06.05.2013 Views

kajian penerapan sistem proteksi pasif desain site planing - USU ...

kajian penerapan sistem proteksi pasif desain site planing - USU ...

kajian penerapan sistem proteksi pasif desain site planing - USU ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

KAJIAN PENERAPAN SISTEM PROTEKSI PASIF DESAIN SITE PLANING<br />

PADA BEBERAPA KASUS RUMAH S<strong>USU</strong>N DI JAKARTA & BANDUNG<br />

1. Pendahuluan<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

Ir. NURINAYAT VINKY RAHMAN MT.<br />

Fakultas Teknik<br />

Program Studi Ar<strong>site</strong>ktur<br />

Universitas Sumatera Utara<br />

Pembangunan Rumah Susun adalah salah satu alternatif jawaban atas<br />

tuntutan permasalahan kota besar dengan kepadatan penduduk yang relatif besar,<br />

pertumbuhan ekonomi yang cepat serta intensitas pembangunan yang tinggi.<br />

Karakteristik permasalahan yang melekat kemudian adalah :<br />

nilai ekonomi lahan yang semakin tinggi<br />

luas lahan yang terbatas<br />

tuntutan akan penataan wilayah yang terarah<br />

tuntutan penyediaan pemukiman yang layak untuk masyarakat<br />

Saat ini di Jakarta ada banyak Rumah Susun yang telah terbangun dan beberapa lagi<br />

dalam perencanaan. Karena menyangkut kepentingan masyarakat banyak, dan<br />

juga bereskalasi kepada permasalahan perkotaan, umumnya pembangunan Rumah<br />

Susun diprakarsai oleh Pemerintah (Pemda), dan sebagian lagi menyertakan pihak<br />

swasta dalam pengadaannya.<br />

Yang menarik adalah bahwa beberapa Rumah Susun dibangun sebagai akibat atau<br />

setelah terjadinya musibah kebakaran di suatu lingkungan pemukiman padat<br />

penduduk. Untuk membangun kembali wilayah yang terkena musibah, maka<br />

dibangunlah Rumah Susun sebagai penggantinya, dengan maksud selain<br />

menanggulangi kebutuhan masyarakat yang terkena musibah tersebut akan hunian,<br />

sekaligus juga melindungi mereka agar musibah yang sama tidak terulang. Tentu<br />

tuntutan-tuntutan akan pemenuhan kebutuhan masalah perkotaan, turut pula<br />

menjadi bahan pertimbangan.<br />

Dari uraian di atas, yang menjadi masalah adalah apakah semua tuntutan<br />

tersebut (terhadap masalah-masalah pemukiman dan perkotaan) dapat terpenuhi<br />

dengan dibangunnya Rumah Susun. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan<br />

perumahan/ pemukiman yang murah, dengan lahan yang terbatas dan nilai ekonomi<br />

lahan yang tinggi serta juga sekaligus menciptakan perumahan yang aman terhadap<br />

bencana (kebakaran), adalah suatu hal yang tidak mudah untuk dipecahkan.<br />

2. Latar Belakang<br />

Secara umum ada dua <strong>sistem</strong> penanggulangan kebakaran yang dikenal, yaitu<br />

<strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong> aktif dan <strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong> <strong>pasif</strong>. Pada prinsipnya, penanggulangan<br />

kebakaran lebih diutamakan upaya <strong>proteksi</strong> <strong>pasif</strong> terlebih dahulu, lalu kemudian<br />

melakukan upaya <strong>proteksi</strong> aktif untuk menanggulangi api. Kedua <strong>sistem</strong> ini, pada<br />

saat operasionalnya menanggulangi kebakaran secara bersama-sama.<br />

Bila dilihat dari latar belakangnya, prioritas kebutuhan akan pengadaan<br />

rumah susun oleh pemerintah, yaitu :memberikan fasilitas perumahan yang layak<br />

dan murah untuk penduduknya, penataan wilayah dalam usaha penataan kota, serta<br />

1


upaya mem<strong>proteksi</strong> daerah-daerah pemukiman akan rawannya bencana (kebakaran<br />

dan banjir).<br />

Dari latar belakang di atas, adalah wajar bila akan sulit memfasilitasi semua<br />

kebutuhan tersebut sekaligus secara maksimal. Apalagi masyarakat sendiri<br />

memmiliki bermacam tingkat sosial dan tingkat resistensi sendiri terhadap hal-hal<br />

yang baru yang ada di lingkungannya, yang bisa menghambat upaya pengadaan<br />

rumah susun tersebut.<br />

Khusus mengenai pengadaan <strong>sistem</strong> penanggulangan kebakaran, <strong>sistem</strong><br />

penanggulangan <strong>pasif</strong> adalah <strong>sistem</strong> penanggulangan minimal yang wajib<br />

diupayakan.pengadaanya dalam bangunan.<br />

Dalam makalah ini, pengamatan lebih dikhususkan pada salah satu dari <strong>sistem</strong><br />

penanggulangan <strong>pasif</strong> yaitu ‘perencanaan dan disain <strong>site</strong>’, yang ada pada beberapa<br />

kasus rumah susun yang telah ada (di Jakarta dan Bandung)<br />

Adapun acuan yang menjadi standar pengamatan dan peng<strong>kajian</strong> adalah standarstandar<br />

literatur yang menyajikan konsep <strong>desain</strong> <strong>site</strong> plan dalam kaitannya dengan<br />

