pustaka_unpad_selulitis_fasialis
pustaka_unpad_selulitis_fasialis
pustaka_unpad_selulitis_fasialis
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
SELULITIS FASIALIS<br />
MAKALAH<br />
Oleh<br />
TIS KARASUTISNA<br />
NIP. 19500502197903102<br />
UNIVERSITAS PADJADJARAN<br />
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI<br />
BANDUNG<br />
2007
ABSTRAK<br />
SELULITIS FASIALIS<br />
Perluasan infeksi odontogenik hingga ke regio bukal, fasial, dan<br />
subkutaneus servikal, sehingga berkembang menjadi <strong>selulitis</strong> <strong>fasialis</strong> dapat<br />
menyebabkan kematian jika tidak segera diberikan penanganan yang adekuat,<br />
Infeksi odontogenik biasanya disebabkan oleh Streptococcus sp serta<br />
mikroorganisme anerob negatif lainya, namun pada dasarnya, infeksi odontogenik<br />
merupakan infeksi campuran, baik dari bakteri anaerob, maupun bakteri aerob.<br />
Pada 88,4 % kasus <strong>selulitis</strong> <strong>fasialis</strong>, penyebabnya adalah infeksi odontogenik yang<br />
berasal dari pulpa dan periodontal, yang berusaha untuk mencari jalan keluar.<br />
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran ini antara lain : mikroorganisme,<br />
asal infeksi, toksisitas yang dihasilkan dan dikeluarkan mikroorganisme, keadaan<br />
umum pasien, serta faktor lokal.<br />
Terdapat beberapa klasifikasi <strong>selulitis</strong>, salah satunya adalah <strong>selulitis</strong> difus<br />
akut (Ludwig’s Angina, Selulitis yang berasal dari inframylohyoid, Selulitis<br />
senator’s difus parapharingeal, Selulitis <strong>fasialis</strong> difus, serta fascitis necrotizing<br />
dan gambaran atipikal lainnya), serta <strong>selulitis</strong> kronis. Selulitis fasial yang paling<br />
sering dijumpai adalah Ludwigs Angina, <strong>selulitis</strong> bilateral yang mengenai 3<br />
spasium, yaitu spasium submandibula, sublingual, dan submental. Gejala lokal<br />
<strong>selulitis</strong> antara lain pembengkakan yang mengenai jaringan lunak/ikat longgar,<br />
sakit, panas, kemerahan pada daerah pembengkakan, trismus, dan dasar mulut<br />
serta lidah terangkat. Sedangkan gejala sistemiknya antara lain temperatur tinggi,<br />
nadi cepat dan tidak teratur, malaise, lymphadenistis, peningkatan jumlah<br />
leukosit, dll. Dalam penanganannya, terdapat empat prinsip dasar, yaitu eliminasi<br />
kausa, drainase, pemberian antibitiotik, serta perawatan pendukung (istirahat dan<br />
nutrisi yang cukup).<br />
i
ABSTRACT<br />
FACIAL SELLULITIS<br />
The spreading of odontogenic infection into the buccal, facial, and<br />
servical subcutaneous region which lead to a facial selluitis can be a cause of<br />
death if nit treated in an adequate way. In general, an odontogenic infection is<br />
caused by a streptococcus sp and other negative anaerob microorganism, but<br />
basically, an odontogenis infection is an infection that caused by a mixture of an<br />
anaerob and aerob bacteria. In 88,4% facial sellulitis’s cases, the etiology is an<br />
odotogenic infection that originally comes from the pulp or the periodontal tissue<br />
that is trying to find a way out. The factors that influence the process are : the<br />
types of microorganism, the origin of the infection, the toxicity which is produced<br />
by the microorganism, the patient’s general condition, and the local factors.<br />
There ae several classification of sellulitis, and one of them are Acute<br />
diffuse selluitis (Ludwig’s Angina, Selulitis that comes from the inframylohyoid,<br />
senator’s difus parapharingeal Sellulitis , Facial difuse sellulitis, and necrotizing<br />
fascitis and other atypical description), and Chronic sellulitis. The most common<br />
sellulitis to be seen in patients is Ludwig’s Angina, a billateral sellulitis that<br />
strikes the 3 spasium : submandibula, sublingual, and submental spasium. The<br />
local symptom of a sellulitis consists of the following : an edema of the soft tissue<br />
/ loose tissue, pain, heat, redness of the edema area, trismus, and an elevation of<br />
the base of tongue and floor of the mouth. While the systemic symptoms are :<br />
hight temperature, tachichardy, malaise, lymphadenitis, increased amount of<br />
