8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka ... - Digilib UNIMED
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka ... - Digilib UNIMED
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka ... - Digilib UNIMED
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>2.1.</strong> <strong>Kerangka</strong> Teoritis<br />
<strong>2.1.</strong>1. Pengertian Belajar<br />
<strong>BAB</strong> <strong>II</strong><br />
<strong>TINJAUAN</strong> <strong>PUSTAKA</strong><br />
Menurut Daryanto (2010), belajar adalah suatu proses usaha yang<br />
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru<br />
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan<br />
lingkungannya. Sedangkan menurut Djamarah (2006), belajar adalah proses<br />
perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah<br />
perubahan tingkah laku yang baik menyangkut pengetahuan, keterampilan,<br />
maupun sikap bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.<br />
Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke<br />
perkembangan pribadi seutuhnya. Namun, realitas yang dipahami oleh sebagian<br />
besar masyarakat tidaklah demikian. Belajar dianggapnya properti sekolah.<br />
Sebagian besar masyarakat menganggap belajar di sekolah adalah usaha<br />
penguasaan materi ilmu pengetahuan. Anggapan tersebut tidak seluruhnya salah,<br />
sebab seperti dikatakan Reber, belajar adalah the process of acquiring knowledge.<br />
Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan (Suprijono, 2010).<br />
Dari beberapa pengertian tersebut maka belajar dapat diartikan suatu<br />
proses mental yang terjadi pada diri seseorang yang melibatkan kegiatan berfikir<br />
dan terjadi melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh individu yang belajar<br />
dan melalui reaksi-reaksi terhadap lingkungan tempat ia berada. Dalam hal ini<br />
memberi perubahan perilaku dalam diri individu yang belajar, yang bersifat positif<br />
dan lebih baik dari sebelumnya.<br />
Hasil belajar menunjukkan tingkat penguasaan siswa terhadap materi<br />
pelajaran, dimana bahan aspek kognitif dinyatakan dalam seluruh rangkaian tes.<br />
Hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi karena adanya usaha. Dari uraian<br />
di atas jelas bahwa hasil belajar adalah kemampuan serta perubahan tingkah laku<br />
yang dicapai setelah proses belajar mengajar dengan adanya usaha, meliputi<br />
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.<br />
8
<strong>2.1.</strong>2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar<br />
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat<br />
digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.<br />
Menurut Slameto (2003), faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu<br />
yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar<br />
individu.<br />
1. Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa). Yang termasuk faktor internal<br />
siswa adalah :<br />
a. Inteligensi, merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang<br />
memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu<br />
tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan.<br />
b. Bakat, merupakan kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan<br />
terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.<br />
c. Minat, merupakan kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan<br />
mengenang beberapa kegiatan. Bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak<br />
sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-<br />
baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya.<br />
d. Motivasi, merupakan dorongan atau dukungan yang diberikan untuk<br />
memacu semangat siswa untuk melakukan sesuatu.<br />
2. Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa). Yang termasuk faktor eksternal siswa<br />
adalah :<br />
a. Keluarga, siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga<br />
berupa cara keluarga mendidik, relasi antara keluarga, suasana rumah<br />
tangga dan keadaan ekonomi keluarga.<br />
b. Guru, guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab<br />
menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar.<br />
c. Masyarakat, kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan<br />
terhadap perkembangan pribadinya.<br />
9
<strong>2.1.</strong>3. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif<br />
<strong>2.1.</strong>3.1. Pengertian dan Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif<br />
Pembelajaran kooperatif pertama kali muncul dari para filosofis di awal<br />
abad Masehi yang mengemukakan bahwa dalam belajar seseorang harus memiliki<br />
pasangan atau teman sehingga teman tersebut dapat diajak untuk memecahkan<br />
suatu masalah. Menurut Anita Lie (2010 ), model pembelajaran kooperatif atau<br />