<strong>sistem</strong> penanggulangan kebakaran, yaitu :<br />

1. “Concepts in Building Fire Safety”, oleh Egan. M.David, dan<br />

2. “Designing for Fire Safety”, oleh EG.Butcher, dan AC. Parnell.<br />

3. Batasan Pembahasan<br />

Mengingat permasalahan pengadaan rumah susun beserta masalah-masalah<br />

teknis yang berkaitan di dalamnya cukup luas dan kompleks, maka dalam hal ini,<br />

pembahasan dan pengamatan dibatasi hanya pada masalah <strong>sistem</strong><br />

penanggulangan kebakaran pada bangunan rumah susun yang telah dibangun.<br />

Lebih spesifik lagi, hal utama pengamatan dan pembahasan adalah <strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong><br />

<strong>pasif</strong>-nya, khususnya masalah <strong>desain</strong> <strong>site</strong> <strong>planing</strong> pada bangunan.<br />

Adapun pembahasan lebih lanjut, mencoba mengungkapkan permasalahan yang ada<br />

pada kasus yang diamati dan mencari pemecahan apa yang bisa dilakukan dalam<br />

mengatasinya, berdasarkan acuan standar yang ada dan layak diupayakan.<br />

4. Sistem Penanggulangan Kebakaran<br />

Sebagai suatu <strong>sistem</strong>, bangunan terdiri dari sub-sub <strong>sistem</strong> yang<br />

membentuknya secara integral dalam satu kesatuan. Sub-sub <strong>sistem</strong> tersebut antara<br />

lain ar<strong>site</strong>ktur, struktur, mekanikal, elektrikal, <strong>desain</strong> ruang dalam (interior), <strong>desain</strong><br />

ruang luar (landscape), utilitas, dan <strong>sistem</strong>-<strong>sistem</strong> lain seperti manajemen /<br />

pengelolaan, maitenance /service, <strong>sistem</strong> penanggulangan kebakaran /fire safety.<br />

Sistem-<strong>sistem</strong> ini haruslah terintegrasi dengan baik dalam bangunan.<br />

Sistem Penanggulangan Kebakaran adalah <strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong> yang perlu<br />

disertakan di dalam bangunan. Khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan/atau<br />

bangunan yang mewadahi orang banyak, hal ini menjadi suatu kewajiban untuk<br />

disediakan . Pada pelaksanaannya, tentunya penataan atau perencanaannya harus<br />

dilibatkan secara kontinyu pada saat proses konstruksi secara keseluruhan. Proses<br />

konstruksi yang dimaksudkan di atas adalah dari mulai tahap perencanaan,<br />

perancangan, pembangunan, pengoperasian serta perbaikan dan perawatan.<br />

Tujuan perencanaan penanggulangan kebakaran (Fire Safety) adalah untuk<br />

menyelamatkan jiwa manusia dan untuk kemudian sebisanya menghindari<br />

kerusakan seminimal mungkin. Dasar-dasar penyelamatan terhadap bahaya<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

2


kebakaran pada bangunan, dilandasi oleh sifat alamiah api yang signifikan<br />

membahayakan baik itu yang menimbulkan kerugian material ataupun keselamatan<br />

jiwa manusia.. Beberapa item yang sekaligus juga merupakan tujuan langkah<br />

penyelamatan terhadap bahaya kebakaran, antara lain :<br />

- mencegah terjadinya kebakaran<br />

- mencegah berkembangnya api sehingga tidak terkendali<br />

- mendeteksi terjadinya api sedini mungkin<br />

- memadamkan api dengan cepat<br />

- memudahkan evakuasi penghuni dan barang properti<br />

- meminimalkan kerusakan yang timbul<br />

Sedangkan implementasi dari tindakan-tindakan penyelamatan di atas bisa<br />

disimpulkan menjadi empat bagian utama yaitu :<br />

- menyelamatkan jiwa manusia<br />

- menyelamatkan bangunan dan isinya<br />

- menjadi acuan/pedoman proses penanggulangan dan penyelamatan<br />

- meminimalkan kerusakan pada lingkungan<br />

Klasifikasi Sistem Penanggulangan Kebakaran<br />

Ada beberapa cara yang dikenal dalam mengklasifikasikan <strong>sistem</strong> penanggulangan<br />

kebakaran pada bangunan. Beberapa di antaranya yang sering digunakan antara<br />

lain :<br />

1. Klasifikasi berdasarkan implementasi dan cara pelaksanaannya,<br />

Berdasarkan implementasi dan cara pelaksanaannya, <strong>sistem</strong> penanggulangan<br />

kebakaran diklasifikasikan dalam dua bagian, yaitu :<br />

<strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong> aktif , <strong>proteksi</strong> melalui sarana aktif atau secara mekanis<br />

<strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong> <strong>pasif</strong>. , <strong>proteksi</strong> melalui sarana <strong>pasif</strong><br />

2. Berdasarkan pentahapan cara pelaksanaan penanggulangan kebakaran, <strong>sistem</strong><br />

dibagi dalam 5 tahap yaitu :<br />

Prevention (Sistem Preventif), memastikan api dan kebakaran tidak<br />

timbul, dengan mengontrol sumber api dan bahan yang terbakar<br />

Communications (Sistem Komunikasi)<br />

Escape System (Sistem Jalur penyelamatan)<br />

Containment System (Sistem Pengisolasian Api)<br />

Extinguishment System (Sistem Pemadaman)<br />

3. Klasifikasi berdasarkan cara/teknologi penanggulangan, dibagi dalam dua<br />

kategori :<br />

Soft Teknologi (<strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong> melalui perangkat peraturan, standar,<br />

manajemen dan perencanaan <strong>desain</strong>)<br />

Hard Teknologi (dengan penggunaan perangkat peralatan )<br />

Untuk Indonesia, umumnya <strong>sistem</strong> pengklasifikasian yang biasa dipakai adalah<br />

berdasarkan implementasi dan cara pelaksanaannya yaitu dibagi dua <strong>sistem</strong><br />