leucosite, etc. There are four basic principal in treating sellulitis patients, and<br />
they are : the elimination of the main causal, drainase, the use of antibiotic, and<br />
supportive care (sufficient rest and an adequate nutrition).<br />
ii
KATA PENGANTAR<br />
Dengan mengucap alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT,<br />
atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan<br />
makalah ketiga dalam kajian bidang “infeksi odontogenik”. Makalah ini nantinya diharapkan<br />
akan menjadi bacaan tambahan yang berguna dalam mempelajari ilmu bedah mulut di<br />
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung. Selain itu makalah ini disusun<br />
atas permintaan PDGI Cabang Propinsi Riau dalam rangka “ Seminar Nasional PDGI<br />
Cabang Propinsi Riau”<br />
Makalah sebelumnya yang kami susun dalam kajian yang sama telah mendapat<br />
perhatian dari para teman sjawat dokter gigi untuk lebih dikembangkan sebagai bahan acuan<br />
dalam penanganan kasus infeksi gigi. Selain itu makalah ini diharapkan pula akan menjadi<br />
langkah awal untuk penyusunan bahan ajar bedah mulut yang selama ini sedang dirintis di<br />
Bagian Bedah Mulut FKG Unpad.<br />
Penulis berharap makalah ini juga akan menjadi bahan bacaan tambahan , melengkapi<br />
makalah serupa dibidang kajian yang sama terutama bagi mahasiswa sehingga dapat<br />
melengkapi dalam memperlajari ilmu bedah mulut khususnya kajian “infeksi odontogenik”.<br />
Namun demikian yang lebih penting adalah semakin besarnya penulis mendapat masukan<br />
dan saran yang sangat berharga untuk perbaikan makalah ini.<br />
iii<br />
Bandung. Nopember 2007<br />
Penulis,
DAFTAR ISI<br />
Halaman<br />
ABSTRAK……………………………………………………………………………… i<br />
ABSTRAK……………………………………………………………………………… ii<br />
KATA PENGATAR……………………………………………………………………. iii<br />
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. iv<br />
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1<br />
1.1 Latar Belakang…………………………………………. …………… 1<br />
1.2 Topik Bahasan……………………………………………………….. 1<br />
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………….. 1<br />
BAB II DEFINISI,ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI………………………….. 2<br />
2.1 Definisi……..…………………………………………………………. 2<br />
2.2 Perbedahan Abses Dan Selulitis………………………………………. 2<br />
2.3 Etiologi…………….………………………………………………….. 3<br />
2.4 Anatomi Spasia Fasialis………………………………………………. 3<br />
2.5 Patofisiologis………………………………………………………….. 4<br />
BAB III SELULITIS FASIALIS…….……………………………………………… 8<br />
3.1 Klasifikasi……………….……………………………………………. 8<br />
3.1.1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut………………………….. 8<br />
3.1.2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut………………………. 8<br />
3.1.3.Selulitis Difus Yang Sering Dijumpai……………………….. .. 9<br />
3.2 Diagnosa, Gejala Klinis Dan Prognosa………………………………. 10<br />
3.3 Terapi dan Kompolikasi………………………………………………. 11<br />
BAB IV KESIMPULAN dan SARAN………………………………………………. 13<br />
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 13<br />
4.2 Saran………………………………………………………………...... 14<br />
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 14<br />
iv
1.1. Latar Belakang<br />
I. PENDAHULUAN<br />
Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi<br />
(pulpa dan periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral<br />
dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang rahang.<br />
Fenomena ini biasanya terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi<br />
primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh, karena adanya perlekatan otot atau<br />
jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam hal ini, infeksi odontogenik dapat<br />
menyebar ke bagian bukal, fasi al, dan subkutaneus servikal kemudian<br />
berkembangan menjadi <strong>selulitis</strong> fasial, yang akan mengakibatkan kematian<br />
kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat (Berini, et al, 1999).<br />
Selain itu infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat<br />
memyebabkan Septic emboli, infeksi meluas melalui pembuluh darah dan<br />
pembuluh limfe menyebabkan metastase bakteri sekunder ke paru-paru, otak ,<br />
