laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
laporan pencapaian millennium development goals indonesia - UNDP
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Laporan perkembangan <strong>pencapaian</strong> mDgs inDonesia 2007<br />
100<br />
2. rasio antara kredit dan tabungan (LDr) bank umum (%). rasio ini menunjukkan peningkatan atau<br />
pengurangan fungsi intermediasi bank umum.<br />
3. rasio antara kredit dan tabungan (LDr) bank perkreditan rakyat (%). rasio ini menunjukkan<br />
peningkatan atau pengurangan fungsi intermediasi bank prekreditan rakyat.<br />
8.1.2. KEADAAN DAN KEcENDERUNGAN<br />
sejak berkuasanya orde baru pada tahun 1965, <strong>indonesia</strong> telah membuka ekonominya untuk menarik<br />
penanaman modal asing. <strong>indonesia</strong> telah menjadi salah satu pemanfaat ekonomi pasar bebas dan globalisasi.<br />
akan tetapi <strong>indonesia</strong> juga telah merasakan kerugian yang timbul akibat keikutsertaannya dalam ekonomi<br />
global, yang pada saat-saat tertentu mengalami goncangan besar. krisis ekonomi terberat dihadapi <strong>indonesia</strong><br />
pada pertengahan tahun 1997. krisis ini diawali dengan hilangnya kepercayaan terhadap kondisi ekonomi<br />
dan politik, yang mendorong capital flight dan pada gilirannya mengakibatkan lonjakan depresiasi mata uang<br />
rupiah yang menimbulkan gejolak dalam perekenomian. setelah itu kondisi ini diikuti oleh krisis di berbagai<br />
bidang lain seperti sosial, politik, dan keamanan. sejak krisis tersebut hingga tahun 2006, perekonomian<br />
tumbuh lambat dan belum pernah mencapai level sebelum krisis. pada tahun 2007, muncul harapan bahwa<br />
ekonomi akan tumbuh di atas 6 persen.<br />
pemulihan ekonomi <strong>indonesia</strong> terutama didorong oleh konsumsi dan ekspor komoditas yang mengalami<br />
peningkatan baik dari sisi jumlah maupun nilainya. meskipun demikian, pertumbuhan ekspor dari sektor<br />
manufaktur—yang akan disusul oleh penciptaan lapangan kerja—belum dapat mencapai tingkat seperti<br />
sebelum krisis. pada tahun-tahun terakhir ini, ekspor <strong>indonesia</strong> menggunakan peluang tingginya harga<br />
komoditas primer. Harga karet, batubara, minyak sawit mentah (crude palm oil/cpo), dan komoditas lain<br />
terus meningkat sehingga meningkatkan aliran devisa ke dalam negeri.<br />
sejak tahun 2004 <strong>indonesia</strong> menjadi pengimpor bersih (net importer) minyak mentah, namun melalui<br />
kombinasi antara kenaikan harga bahan bakar minyak dalam negeri untuk menekan konsumsi dan upaya<br />
pencarian sumber energi alternatif, dalam waktu dekat ekspor minyak mentah akan cenderung sama dengan<br />
impornya. pada bulan oktober 2005, akibat pengurangan subsidi, harga bahan bakar minyak meningkat sebesar<br />
114 persen. Dalam kenaikan tersebut, harga minyak tanah—yang umumnya dimanfaatkan oleh rumah tangga<br />
miskin untuk memasak—meningkat tiga kali lipat. Pada waktu yang hampir bersamaan harga beras meningkat<br />
sebesar 33 persen antara bulan Februari 2005 dan maret 2006, sehingga sangat sulit untuk memastikan<br />
seberapa besar pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak terhadap peningkatan angka kemiskinan pada<br />
tahun 2006. Hal ini masih menjadi bahan perdebatan di <strong>indonesia</strong>. karena beras menyumbang hampir 25<br />
persen dari keranjang makanan (food basket) masyarakat miskin, maka perubahan garis kemiskinan sangat<br />
sensitif terhadap perubahan harga beras.<br />
rasio antara jumlah ekspor dan impor terhadap produk Domestik bruto (pDb) menunjukkan tingkat<br />
keterbukaan ekonomi suatu negara. semakin tinggi rasio ini, semakin tinggi pula tingkat keterbukaan ekonomi.<br />
pada tahun 2000, tingkat keterbukaan ekonomi <strong>indonesia</strong> mencapai 57,8 persen kemudian menurun menjadi<br />
39,9 persen pada tahun 2003 dan kembali meningkat menjadi 50 persen pada tahun 2005. tahun 2006<br />
rasio ini adalah 44,4 persen.<br />
kondisi perbankan nasional terus menunjukkan perkembangan yang membaik. kredit yang disalurkan meningkat<br />
rata-rata 18,7 persen per tahun dalam kurun waktu 2000-2006. sementara itu, dana pihak ketiga masyarakat<br />
yang disimpan dalam perbankan tumbuh sebesar rata-rata 10,7 persen per tahun dalam periode yang sama.<br />
seiring dengan perkembangan tersebut, terlihat bahwa fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan dengan<br />
indikator loan to deposit ratio (LDr) tumbuh mencapai 61,6 persen hingga akhir tahun 2006.<br />
searah dengan perkembangan perbankan umum, kinerja bank perkreditan rakyat (bpr) juga menunjukkan<br />
arah yang membaik. kredit yang disalurkan oleh bpr tumbuh sebesar rata-rata 29,3 persen per tahun dalam<br />
periode 2000-2006. Dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun bpr tumbuh sebesar 27,5 persen dalam<br />
periode yang sama. sementara itu, LDr bpr terus tumbuh hingga mencapai sebesar 87,4 persen di akhir tahun<br />
2006, jauh lebih tinggi dibandingkan bank umum. Hal ini mencerminkan bahwa sebagai Lembaga keuangan<br />
mikro yang berbentuk bank, bpr cukup berhasil di dalam menjalankan fungsi intermediasi khususnya kepada<br />
masyarakat yang berpendapatan rendah.