<strong>proteksi</strong> aktif dan <strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong> <strong>pasif</strong>.<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

3


Sistem <strong>proteksi</strong> aktif<br />

Sistem <strong>proteksi</strong> aktif merupakan <strong>sistem</strong> perlindungan terhadap kebakaran<br />

melalui sarana aktif yang terdapat pada bangunan atau <strong>sistem</strong> perlindungan dengan<br />

menangani api/kebakaran secara langsung. Cara yang lazim digunakan adalah :<br />

a. Sistem Pendeteksian Dini<br />

Sistem pendeteksian dini terhadap terjadinya kebakaran dimaksudkan<br />

untuk mengetahui serta dapat memberi refleksi cepat kepada penghuni<br />

untuk segera memadamkan api pada tahap awal.<br />

Sensor-sensor yang umum dikenal adalah :<br />

- alarm kebakaran;<br />

- detektor panas, asap, nyala dan atau gas<br />

- manual call point;<br />

- panel control;<br />

- sumber daya darurat lainnya<br />

b. Sistem Pemercik (Sprinkler) Otomatis<br />

Sistem ini biasanya bersinergi langsung dengan <strong>sistem</strong> pendeteksi dini,<br />

dimana bila <strong>sistem</strong> detektor bekerja, langsung dilanjutkan dengan<br />

bekerjanya alat ini untuk pemadaman. Beberapa <strong>sistem</strong> yang biasa dikenal<br />

antara lain :<br />

- alarm kebakaran;<br />

- <strong>sistem</strong> sprinkler otomatis;<br />

- <strong>sistem</strong> hidran (hidran dalam maupun halaman); hose reel;<br />

c. Sistem Pemadam dengan bahan kimia portable :<br />

- alat pemadam Halon/BCP;<br />

- alat pemladam C02;<br />

- alat pemadam Dry chemicals;<br />

- alat pemadam busa/foam;<br />

d. Sistem Pemadam Khusus, yang mencakup :<br />

- C0 2 componenet,<br />

- Halon extinguisher unit;<br />

- Foam systems;<br />

e. Sistem Pengendalian Asap, <strong>sistem</strong> yang umum dipakai :<br />

- smoke venting;<br />

- smoke towers;<br />

- tata udara untuk pengendalian asap; dan<br />

- elevator smoke control.<br />

Sistem <strong>proteksi</strong> <strong>pasif</strong><br />

Sistem <strong>proteksi</strong> <strong>pasif</strong> merupakan <strong>sistem</strong> perlindungan terhadap kebakaran<br />

yang bekerjanya melalui sarana <strong>pasif</strong> yang terdapat pada bangunan. Biasanya juga<br />

disebut sebagai <strong>sistem</strong> perlindungan bangunan dengan menangani api dan<br />

kebakaran secara tidak langsung. Caranya dengan meningkatkan kinerja bahan<br />

bangunan, struktur bangunan, pengontrolan dan penyediaan fasilitas pendukung<br />

penyelamatan terhadap bahaya api dan kebakaran Sistem ini adalah yang paling<br />

lazim dan maksimal yang bisa dilakukan pada kasus fasilitas pemukiman<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

4


Yang termasuk di dalam <strong>sistem</strong> protrksi <strong>pasif</strong> ini antara lain :<br />

Perencanaan dan disain <strong>site</strong>, akses dan lingkungan bangunan<br />

Perencanaan struktur bangunan<br />

Perencanaan material konstruksi dan interior bangunan<br />

Perencanaan daerah dan jalur penyelamatan (evakuasi) pada bangunan<br />

Manajemen <strong>sistem</strong> penanggulangan kebakaran<br />

a. Perencanaan dan disain <strong>site</strong>, akses dan lingkungan bangunan<br />

Beberapa hal yang termasuk di dalam permasalahan <strong>site</strong> dalam kaitannya<br />

dengan penanggulangan kebakaran ini antara lain :<br />

- penataan blok-blok massa hunian dan jarak antar bangunan,<br />

- kemudahan pencapaian ke lingkungan pemukiman maupun bangunan<br />

- tersedianya area parkir ataupun open space di lingkungan kawasan<br />

- menyediakan hidrant eksterior di lingkungan kawasan<br />

- menyediakan aliran dan kapasitas suply air untuk pemadaman<br />

b. Perencanaan Struktur dan Konstruksi Bangunan<br />

Hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan <strong>sistem</strong> ini antara lain :<br />