hati, ginjal dan organ-organ lainnya. (Berini, et al, 1999)<br />
Karakter klinis dari <strong>selulitis</strong> adalah suatu proses inflamasi yang disertai<br />
demam dan kondisi umum pasien yang buruk, kelainan hematologik seperti<br />
peningkatan jumlah leukosit dan laju endap darah. Penanggannya dengan<br />
pemberian antibiotik dan tindakan drainase jika diperlukan.<br />
1.2. Pokok Bahasan<br />
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengetahuan etiologi, anatomi<br />
dan fatofisiologi terjadinya selulkitis <strong>fasialis</strong>. Juga diuraikan secara singkat<br />
mengenai klasifikasi <strong>selulitis</strong> <strong>fasialis</strong> dan beberapa nama lain yang sering<br />
dijumpai pada beberap buku mengenai infeksi maksilofasial.<br />
Selanjutnya dibahas mengenai gejala klinis, komplikasi yang mungkin<br />
terjadi dan perawatan <strong>selulitis</strong> yang diperlukan.<br />
1.3. Tujuan Penulisan Makalah<br />
Untuk memberikan gambaran tentang cara-cara perawatan <strong>selulitis</strong> <strong>fasialis</strong><br />
1
Sehingga penanganan infeksi pada maksilofasial dapat segera dilakukan dengan<br />
baik dan benar.<br />
II. DEFINISI ,ETIOLOGI, ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI<br />
2.1. Definisi<br />
Istilah <strong>selulitis</strong> digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada<br />
permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004). Selulitis dapat terjadi<br />
pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar,<br />
terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada<br />
daerah tersebut kurang sempurna.<br />
Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa<br />
sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa<br />
disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri. Tidak terdapat<br />
fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk suatu<br />
lokalisasi cairan (Peterson, 2002).<br />
Penyebaran infeksi <strong>selulitis</strong> progressif mengenai daerah sekitar, bisa<br />
melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher (Pedlar, 2001).<br />
2.2. Perbedaan abses dan <strong>selulitis</strong><br />
(Peterson & Ellis, 2002 ; Topazian & Goldberg, 2002)<br />
KARAKTERISTIK SELULITIS ABSES<br />
Durasi Akut Kronis<br />
Sakit Berat dan merata Terlokalisir<br />
Ukuran Besar Kecil<br />
Palpasi Indurasi jelas Fluktuasi<br />
Lokasi Difus Berbatas jelas<br />
Kehadiran pus Tidak ada Ada<br />
Derajat keparahan Lebih berbahaya Tidak darurat<br />
Bakteri Aerob (Streptococcus) Anaerob (Stafilococcus)<br />
Enzim yang Streptokinase / fibrinolisin, Coagulase<br />
2
dihasilkan Hyaluronidase dan<br />
Streptodornase<br />
Sifat Difus Terlokalisir<br />
2.3. ETIOLOGI: Streptococcus sp.<br />
Mikroorganisme lainnya negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona<br />
dan Fusobacterium (Berini, et al, 1999). Infeksi odontogenik pada umumnya<br />
merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob<br />
maupun anaerob mempunyai fungsi yang sinergis (Peterson,2002).<br />
Infeksi Primer <strong>selulitis</strong> dapat berupa: perluasan infeksi/abses periapikal,<br />
osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga<br />
rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi periapikal/perikoronal,<br />
penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah<br />
(Sialodenitis), fraktur compound maksila / mandibula, laserasi mukosa lunak<br />
mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy.<br />
2.4. Anatomi Spasia Fasialis<br />
Spasia <strong>fasialis</strong> adalah suatu area yang tersusun atas lapisan-lapisan fasia di<br />
daerah kepala dan leher berupa jaringan ikat yang membungkus otot-otot dan<br />
berpotensi untuk terserang infeksi serta dapat ditembus oleh eksudat purulen<br />
(Peterson, 2002). Pengetahuan tentang lokasi anatomis ruang atau spasia sebagai<br />
tempat penyebaran infeksi odontogenik sangat penting dalam menegakkan<br />
diagnosa.<br />
3
2.5. Patofisiologis<br />
Gambar 1. Spasia Masseter, Pterigomandibular dan Temporal (Topazian, 1995)<br />
Tabel 1. Spasium Fasialis<br />