disebut juga dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran<br />
yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama<br />
siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur. Selanjutnya menurut<br />
Sanjaya (2007), model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar<br />
yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai<br />
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.<br />
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah<br />
siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2-6 orang siswa yang<br />
sederajat tetapi heterogen dalam hal kemampuan, jenis kelamin, suku/ras dan satu<br />
sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk<br />
memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam<br />
proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas<br />
anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru,<br />
dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.<br />
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar belum dikatakan selesai jika salah satu<br />
anggota dalam kelompok belum menguasai bahan ajar (Trianto, 2010).<br />
Arends dalam Trianto (2010 ) menyatakan bahwa pelajaran yang<br />
menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :<br />
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi<br />
ajar.<br />
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang<br />
dan rendah.<br />
3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan<br />
jenis kelamin yang beragam.<br />
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.<br />
10
Ada lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus<br />
diterapkan untuk mencapai hasil yang maksimal (Lie, 2010) :<br />
1. Saling ketergantungan positif<br />
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha tiap anggotanya.<br />
Penilaian dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilai<br />
sendiri dan nilai kelompok.<br />
2. Tanggung jawab perseorangan<br />
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas<br />
dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif,<br />
setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.<br />
Pengajaran yang efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat<br />
persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing<br />
anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas<br />
selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.<br />
3. Tatap muka<br />
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan<br />
berdiskusi. Hasil kerja sama ini jauh lebih besar dari pada jumlah hasil<br />
masing-masing anggota. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan<br />
untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap<br />
muka dan interaksi pribadi.<br />
4. Komunikasi antar anggota<br />
Unsur ini menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai<br />
keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa, pengajar perlu<br />
mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai<br />
keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan kelompok juga<br />
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan<br />
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.<br />
5. Evaluasi proses kelompok<br />
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk<br />
mengevaluasi proses kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama<br />
dengan lebih efektif.<br />
11
<strong>2.1.</strong>3.2. Keuntungan Model Pembelajaran Kooperatif<br />
Keuntungan dari model pembelajaran kooperatif adalah :<br />
a. Siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi<br />
norma-norma kelompok.<br />
b. Interaksi siswa juga membantu meningkatkan perkembangan kognitif<br />
yang non konversatif menjadi konversatif.<br />
c. Para siswa akan meminta mempertanggungjawabkan secara individual<br />
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.<br />
d. Aktif berperan dalam tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan<br />
kelompok. (Sharan, 2009)<br />
<strong>2.1.</strong>3.3. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif<br />
Menurut Sharan ( 2009) mengemukakan langkah-langkah dalam<br />
pembelajaran kooperatif, yaitu:<br />
a. Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa<br />
b. Menyajikan informasi<br />
c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar<br />
d. Membimbing kelompok kerja dan belajar<br />
e. Evaluasi<br />
f. Memberikan penghargaan<br />
<strong>2.1.</strong>4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)<br />
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama<br />
adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk<br />
mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas<br />
tradisional. Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh<br />
Spencer Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah<br />
materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka<br />
terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2010).<br />
Teknik ini memberikan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide<br />
dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga<br />
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini<br />
12
isa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak<br />
didik (Lie, 2010).<br />
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered<br />
Head Together (NHT) adalah ;<br />
Langkah 1 : Penomoran ( Numbered),<br />
Dalam tahap ini, guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan<br />
pengelompokan dilakukan secara heterogen. Keheterogenan mencakup<br />
jenis kelamin, ras, agama dan tingkat kemampuan (tinggi, sedang,<br />
rendah) dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor yang berbeda.<br />
Langkah 2 : Mengajukan pertanyaan (Questioning)<br />
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat<br />
bervariasi. Pertanyaan dalam interaksi belajar mengajar adalah penting<br />
karena dapat menjadi perangsang yang mendorong siswa untuk berpikir<br />
dan belajar membangkitkan pengertian baru. Melalui pertanyaan, guru<br />
dapat menyelidiki penguasaan siswa, mengarahkan dan menarik<br />
perhatian siswa, dan mengubah pendirian atau prasangka yang keliru.<br />
Suatu pertanyaan yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :<br />
a. Kalimat yang jelas dan singkat.<br />
b. Tujuannya jelas, tidak terlalu umum dan luas.<br />
c. Setiap pertanyaan hanya untuk satu masalah.<br />
d. Mendorong anak untuk berpikir.<br />
e. Jawaban yang diharapkan bukan sekedar ya atau tidak.<br />
f. Bahasa dalam pertanyaan dikenal baik oleh siswa.<br />
g. Tidak menimbulkan tafsiran ganda.<br />
Langkah 3 : Berpikir bersama (Head Together)<br />
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan<br />
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban. Pada tahap<br />
inilah siswa mengadakan diskusi dengan teman sekelompoknya. Setiap<br />
siswa dalam kelompoknya diharapkan mempunyai jawaban atau<br />
pendapat sendiri atas pertanyaan yang diberikan. Jawaban atau pendapat<br />
itu kemudian didiskusikan, hingga setiap siswa dalam kelompok tersebut<br />
13
memiliki jawaban yang sama. Siswa yang tergolong pintar atau sudah<br />
paham terhadap materi tersebut dapat memberikan pengetahuannya pada<br />
siswa yang kurang mengerti, sehingga tercipta saling ketergantungan<br />
antara siswa.<br />
Langkah 4 : Menjawab (Answering)<br />
Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya<br />
sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan<br />
untuk seluruh kelas. (Trianto, 2010).<br />
Adapun kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini<br />
menurut Ibrahim (2000) adalah sebagai berikut :<br />
1. Siswa dapat berinteraksi dalam memecahkan masalah untuk menentukan<br />
konsep yang dikembangkan.<br />
2. Dapat meningkatkan perolehan nilai akademik dan keterampilan sosial<br />
3. Setiap siswa memiliki kesiapan belajar<br />
4. Meningkatkan keterampilan berpikir siswa baik secara individual maupun<br />
kelompok<br />
5. Melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi.<br />
Selain kelebihan di atas, model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini<br />
juga memiliki kekurangan sebagai berikut :<br />
1. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena keterbatasan<br />
waktu.<br />
2. Materi yang disajikan memerlukan waktu yang banyak.<br />
14
Gambar <strong>2.1.</strong> Langkah-Langkah Model Pembelajaran NHT<br />
( Sumber : Jacobs, 1996)<br />
15
<strong>2.1.</strong>5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)<br />
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model Two Stay Two<br />
Stray (Dua Tinggal Dua Tamu) atau disingkat TSTS. Pembelajaran diskusi TSTS<br />
adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok<br />
lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan<br />
dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok<br />
lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok dan laporan tiap<br />
kelompok. Model pembelajaran TSTS ini dikembangkan oleh Spencer Kagan<br />
pada tahun 1992. Struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk<br />
membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan karena<br />
banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan<br />
individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa<br />
yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja<br />
manusia saling bergantung satu sama lainnya (Faishal, 2008).<br />
Adapun langkah-langkah model pembelajaran TSTS menurut Lie (2010)<br />
adalah sebagai berikut :<br />
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa<br />
b. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan<br />
meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok<br />
yang lain<br />
c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja<br />
dan informasi mereka ke tamu mereka<br />
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan<br />
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain<br />
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka<br />
Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan<br />
(Faishal, 2008), sebagai berikut :<br />
1. Persiapan<br />
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat<br />
silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan<br />
membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4<br />
16
siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi<br />
akademik siswa dan suku.<br />
2. Presentasi Guru<br />
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal<br />
dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.<br />
3. Kegiatan Kelompok<br />
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang<br />
berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok.<br />
Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang<br />
berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempelajarinya dalam<br />
kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut be rsama-sama<br />
anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesaikan atau<br />
memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2<br />
dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan<br />
bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam<br />
kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu.<br />
Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan<br />
kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta<br />
mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.<br />
4. Formalisasi<br />
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang<br />
diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya<br />
untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian<br />
guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.<br />
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan<br />
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan<br />
siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model<br />
pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang<br />
berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang<br />
selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang<br />
mendapatkan skor rata-rata tertinggi.<br />
17
Berikut disajikan gambar skema diskusi model TSTS yang dilakukan.<br />
Gambar 2.2. Skema Diskusi Model Two Stay Two Stray (TSTS)<br />
(Sumber: Faishal, 2008)<br />
Ket :<br />
1b 2b<br />
3b 4b<br />
<strong>II</strong>I<br />
<strong>II</strong><br />
1c 2c<br />
3c 4c<br />
= = Siswa yang Bertamu<br />
I<br />
1a 2a<br />
3a 4a<br />
IV<br />
1d 2d<br />
3d 4d<br />
VI<br />
1f 2f<br />
3f 4f<br />
V<br />
1e 2e<br />
3e 4e<br />
18
Menurut Faishal (2008 ), suatu model pembelajaran pasti memiliki<br />
kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari model TSTS adalah sebagai<br />
berikut :<br />
a) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan<br />
b) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna<br />
c) Lebih berorientasi pada keaktifan<br />
d) Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar.<br />
Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah:<br />
a) Membutuhkan waktu yang lama<br />
b) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok<br />
c) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan<br />
d) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.<br />
<strong>2.1.</strong>6.Hasil Belajar<br />
Menurut Bloom dalam Suprijono (2010), hasil belajar mencakup<br />
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah<br />
knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,<br />
meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,<br />
menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan,<br />
membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah<br />
receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai),<br />
organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik<br />
meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup<br />
keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.<br />
Menurut Djamarah ( 2006), hasil belajar adalah hasil yang diperoleh<br />
berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai<br />
aktifitas dalam mengajar. Sedangkan menurut Dimyati (2006), hasil belajar<br />
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi<br />
guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi<br />
siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya puncak proses belajar. Hasil belajar,<br />