- Pemilihan material bangunan yang memperhatikan sifat material<br />

- kemampuan / daya tahan bahan struktur (fire resistance) dari komponenkomponen<br />

struktur.<br />

- penataan ruang, terutama berkaitan dengan areal yang rawan bahaya ,<br />

dengan memilih material struktur yang lebih resisten<br />

c. Perencanaan daerah dan jalur penyelamatan (evakuasi) pada bangunan<br />

Biasanya diperuntukkan untuk bangunan pemukimna berlantai banyak dan<br />

merupakan bangunan yang lebih kompleks. Beberapa hal yang menjadi<br />

pertimbangan perencanaan <strong>sistem</strong> ini :<br />

- kalkulasi jumlah penghuni/pemakai bangunan<br />

- tangga kebakaran dan jenisnya<br />

- pintu kebakaran<br />

- daerah perlindungan sementara<br />

- jalur keluar bangunan &<br />

- peralatan dan perlengkapan evakuasi<br />

d. Manajemen <strong>sistem</strong> penanggulangan kebakaran<br />

Sistem manajemen kebakaran ini mencakup lima aspek yang harus<br />

dipertimbangkan di dalam <strong>sistem</strong> penanggulangan kebakaran, yaitu :<br />

- tindakan preventif / pencegahan<br />

- <strong>sistem</strong> prosedural<br />

- <strong>sistem</strong> komunikasi<br />

- perawatan / pemeliharaan<br />

- <strong>sistem</strong> pelatihan<br />

Aspek-aspek tersebut masing-masing harus selalu dievaluasi kelengkapan dan<br />

fungsinya agar dapat berfungsi dengan baik pada saat diperlukan. Untuk itu<br />

diperlukan <strong>sistem</strong> manajemen yang dapat mengelolanya dengan baik.<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

5


Perencanaan Site, Akses dan Lingkungan Bangunan<br />

Telah diuraikan sebelumnya, bahwa perencanaan <strong>site</strong>, akses dan lingkungan<br />

bangunan adalah termasuk salah satu <strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong> <strong>pasif</strong> dalam menanggulangi<br />

bahaya kebakaran.<br />

Hal-hal yang termasuk di dalam permasalahan perencanaan <strong>site</strong> dalam<br />

kaitannya dengan penanggulangan/<strong>proteksi</strong> kebakaran pada bangunan :<br />

kemudahan pencapaian ke lingkungan pemukiman maupun bangunan<br />

berkaitan dengan kemudahan pencapaian ke lokasi <strong>site</strong> oleh regu penolong dan<br />

secepatnya pula untuk melakukan evakuasi<br />

penataan blok-blok massa hunian dan jarak antar bangunan,<br />

berkaitan erat dengan kemudahan pencapaian dan <strong>proteksi</strong> terhadap penyebaran<br />

api pada bangunan agar tidak berkembang lebih luas ke bangunan yang lain.<br />

tersedianya area parkir ataupun open space di lingkungan kawasan,<br />

ini berhubungan dengan sarana evakuasi manusia dan barang serta spesifikasi<br />

tertentu dari kenderaan regu pemadam kebakaran.<br />

menyediakan hidrant eksterior di lingkungan kawasan’<br />

sebenarnya termasuk sarana <strong>proteksi</strong> aktif dan kinerjanya berkaitan erat dengan<br />

perletakannya, serta operasional pasukan pemadam kebakaran<br />

Banyak ditemukan kasus dimana kebakaran menimbulkan kerugian dan kerusakan<br />

yang lebih besar disebabkan kurangnya pertolongan yang cepat oleh para petugas<br />

pemadam kebakaran. Disain dan perencanaan bangunan (dalam hal ini disain<br />

ruang luar dan aksesibilitas bangunan) ternyata sangat berperan dalam mendukung<br />

perlindungan terhadap timbul, berkembang dan tertanggulanginya kebakaran<br />

terhadap bangunan.<br />

Beberapa hal yang termasuk di dalam permasalahan <strong>site</strong> dalam kaitannya dengan<br />

penanggulangan kebakaran ini antara lain :<br />

- penataan blok-blok massa hunian dan jarak antar bangunan,<br />

- kemudahan pencapaian ke lingkungan pemukiman maupun bangunan<br />

- tersedianya area parkir ataupun open space di lingkungan kawasan<br />

- menyediakan hidrant eksterior di lingkungan kawasan<br />

- menyediakan aliran dan kapasitas suply air untuk pemadaman<br />

Standar Acuan<br />

Standar acuan yang digunakan sebagai pembanding dalam mengkaji dan membahas<br />

masalah perencanaan <strong>site</strong> pada bangunan dalam kaitannya terhadap <strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong><br />

<strong>pasif</strong> pada bangunan, adalah :<br />

1. ‘Desain Site Planning’ dalam “Concepts in Building Fire Safety”, oleh Egan.<br />

M.David, dan<br />

2. ‘Outline Design Site Planning’ dalam “Designing for Fire Safety”, oleh<br />

EG.Butcher, dan AC. Parnell.<br />

Kedua bahasan dalam buku di atas dipakai sebagai acuan karena membahas cukup<br />

banyak mengenai <strong>desain</strong> <strong>site</strong> plan dalam kaitannya dengan <strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong> <strong>pasif</strong><br />

pada bangunan. Selain itu, acuan ini juga telah dipakai di beberapa negara Eropa<br />

dan Amerika sebagai acuan <strong>desain</strong> pada <strong>site</strong> plan bangunan.<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

6


Walaupun sifatnya tidak terlalu mengikat, dan masih ada unsur-unsur lokal pada<br />

pembahasannya, tetapi secara umum acuan ini masih dapat diterapkan sebagai<br />

standar pembanding untuk kasus-kasus bangunan di Indonesia.<br />

Adapun hal-hal yang termasuk dalam <strong>kajian</strong> bahasan <strong>desain</strong> <strong>site</strong> plan sebagai sarana<br />