Pada 88,4 % kasus <strong>selulitis</strong> <strong>fasialis</strong> disebabkan infeksi odontogenik yang<br />
berasal dari pulpa dan periodontal. Periodontitis apikalis akut atau kelanjutan dari<br />
infeksi/abses periapikal, menyebar ke segala arah waktu mencari jalan keluar.<br />
Ketika itu biasanya periosteum ruptur dan infeksi menyebar ke sekitar jaringan<br />
lunak intra dan/atau extra oral, menyebabkan <strong>selulitis</strong>. Penyebab utama <strong>selulitis</strong><br />
adalah proses penyebaran infeksi melalui ruangan subkutaneus sellular / jaringan<br />
ikat longgar yang biasanya disebabkan dari infeksi odontogenik. Penyebaran ini<br />
4
dipengaruhi oleh struktur anatomi lokal yang bertindak sebagai barrier pencegah<br />
penyebaran, hal tersebut dapat dijadikan acuan penyebaran infeksi pada proses<br />
septik. Barrier tersebut dibentuk oleh tulang rahang dan otot-otot yang berinsersi<br />
pada tulang tersebut (Berini, et al,1999).<br />
Gambar 2. Perlekatan otot-otot pada tulang fasial (Topazian, 2004)<br />
5
Gambar 3. Perjalanan Infeksi Odontogenik (Dimitroulis, 1997)<br />
Jalur penyebaran infeksi odontogenik (Dimitroulis,1997):<br />
Gigi-gigi Rahang Bawah<br />
- M. Buccinator (bagian luar body mandibula)<br />
o Di bawah perlekatan otot : ke daerah fasial<br />
o Di atas perlekatan otot : ke intraoral<br />
- M. Mylohyoid (sebelah dalam body mandibula)<br />
o Di bawah perlekatan otot : ke daerah sublingual dalam<br />
o Di atas perlekatan otot : ke daerah sublingual luar<br />
o Anterior : ke daerah submental<br />
- M. Masseter (sebelah luar ramus mandibula)<br />
o Di antara m. Masseter : ke daerah submasseterik<br />
o Lateral : ke daerah temporal<br />
- M. Pterigoideus Medialis (sebelah dalam ramus mandibula)<br />
6
o Lateral : ke daerah pterigomandibula<br />
o Medial : ke daerah pharyngeal<br />
o Posterior : ke retropharyngeal<br />
Gigi-gigi Rahang Atas<br />
- M. Buccinator (di lateral)<br />
Gambar 4. Jalur Penyebaran Infeksi Odontogenik<br />
o Di atas perlekatan otot : ke daerah fasial<br />
o Dibawah perlekatan otot : ke daerah intraoral<br />
- Palatum durum (di medial)<br />
- Sinus maksilaris ( di superior)<br />
Menurut Dimitroulis (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran<br />
dari infeksi adalah mikroorganisme (Virulensi mikroorganisme, jumlah<br />
mikroorganisme, asal infeksi (pulpa, periodontal, luka jaringan) dan toksisitas<br />
yang dihasilkan dan dikeluarkan dari mikroorganisme) dan host (keadaan Umum<br />
(status kesehatan, sistem imun, umur) dan faktor lokal (suplai darah, efektivitas<br />
sistem pertahanan)).<br />
Peterson (2002) menguraikan mekanisme pertahanan tubuh terhadap<br />
infeksi dengan lebih jelas lagi, sebagai berikut: mekanisme pertahanan lokal<br />
(barrier anatomi tubuh yang intak dan populasi bakteri normal dalam tubuh),<br />
7
mekanisme pertahanan hurmoral (imunoglobulin dan komplemen) serta<br />
mekanisme selular (fagosit, granulosit, monosit dan limfosit).<br />
III. SELULITIS FASIALIS<br />
3.1. Klasifikasi<br />
Menurut Berini, et al (1999) <strong>selulitis</strong> dapat digolongkan menjadi:<br />
3.1.1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut<br />
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia<br />
fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous,<br />
konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang<br />
anatomi atau spasia yang terlibat.<br />
Gambar 5. Penamaan Selulitis Berdasarkan Spasia Yang Terlibat (Peterson, 2002)<br />
3.1.2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut<br />
Prosesnya hampir sama dengan <strong>selulitis</strong> sirkumskripta serous akut, hanya<br />
infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan<br />
berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen,<br />
mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan<br />
mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson (2002)<br />
8
eranggapan bahwa <strong>selulitis</strong> dan abses sulit dibedakan, karena pada beberapa<br />
pasien dengan indurasi <strong>selulitis</strong> mempunyai daerah pembentukan abses.<br />
Nama lain<br />
a. Selulitis Difus Akut<br />
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:<br />
