angka akb tercatat 38 jiwa per 1.000 kelahiran hidup. adapun angka rata-rata nasional pada tahun<br />
2003 tersebut adalah 35 jiwa per 1000 kelahiran hidup. sedangkan para periode 2005 <strong>pencapaian</strong>nya<br />
menunjukkan jumlah yang berbeda. Di Jawa barat akb tercatat sebesar 37 jiwa per 1.000 kelahiran hidup,<br />
sementara di banten sebesar 35 jiwa per 1.000 kelahiran hidup. adapun akb nasional pada tahun 2005<br />
tersebut tercatat 32 jiwa per 1.000 kelahiran hidup. Dari data tersebut tampak adanya perbaikan meskipun<br />
dalam jumlah yang amat kecil baik dalam cakupan daerah maupun nasional.<br />
Demikian pula untuk target <strong>pencapaian</strong> angka kematian balita (akba), kedua provinsi ini menunjukkan<br />
prestasi melalui keberhasilan mereka menurunkan AKBA, walaupun selisihnya tidak terlalu signifikan dan<br />
masih berada di atas angka nasional. pada tahun 2003, akba di provinsi Jawa barat tercatat 50 jiwa per 1000<br />
125