<strong>proteksi</strong> <strong>pasif</strong> pada bangunan :<br />

1. <strong>desain</strong> jalur masuk<br />

yang mencakup : ukuran, bahan dan daya dukung beban<br />

2. daerah putaran kenderaan<br />

yang mencakup : jenis putaran, dan ukuran-ukurannya.<br />

3. jalur peralatan dan penyemprotan pemadam<br />

yang mencakup : jenis kenderaan, ukuran, kinerja dan handycap-nya.<br />

4. perbandingan sirkulasi pemadaman thd. besaran bangunan<br />

5. fire hydrant<br />

yang mencakup : perletakan, dan kinerjanya.<br />

6. <strong>sistem</strong> <strong>proteksi</strong> bukaan<br />

Selanjutnya kutipan pembahasan tentang standar acuan dari kedua buku tersebut di<br />

atas, dilampirkan pada lampiran tulisan ini.<br />

Studi Kasus<br />

A. Rumah Susun Sarijadi Bandung<br />

Lokasi<br />

Luas tapak<br />

Luas lantai dasar<br />

Jumlah Unit hunian<br />

Type Unit Hunian<br />

Tinggi Bangunan<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

:<br />

:<br />

:<br />

:<br />

:<br />

:<br />

Jl. Sarijadi, Bandung<br />

+ 80 Ha<br />

+ 3,60 Ha<br />

614 Unit Hunian<br />

T - 36 A ( 11 blok – 704 unit hunian )<br />

T - 36 B ( 5 blok – 160 unit hunian )<br />

4 lantai<br />

foto - a.1<br />

Analisa Kasus Rumah Susun Sarijadi Bandung<br />

7


7. Desain jalur masuk dan daerah putaran kenderaan<br />

a. jalur masuk ke <strong>site</strong> cukup mudah dikarenakan <strong>site</strong> dikelilingi dan ditembus<br />

oleh jalan-jalan lingkungan yang cukup besar dan dua arah ( 12 - 20 meter )<br />

b. jalur putaran kenderaan berat dapat dengan mudah tersedia dengan kondisi<br />

jalan <strong>site</strong> seperti di atas<br />

8. Jalur peralatan dan penyemprotan pemadam<br />

a. Jalur peralatan dan penyemprotan alat pemadam kebakaran cukup sulit pada<br />

daerah daerah tertentu pada <strong>site</strong> , hal ini dikarenakan :<br />

b. adanya bangunan parkir yang menghalangi pada si<strong>site</strong>rtentu<br />

bangunan rumah susun<br />

c. paagar pembatas antar blok-blok hunian<br />

d. jalan sekitar/sekeliling bangunan yang kecil (pedestrian)<br />

e. panjang bangunan yang telah mencapai di luar jangkauan selang<br />

pemadam kebakaran<br />

9. Fire hydrant<br />

Persyaratan Standar :<br />

a. pada setiap jarak 9 meter di jalur utama <strong>site</strong> disediakan satu unit pompa<br />

hydrant<br />

b. untuk bangunan tinggi, jarak pompa hydrant ke keran koneksi terdekat pada<br />

bangunan adalah 6 meter<br />

Pada <strong>site</strong>, tidak tersedia fasilitas pompa hydrant<br />

10. Perbandingan sirkulasi pemadaman thd. besaran bangunan<br />

Volume per unit bangunan = + 3246,83<br />

m 3<br />

Tinggi Bangunan = 10,4 m<br />

Persyaratan Standar :<br />

- setiap 30 m (dari keliling bangunan)<br />

di-sediakan hydrant di lantai dasar.<br />

- disediakan ruang yang dapat dilayani<br />

mobil pemadam kebakaran yang meliputi<br />

minimal 16 % dari keliling bangunan untuk<br />

dapat masuk ke interior bangunan<br />

Kasus :<br />

- tidak terdapat pompa hydrant di lantai<br />

dasar bangunan<br />

- sirkulasi kenderaan besar (mobil<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

m 3<br />

3246,83<br />

8


pemadam kebakaran), hanya meliputi +<br />

13 % dari keliling bangunan, sehingga<br />

kurang me-menuhi syarat untuk<br />

mengcover kebakaran.<br />

11. Sistem <strong>proteksi</strong> bukaan<br />

Kasus<br />

- per blok hunian, unit-unit<br />

hunian dibuat salnig berhadapan<br />

(dengan bukaan besar)<br />

- antar blok, unit-unit hunian<br />

dibuat saling membelakangi<br />

dengan bukaan kecil dan jarak<br />

antar blok cukup besar<br />

bukaan entrance<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

bukaan<br />

sisi belakang<br />

foto - a.2 foto - a.3<br />

Kondisi di atas secara teknis cukup baik untuk menghindari perambatan<br />

api/kebakaran ke blok hunian yang bersebelahan<br />

Rangkuman Pengamatan :<br />

Secara umum, <strong>site</strong> bangunan di<strong>desain</strong> kurang protektif terhadap bahaya<br />

kebakaran.<br />

Hal ini terlihat :<br />

i. jalur sirkulasi darurat aparat pemadam di <strong>site</strong> kurang<br />

mendukung (banyak penghalang kinerja aparat)<br />

ii. fasilitas fire hydrant tidak ersedia<br />

9


iii. perbandingan volumetrik dengan sirkulasi darurat seputar<br />

bangunan kurang mencukupi<br />

1. Hal-hal yang mendukung kinerja protektif terhadap kebakaran :<br />

a. akses masuk ke lokasi <strong>site</strong> dan jalur manuver kenderaan<br />

pemadam kebakaran tersedia dan dapat berfungsi baik<br />

<strong>sistem</strong> susunan bukaan, bahan dan jarak antar blok hunian, dapat mengurangi efek<br />