1) Ludwig’s Angina<br />
2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid<br />
3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal<br />
4) Selulitis Fasialis Difus<br />
5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya<br />
b. Selulitis Kronis<br />
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena<br />
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada<br />
pasien dengan <strong>selulitis</strong> sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang<br />
adekuat atau tanpa drainase.<br />
3.1.3.Selulitis Difus yang Sering Dijumpai<br />
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina<br />
Ludwig’s . Angina Ludwig’s merupakan suatu <strong>selulitis</strong> difus yang mengenai<br />
spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai<br />
mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian, 2002).<br />
Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai<br />
satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.<br />
Gambar 8. Angina Ludwig’s yang meluas ke daerah mediastinum dan telah dilakukan insisi drainase setelah<br />
pencabutan gigi.<br />
9
Biasanya infeksi primer dari <strong>selulitis</strong> berasal dari gigi molar kedua dan ketiga<br />
bawah, penyebab lainnya (Topazian, 2002): sialodenitis kelenjar submandibula,<br />
fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak mulut, luka yang menusuk<br />
dasar mulut dan infeksi sekunder dari keganasan oral.<br />
Gejala klinis dari Phlegmon (Pedlar, 2001), seperti oedema pada kedua sisi<br />
dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam beberapa jam, lidah<br />
terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal – kaku seperti papan,<br />
pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan anatomi normalnya, seringkali<br />
disertai demam/kenaikkan temperatur tubuh, sakit dan sulit menelan, kadang<br />
sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor.<br />
Angina Ludwig’s memerlukan penangganan sesegera mungkin, berupa:<br />
rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous dosis<br />
tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin dikombinasikan dengan<br />
metronidazole, penggantian cairan melalui infus, drainase through and through,<br />
serta penangganan saluran nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomi<br />
jika diperlukan.<br />
3.2 Diagnosa ,Gejala Klinis dan Prognosa<br />
Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit atau anamnesa dan<br />
pemeriksaan klinis (inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan ekstraoral), yang<br />
lebih jauh menegakkan diagnosa <strong>selulitis</strong> tersebut berasal dari gigi. Pemeriksaan<br />
penunjang berupa pemeriksaan radiologis, umumnya periapikal foto dan<br />
panoramik foto, walaupun banyak kasus dilaporkan <strong>selulitis</strong> dapat didiagnosa<br />
dengan MRI (Berini, Bresco & Gay, 1999) .<br />
Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan lunak/ikat<br />
longgar, sakit, panas dan kemerahan pada daerah pembengkakkan, pembengkakan<br />
disebabkan oedem, infiltrasi selular dan kadang karena adanya pus,<br />
pembengkakkan difus, konsistensi kenyal – keras seperti papan, kadang-kadang<br />
disertai trismus dan kadang-kadang dasar mulut dan lidah terangkat.<br />
10
Gambar 6. Gejala klinis (a) <strong>selulitis</strong> <strong>fasialis</strong> a/r bukalis & temporal dextra (b) Angina Ludwig yang meluas ke daerah colli<br />
dan mediastinum.<br />
Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak teratur,<br />
malaise, lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit, pernafasan cepat, muka<br />
kemerah-merahan, lidah kering, delirium terutama malam hari, disfagia dan<br />
dispnoe, serta stridor<br />
Prognosa untuk kasus <strong>selulitis</strong> <strong>fasialis</strong> tergantung pada uimur penderita,<br />
kondisi pasien datang pertama ke poliklinik dan juga tergantung pada kondisi<br />
sistemik pasien. Pada umumnya ad bonam jika segefra ditangani dengan cepat dan<br />
benar.<br />
Ad bonam, jika segera ditangani.<br />
3.4. Terapi dan Kompolikasi<br />
Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise dan<br />
demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang minum,<br />
diduga adanya penurunan resistensi terhadap infeksi, toksis septikemia dan<br />
infiltrasi ke daerah anatomi yang berbahaya serta memerlukan anestesi umum<br />
untuk drainase, diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit<br />
sesegera mungkin.<br />
a b<br />
Jalan nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau tracheostomi<br />
jika diperlukan. Empat prinsip dasar perawatan infeksi (Falace, 1995), yaitu:<br />
menghilangkan causa (Jika keadaan umum pasien mungkinkan segera dilakukan<br />
prosedur ini, dengan cara pencabutan gigi penyebab), drainase (Insisi drainase<br />
bisa dilakukan intra maupun extra oral, ataupun bisa dilakukan bersamaan seperti<br />
11
kasus-kasus yang parah. Penentuan lokasi insisi berdasarkan spasium yang<br />
terlibat).<br />
Gambar 7. Garis Insisi Drainase (Peterson, 2002)<br />
Dalam pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien mempunyai<br />
riwayat alergi terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan secara<br />
intravena untuk itu perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik diberikan<br />
selama 5-10 hari (Milloro, 2004)<br />
Tabel 2. Antibiotik yang biasa digunakan<br />
12
Tabel 3. Konsentrasi Puncak Serum (µg/mL) pada dosis rutin<br />
Suppotive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian<br />
analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti Diklofenak<br />
(50 mg/8 jam) atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam) dan jika Kortikosteroid<br />
diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni, seperti Paracetamol antiinflamasi<br />
diberikan dalam (650 mg/4-6 jam) dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30<br />
mg/6 jam)), pemberian aplikasi panas eksternal (kompres panas) maupun peroral<br />
(melalui obat kumur saline) dapat memicu timbulnya pernanahan.<br />
Komplikasi yang seringkali menyertai <strong>selulitis</strong> fasial antara lain: obstruksi<br />
pernafasan, septik syok, dan septikemia.<br />
IV. KESIMPULAN<br />
4.1. Kesimpulan<br />
Selulitis merupakan suatu proses inflamasi yang mengenai jaringan lunak<br />
terutama jaringan ikat longgar, sifatnya akut, oedematus difus, meliputi ruang<br />
yang luas, indurasi tegas, biasanya disertai kondisi sistemik yang buruk. Selulitis<br />
dapat mengakibatkan kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang<br />
adekuat dan sesegera mungkin.<br />
Selulitis fasial yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwig’s,<br />
<strong>selulitis</strong> bilateral yang mengenai 3 spasium yaitu spasium submandibula,<br />
sublingual dan submental. Penanganan <strong>selulitis</strong> hampir sama seperti penanganan<br />
infeksi odontogenik lainnya yaitu menghilangkan causa, insisi drainase,<br />
13
pemberian antibiotik dan perawatan suportif, tetapi yang perlu diperhatikan adalah<br />
penangganan kedaruratan untuk keadaan umum pasien yang buruk, seperti sulit<br />
bernafas, deman tinggi, dan sebagainya.<br />
4.2. Saran<br />
4.2.1. Setiap dokter gigi agar meningkatkan pengetahuan tentang infeksi<br />
maksilofasial agar pasien dapat segera didiagnosa dengan tepat dan<br />
mendapat perawatan yang segera<br />
4.2.2. Agar ditempat praktek selalu tersedia alat-alat untuk insisi dan drainase<br />
4.2.3. Segera konsulkan kepada yang lebih ahli untuk mengatasi segala infeksi<br />
maksilofasial apabila menghadapi masalah yang gawat dan darurat.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Berini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4,<br />
(p337-50).<br />
Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81)<br />
Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Baltimore (p<br />
214-26)<br />
Milloro, M., 2004, Peterson’s of Principles Oral and Maxillofacial Surgery, 2 nd<br />
edition, Canada: BC Decker Inc.<br />
Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia<br />
Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl (p90-100)<br />
Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis<br />
Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB<br />
Saunders, Philadelphia<br />
14