menjalar dan membesarnya api kebakaran.<br />

B. Rumah Susun Pulo Mas, Jakarta<br />

Lokasi<br />

Luas tapak<br />

Luas lantai dasar<br />

Luas total lantai<br />

Jumlah Unit hunian<br />

Jumlah Kamar/unit<br />

Unit Type 45 (m 2 )<br />

Unit Type 54 (m 2 )<br />

Tinggi Bangunan<br />

Analisa Kasus<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

:<br />

:<br />

:<br />

:<br />

:<br />

:<br />

:<br />

:<br />

:<br />

Jalan Perintis Kemerdekaan, Jakarta<br />

53.325 m 2<br />

8.432 m 2<br />

33.728 m 2<br />

592 Unit Hunian<br />

3 RT / Unit<br />

320 Unit ( 20 blok )<br />

272 Unit ( 17 blok )<br />

4 lantai<br />

12. Desain jalur masuk dan daerah putaran kenderaan<br />

a. jalur masuk ke <strong>site</strong> cukup<br />

mudah karena <strong>site</strong> berbatasan<br />

langsung dengan sirkulasi utama<br />

kota :<br />

1. Jl Perintis Kemerdekaan<br />

di sisi Utara dan<br />

2. Jl. Kayu Putih di sisi<br />

Timur.<br />

b. jalur putaran/manuver kenderaan<br />

pemadam kebakaran<br />

secara operasional mudah.<br />

c. tersedianya open space dan<br />

.ruang parkir yang cukup besar<br />

di dalam <strong>site</strong>.<br />

Kondisi eksisting <strong>desain</strong> jalur masuk<br />

dan jalur manuver kenderaan, cukup<br />

memenuhi persyaratan standar<br />

10


13. Jalur peralatan dan penyemprotan pemadam<br />

a. Jalur peralatan dan penyemprotan alat<br />

pemadam kebakaran ada tersedia,<br />

walaupun tidak dibuatkan jalur khusus<br />

untuk itu dan ukurannyapun tidak<br />

mengikuti standar spesifikasi kenderaan<br />

pemadam kebakaran<br />

b. Massa yang terbentuk dari massa massa<br />

kecil, memanjang berselang seling,<br />

mungkin akan menyulitkan orientasi<br />

pemadaman,<br />

14. Perbandingan sirkulasi pemadaman thd.<br />

besaran bangunan<br />

a. Spesifikasi Bangunan :<br />

Volume per unit bangunan : T – 54 = + 2459,6 m 3<br />

T – 45 = + 2309,3 m 3<br />

Tinggi Bangunan = 10,4 m<br />

b. Persyaratan Standar ( untuk v < 7100 m 3 :<br />

dan t > 9 m ) :<br />

- setiap 30 m (dari keliling bangunan)<br />

disediakan hydrant di lantai dasar.<br />

- disediakan ruang yang dapat dilayani mobil<br />

pemadam kebakaran yang meliputi<br />

minimal 16 % dari keliling bangunan untuk<br />

dapat masuk ke interior bangunan<br />

c. Kasus :<br />

- seputar bangunan disediakan jalur<br />

pejalan kaki, tapi bila keadaan darurat dapat<br />

digunakan untuk jalur kenderaan pemadam<br />

terdapat box hose reel di tiap lantai dasar<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

Pola Massa Bangunan<br />

2459,6 m 3 (T-<br />

54)<br />

2309,3 m 3 (T-<br />

45)<br />

foto - b.1<br />

11


lok-blok hunian rumah susun, hanya saja<br />

tidak ada satupun yang dapat berfungsi<br />

dengan baik. .<br />

4. Fire hydrant<br />

Persyaratan Standar :<br />

a. pada setiap jarak 9 meter di jalur utama <strong>site</strong> disediakan satu unit pompa<br />

hydrant<br />

b. untuk bangunan tinggi, jarak pompa hydrant ke keran koneksi terdekat pada<br />

bangunan adalah 6 meter<br />

Pada <strong>site</strong>, rumah susun Pulo Mas, tersedia fasilitas pompa hydrant di beberapa<br />

titik di <strong>site</strong> plan.<br />

Jumlah fire hydrant disediakan tidak sesuia standar (1 buah / 9 m) , karena<br />

fasilitas box hose reel telah disediakan di tiap-tiap lantai dasar blok hunian.<br />

Masalahnya, tidak satupun hose reel tersebut dapat berfungsi baik (bahkan telah<br />

hilang) , sehingga secara keseluruhan kinerja <strong>proteksi</strong> <strong>pasif</strong> ini tidak layak untuk<br />

kondisi darurat.<br />

5. Sistem <strong>proteksi</strong> bukaan<br />

Kasus<br />

- Blok-blok unit hunian disusun saling menempel membentuk blok besar unit<br />

hunian. Dalam jarak antar blok-blok besar unit-unit hunian, dibuat cukup jauh<br />

sehingga memungkinkan sirkulasi kenderaan dan taman ditempatkan di<br />

antaranya<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

bukaan yang berhadapan<br />

foto - b.2 foto – b.3<br />

Kondisi di atas secara teknis akan memudahkan perambatan api/kebakaran di dalam<br />

stu blok-blok hunian (80 unit hunian - 5 blok massa), melalui bukaan-bukaan yang<br />

berdampingan (foto-b.3)<br />

Tetapi api dan kebakaran akan sulit untuk menyebar ke blok besar hunian yang lain<br />

yang bersebelahan dikarenakan jarak pemisah yang cukup jauh (foto-b.2) .<br />

12


Rangkuman Pengamatan :<br />

a. Secara umum, <strong>site</strong> bangunan di<strong>desain</strong> protektif terhadap bahaya kebakaran. .<br />

Hal ini terlihat :<br />

ii. Site berhubungan langsung dengan jalur sirkulasi utama<br />

kota dengan 4 pintu utama ke dalam <strong>site</strong>, sehingga memudahkan<br />

aksesibilitasnya<br />

iii. open space dan ruang parkir kenderaan tersedia<br />

iv. jalur sirkulasi darurat aparat pemadam di <strong>site</strong> tersedia<br />

(walupun di saat reguler berfungsi sebagai pedestrian dan taman)<br />

v. fasilitas box hose reel ersedia di tiap unit blok hunian (16 unit<br />

hunian)<br />

vi. space antar blok unit rumah susun cukup berjarak, sehingga<br />

kemungkinan kebakaran/api menjalar ke blok hunian yang lain sangat kecil.<br />

a. Hal-hal yang sangat mengganggu kinerja protektif terhadap kebakaran pada<br />

<strong>site</strong> rumah susun adalah fasilitas hose reel yang umumnya sudah tidak berfungsi<br />

dengan baik ataupun rusak/hilang, sehingga keuntungan-keuntungan <strong>desain</strong><br />

yang baik di atas menjadi tidak berguna bila tidak di perbaiki.<br />

. Rumah Susun Tebet Barat, Jakarta<br />

Lokasi<br />

Luas tapak<br />

Luas lantai dasar<br />

Jumlah Unit hunian<br />

Type Unit Hunian<br />

ANALISA KASUS<br />

SITE PLAN<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

:<br />

:<br />

:<br />

:<br />

:<br />

Jl Tebet Barat, Kel. Tebet Barat, Jakarta Selatan<br />

17,3 Ha<br />

1,3 Ha<br />

320 unit ( 4 blok hunian)<br />

T – 21<br />

13


N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

foto – c.1<br />

15. Desain jalur masuk dan daerah putaran kenderaan<br />

Dari <strong>site</strong>, terlihat bahwa<br />

a. akses ke <strong>site</strong> cukup mudah karena <strong>site</strong> berbatasan langsung dengan<br />

sirkulasi utama kota : Jl Tebet Barat<br />

b. jalur sirkulasi putaran/manuver kenderaan pemadam kebakaran secara<br />

operasional disediakan (mengelilingi blok-blok hunian ataupun berputar di<br />

ruang terbuka/parkir di entrance <strong>site</strong>.<br />

c. tersedianya open space dan .ruang parkir yang cukup besar di dalam <strong>site</strong>,<br />

sehingga sarana untuk evakuasipun cukup memenuhi syarat<br />

16. Jalur peralatan dan penyemprotan pemadam<br />

gambar – 1 (outline denah) foto – c.2<br />

Façade bangunan yang cukup rumit, ditambah dengan banyaknya kanopi-kanopi<br />

yang menonjol, mungkin akan mengganggu kinerja operasional peralatan<br />

pemadam kebakaran<br />

14


17. Perbandingan jalur sirkulasi daruat<br />

thd.<br />

besaran bangunan<br />

- Volume bangunan = 12.675 m 3<br />

- Tinggi bangunan = 15 m<br />

Persyaratan Standar<br />

( untuk v > 7100 m3: dan t > 9<br />

m ) :<br />

- disediakan ruang sirkulasi<br />

yang dapat dilalui mobil pemadam<br />

kebakaran yang mengitari<br />

minimal 16 % dari keliling<br />

bangunan untuk dapat masuk ke<br />

interior bangunan<br />

Kasus :<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

12.675 m 3<br />

- disediakan jalur di seputar bangunan sehingga bangunan dapat dikelilingi oleh<br />

mobil pemadam kebakaran<br />

- disediakan box hose reel di tiap lantai blok-blok hunian rumah susun,<br />

sehingga membantu kinerja pemadaman bila diperlukan.<br />

foto – c.3 foto – c.4<br />

18. Fire hydrant<br />

Persyaratan Standar :<br />

pada setiap jarak 9 meter di jalur utama <strong>site</strong> disediakan satu unit<br />

pompa hydrant<br />

untuk bangunan tinggi, jarak pompa hydrant ke keran koneksi<br />

terdekat pada bangunan adalah 6 meter<br />

Pada kasus Rumah Susun Tebet, tersedia fasilitas pompa hydrant pada tiap 9 m<br />

keliling bangunan (foto-c.3) di lantai dasar, dan fasilitas hose reel sebagai<br />

pendukungnya (foto-c.4)<br />

15


foto – c.5 foto – c.6<br />

19. Sistem <strong>proteksi</strong> bukaan<br />

Jarak antar blok hunian cukup jauh (+ 10 m) sehingga cukup aman untuk<br />

tidak menjalar ke blok rumah susun di sebelahnya bila terjadi kebakaran<br />

(foto – c.5)<br />

Jarak antar unit hunian di dalam satu blok rumah susun, di antarai oleh void<br />

dan teras hunian, space ini, ditambah penggnaan material yang resisten,<br />

cukup efektif untuk mem<strong>proteksi</strong> menjalarnya api pada saat terjadinya<br />

kebakaran. (foto – c.6)<br />

Rangkuman Pengamatan :<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

Tampak Depan<br />

Secara umum, <strong>site</strong> bangunan di <strong>desain</strong> protektif terhadap bahaya kebakaran. .<br />

Hal ini terlihat :<br />

i. Site berhubungan langsung dengan jalur sirkulasi utama<br />

kota dengan 2 pintu akses ke dalam <strong>site</strong>, sehingga memudahkan<br />

ii.<br />

aksesibilitasnya<br />

open space dan ruang parkir kenderaan tersedia cukup besar<br />

iii. jalur sirkulasi darurat aparat pemadam di <strong>site</strong> tersedia<br />

iv. fasilitas pompa hydrant dan box hose reel tersedia di tiap unit<br />

lantai dasar blok hunian<br />

v. space antar blok unit rumah susun cukup berjarak, sehingga<br />

kemungkinan kebakaran/api menjalar ke blok hunian yang lain sangat kecil.<br />

16


Hal-hal yang menjadi kendala kinerja protektif terhadap kebakaran pada <strong>site</strong> rumah<br />

susun Tebet ini adalah fasilitas hose reel di lantai dasar yang umumnya tidak<br />

berfungsi dengan baik ataupun rusak/hilang (foto c.3)<br />

Kesimpulan<br />

1. Tingkat sosial penghuni rumah susun berbanding lurus dengan fasilitas <strong>proteksi</strong><br />

kebakaran yang disediakan rumah susun tersebut . Semakin tinggi tingkat sosial<br />

dan ekonomi penghuni Rumah Susun, akan semakin memperlihatkan kesiapan<br />

yang lebih baik terhadap penanggulangan kebakaran<br />

2. Sarana <strong>proteksi</strong> <strong>pasif</strong> melalui <strong>desain</strong> <strong>site</strong> plan yang terencana adalah hal yang<br />

terbaik dan terefektif dalam hal penanggulangan pasca kebakaran.<br />

3. Dari ketiga rumah susun yang diteliti, hanya Rumah Susun Sarijadi yang kurang<br />

dalam hal <strong>desain</strong> <strong>site</strong> sebagai <strong>proteksi</strong> kebakaran<br />

4. Sarana Box Hose Reel yang disediakan pada <strong>site</strong> sebagai pelengkap <strong>proteksi</strong>,<br />

adalah saranayang paling sering rusak, tidak dapat beroperasi ataupun hilang<br />

dari tempatnya. Sehingga perlu diupayakan cara atau alat lain sebagai<br />

penggantinya.<br />

5. Adanya Peraturan dan Standar mengenai Penanggulangan Kebakaran, yang<br />

berlaku dalam proses konstruksi belum menjamin terciptanya <strong>proteksi</strong> yang<br />

aman terhadap bangunan. Hal ini disebabkan kendala-kendala sebagai berikut :<br />

a. <strong>penerapan</strong> peraturan dan standar yang masih belum terlaksana<br />

dengan baik, hal ini disebabkan :<br />

- status legal <strong>penerapan</strong>nya<br />

- informasi tentang keberadaannya belum cukup<br />

- perangkat peraturan dan standar yang ada masih perlu dilengkapi<br />

- <strong>sistem</strong> inspeksi dan kontrol yang tidak berjalan baik<br />

b. ketaatan dan kesiapan para pengguna peraturan dan standar yang ada<br />

- keterbatasan dana, mengingat biaya konstruksi yang bertambah<br />

- keterbatasan pengetahuan dan teknologi<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

17


PUSTAKA<br />

1) Suprapto, MSc, Ir , “Firesafety in Building and Housing”, Masalah Bangunan,<br />

Vol. 38 No. 1-4, 1998, Jakarta<br />

2) Suprapto, MSc, Ir , “Perkembangan Sistem Pengamanan terhadap Bahaya<br />

Kebakaran Kaitannya Dengan Sistem Tata Udara Pada Bangunan”, Seminar Tata<br />

Udara dan Refrigasi, 1992, Bandung<br />

3) Aswito Asmuningprodjo & Suprapto, “Fire Problems in Hi-Rise Building and<br />

Existing Regulation and Standards on Firesafety in Building in Indonesia ”, Masalah<br />

Bangunan, Vol. 37 No. 1-4, 1997, Jakarta<br />

4) Ho , Samson, “Passive Fire Protection”, Seminar Teknologi & Manajemen<br />

Proteksi Kebakaran, Jakarta, 5-6 September 1997<br />

5) Lock, Arthur Lim Beng, “Fire Safety Management”, Seminar Teknologi &<br />

Manajemen Proteksi Kebakaran, Jakarta, 5-6 September 1997<br />

6) Egan. M..David, ‘Desain Site Planning’ dalam “Concepts in Building Fire<br />

Safety”, College of Architecture Clemson Univercity, John Wiley & Sons, New York-<br />

Toronto-Chicester-Brisbane<br />

7) Butcher,.EG, . Parnell. A.C. : ‘Outline Design Site Planning’ dalam<br />

“Designing for Fire Safety”, John Wiley & Sons, New York-Toronto-Chicester-<br />

Brisbane-Singapore, 1983<br />

N Vinky Rahman<br />

©2003 Digitized by <strong>USU</strong> digital library<br />

18

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!