untuk sebagian adalah berkat tindak guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran.<br />
19
Pada bagian lain, merupakan peningkatan kemampuan mental siswa. Hasil belajar<br />
tersebut dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring.<br />
Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka<br />
rapor, angka dalam ijazah, atau kemampuan meloncat setelah latihan. Dampak<br />
pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, suatu<br />
transfer belajar.<br />
2.2. Materi Pokok<br />
2.<strong>2.1.</strong> Sub Materi Alat Indera pada Manusia<br />
Di dalam tubuh manusia terdapat bermacam-macam reseptor untuk<br />
menerima rangsangan (impuls) dari luar. Reseptor yang menerima rangsangan<br />
dari luar disebut eksteroreseptor. Eksteroreseptor sering disebut alat indera. Ada 5<br />
macam alat indera pada tubuh manusia, yaitu: indera penglihatan (mata),<br />
pendengaran (telinga), peraba (kulit), pengecap (lidah) dan penciuman (hidung).<br />
A. Indera Penglihatan (Mata)<br />
Mata mempunyai reseptor khusus untuk mengenali perubahan sinar dan<br />
warna. Sesungguhnya yang disebut mata bukanlah hanya bola mata, tetapi<br />
termasuk otot-otot penggerak bola mata, kotak mata (rongga tempat mata berada),<br />
kelopak, dan bulu mata.<br />
Gambar 2.3. Indera Penglihatan (Sumber: Anonim2, 2008)<br />
Bola mata mempunyai 3 lapis dinding yang mengelilingi rongga bola<br />
mata. Ketiga lapis dinding ini dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:<br />
20
a) Sklera<br />
Sklera merupakan jaringan ikat dengan serat yang kuat; berwarna putih<br />
buram (tidak tembus cahaya), kecuali di bagian depan bersifat transparan, disebut<br />
kornea. Konjungtiva adalah lapisan transparan yang melapisi kornea dan kelopak<br />
mata. Lapisan ini berfungsi melindungi bola mata dari gangguan.<br />
b) Koroid<br />
Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam; merupakan lapisan<br />
yang berisi banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi dan oksigen terutama<br />
untuk retina. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi<br />
(pemantulan sinar). Di bagian depan, koroid membentuk badan siliaris yang<br />
berlanjut ke depan membentuk iris yang berwarna. Di bagian depan iris bercelah<br />
membentuk pupil (anak mata).<br />
Melalui pupil sinar masuk. Iris berfungsi sebagai diafragma, yaitu<br />
pengontrol ukuran pupil untuk mengatur sinar yang masuk. Badan siliaris<br />
membentuk ligamentum yang berfungsi mengikat lensa mata. Kontraksi dan<br />
relaksasi dari otot badan siliaris akan mengatur cembung pipihnya lensa.<br />
c) Retina<br />
Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan<br />
dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang<br />
memanjang sampai ke otak. Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka<br />
terhadap sinar dan daerah ini disebut bintik buta.<br />
Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola<br />
mata terbagi dua, yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi carian yang<br />
disebut aqueous humor dan bagian belakang terletak di belakang lensa berisi<br />
vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam<br />
bentuk yang benar.<br />
Kotak mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari<br />
kerusakan. Selaput transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak<br />
mata disebut konjungtiva. Selaput ini peka terhadap iritasi. Konjungtiva penuh<br />
dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva disebut<br />
konjungtivitis.<br />
21
Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang<br />
keluar dari kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis.<br />
Air mata mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata<br />
berfungsi sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam<br />
mata.<br />
Otot Mata<br />
Ada enam otot mata yang berfungsi memegang sklera. Empat di<br />
antaranya disebut otot rektus (rektus inferior, rektus superior, rektus eksternal, dan<br />
rektus internal). Otot rektus berfungsi menggerakkan bola mata ke kanan, ke kiri,<br />
ke atas, dan ke bawah. Dua lainnya adalah otot oblikus atas (superior) yang<br />
berfungsi menggerakkan mata ke bagian atas sisi luar dan otot oblikus bawah<br />
(inferior) yang berfungsi menggerakkan mata ke bagian bawah sisi luar.<br />
Mekanisme Indera Penglihatan<br />
Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami<br />
pembiasan lima kali yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor,<br />
lensa, dan vitreous humor. Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata<br />
normal, bayang-bayang benda akan jatuh pada bintik kuning, yaitu bagian yang<br />
paling peka terhadap sinar.<br />
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan<br />
sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi<br />
pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama<br />
pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel<br />
basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus<br />
berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna.<br />
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu<br />
senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari,<br />
maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali<br />
pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan<br />
waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu<br />
adaptasi, mata sulit untuk melihat.<br />
22
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang<br />
merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu<br />
sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel<br />
konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel<br />
konus akan menyebabkan buta warna.<br />
Jarak terdekat yang dapat dilihat dengan jelas disebut titik dekat<br />
(punctum proximum). Jarak terjauh saat benda tampak jelas tanpa kontraksi<br />
disebut titik jauh (punctum remotum). Jika kita sangat dekat dengan obyek maka<br />
cahaya yang masuk ke mata tampak seperti kerucut, sedangkan jika kita sangat<br />
jauh dari obyek, maka sudut kerucut cahaya yang masuk sangat kecil sehingga<br />
sinar tampak paralel. Cara kerja mata manusia pada dasarnya sama dengan cara<br />
kerja kamera, kecuali cara mengubah fokus lensa.<br />
Kelainan Pada Mata<br />
Pada anak-anak, titik dekat mata bisa sangat pendek, kira-kira 9 cm untuk<br />
anak umur 11 tahun. Makin tua, jarak titik dekat makin panjang. Sekitar umur 40<br />
tahun-50 tahun terjadi perubahan yang menyolok, yaitu titik dekat mata sampai 50<br />
cm, oleh karena itu memerlukan pertolongan kaca mata untuk membaca berupa<br />
kaca mata cembung (positif). Cacat mata seperti ini disebut presbiopi atau mata<br />
tua karena proses penuaan. Hal ini disebabkan karena elastisitas lensa berkurang.<br />
Penderita presbiopi dapat dibantu dengan lensa rangkap.<br />
Selain itu ada juga cacat mata yang dialami oleh orang muda yaitu :<br />
a) Hipermetropi atau mata jauh adalah cacat mata yang disebabkan bola<br />
mata terlalu pendek sehingga bayang-bayang jatuh di belakang retina.<br />
Penderita mata jauh ini tidak dapat melihat benda yang dekat, mereka<br />
hanya dapat melihat benda yang jaraknya jauh. Untuk cacat seperti ini<br />
orang dapat ditolong dengan lensa cembung (positif). Hipermetropi biasa<br />
terjadi pada orang tua.<br />
b) Miopi atau mata dekat adalah cacat mata yang disebabkan oleh bola mata<br />
terlalu panjang sehingga bayang-bayang dari benda yang jaraknya jauh<br />
akan jatuh di depan retina. Penderita mata dekat ini tidak dapat melihat<br />
benda yang jauh, mereka hanya dapat melihat benda yang jaraknya dekat.<br />
23
Untuk cacat seperti ini orang dapat ditolong dengan lensa cekung (negatif).<br />
Miopi biasa terjadi pada anak-anak.<br />
c) Astigmatisma merupakan kelainan yang disebabkan bola mata atau<br />
permukaan lensa mata mempunyai kelengkungan yang tidak sama,<br />
sehingga fokusnya tidak sama, akibatnya bayang-bayang jatuh tidak pada<br />
tempat yang sama. Untuk menolong orang yang cacat seperti ini dibuat<br />
lensa silindris, yaitu yang mempunyai beberapa fokus.<br />
d) Katarak adalah cacat mata, yaitu buramnya dan berkurang elastisitasnya<br />
lensa mata. Hal ini terjadi karena adanya pengapuran pada lensa. Pada<br />
orang yang terkena katarak pandangan menjadi kabur dan daya akomodasi<br />
berkurang.<br />
e) Glaukoma disebabkan adanya peningkatan tekanan dalam mata yang<br />
lama-kelamaan dapat menghilangkan daya penglihatan.<br />
f) Keratitis disebabkan adanya peradangan pada kornea yang dapat<br />
menyebabkan kebutaan.<br />
g) Xerofptalmia disebabkan kekurangan vitamin A sehingga selaput mata<br />
mengalami kekeringan.<br />
B. Indera Pendengaran (Telinga)<br />
Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi rangsangan (impuls)<br />
berupa getaran suara. Dalam keadaan biasa, getaran suara mencapai indera<br />
pendengaran (telinga) melalui udara.<br />
Telinga manusia terdiri atas tiga bagian utama, yaitu :<br />
a) Telinga luar<br />
Telinga luar terdiri dari daun telinga, saluran luar, dan membran timpani<br />
(gendang telinga). Daun telinga manusia mempunyai bentuk yang khas, tetapi<br />
bentuk ini kurang mendukung fungsinya sebagai penangkap dan pengumpul<br />
getaran suara. Bentuk daun telinga yang sangat sesuai dengan fungsinya adalah<br />
daun telinga pada anjing dan kucing, yaitu tegak dan membentuk saluran menuju<br />
gendang telinga. Saluran luar yang dekat dengan lubang telinga dilengkapi dengan<br />
rambut-rambut halus yang menjaga agar benda asing tidak masuk, dan kelenjar<br />
lilin yang menjaga agar permukaan saluran luar dan gendang telinga tidak kering.<br />
24
) Telinga tengah<br />
Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan<br />
udara agar seimbang. Di dalamnya terdapat saluran Eustachius yang<br />
menghubungkan telinga tengah dengan faring. Rongga telinga tengah<br />
berhubungan dengan telinga luar melalui membran timpani. Hubungan telinga<br />
tengah dengan bagian telinga dalam melalui jendela oval dan jendela bundar yang<br />
keduanya dilapisi dengan membran yang transparan.<br />
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti<br />
rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang<br />
tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang<br />
landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka<br />
bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes)<br />
yang berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang<br />
sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas.<br />
Fungsi rangkaian tulang pendengaran adalah untuk mengirimkan getaran<br />
suara dari gendang telinga (membran timpani) menyeberangi rongga telinga<br />
tengah ke jendela oval.<br />
c) Telinga dalam<br />
Bagian ini mempunyai susunan yang rumit, terdiri dari labirin tulang dan<br />
labirin membran. Ada 5 bagian utama dari labirin membran, yaitu: tiga saluran<br />
setengah lingkaran, ampula, utrikulus, sakulus, koklea atau rumah siput.<br />
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui saluran sempit. Tiga<br />
saluran setengah lingkaran, ampula, utrikulus dan sakulus merupakan organ<br />
keseimbangan, dan keempatnya terdapat di dalam rongga vestibulum dari labirin<br />
tulang. Koklea mengandung organ Korti untuk pendengaran. Koklea terdiri dari<br />
tiga saluran yang sejajar, yaitu: saluran vestibulum yang berhubungan dengan<br />
jendela oval, saluran tengah dan saluran timpani yang berhubungan dengan<br />
jendela bundar, dan saluran (kanal) yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh<br />
membran. Bagian yang peka terhadap rangsang bunyi disebut organ Korti.<br />
25
Gambar 2.4. Telinga Luar,Tengah dan Dalam (Sumber: Anonim2, 2008)<br />
Mekanisme Indera Pendengaran<br />
Gelombang suara yang masuk ke dalam saluran pendengaran akan<br />
memukul gendang telinga (membran timpani) sehingga bervibrasi (bergetar).<br />
Getaran tersebut ditransmisikan melintasi telinga tengah melalui tulang martil<br />
(maleus), landasan (inkus), dan sanggurdi (stapes). Telinga tengah dihubungkan<br />
ke nasofaring oleh saluran Eustachius. Getaran mekanis dari tulang sanggurdi<br />
ditransmisikan ke telinga dalam melalui membran yang fleksibel (jendela oval) ke<br />
koklea. Selanjutnya getaran diteruskan dengan gerak berlawanan arah pada<br />
jendela melingkar. Pada bagian dalam ruangan koklea terlihat adanya organ Korti.<br />
Organ Korti berisi sel-sel rambut yang sangat peka dan merupakan reseptor<br />
vibrasi yang sebenarnya. Getaran dalam cairan koklea menimbulkan getaran<br />
dalam organ Korti. Hal ini menyebabkan sel-sel rambut bergerak. Proses ini<br />
diterjemahkan oleh sel saraf auditori sebagai rangsangan (impuls) suara.<br />
Kemudian, impuls diteruskan oleh saraaf auditori ke otak. Dengan demikian, kita<br />
dapat mendengarkan suara.<br />
26
Penyakit Pada Telinga<br />
Telinga manusia sering mengalami gangguan yang bisa menghambat<br />
aktifitas karena telinga digunakan untuk mendengar atau berkomunikasi denagan<br />
orang lain, ada beberapa gangguan yang sering dialami yaitu :<br />
a) Radang Telinga<br />
Radang telinga dapat terjadi di bagian luar maupun tengah. Radang<br />
telinga bagian luar terjadi karena bakteri. jamur. atau virus yang masuk<br />
melalui berbagai cara. misalnya masuk bersama air ketika berenang. Radang<br />
telinga tengah (otitis media) dapat terjadi karena bakteri atau virus. misalnya<br />
virus influenza. yang masuk dari rongga mulut melirlui saluran Eustachius.<br />
b) Otosklerosis<br />
Penyakit ini merupakan tuli konduktor yang menahun karena tulang<br />
sanggurdi kaku dan tidak dapat bergerak secara leluasa. Penyakit ini harus<br />
ditangani oleh dokter THT.<br />
C. Indera Pengecap (Lidah)<br />
Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat<br />
membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lidah dikenal<br />
sebagai indera pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap. Lidah<br />
juga turut membantu dalam tindakan bicara.<br />
Lidah mempunyai reseptor khusus yang berkaitan dengan rangsangan<br />
kimia. Lidah merupakan organ yang tersusun dari otot. Permukaan lidah dilapisi<br />
dengan lapisan epitelium yang banyak mengandung kelenjar lendir, dan reseptor<br />
pengecap berupa tunas pengecap. Tunas pengecap terdiri atas sekelompok sel<br />
sensori yang mempunyai tonjolan seperti rambut. Tunas pengecap terdiri dari dua<br />
sel yaitu sel penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap berfungsi sebagai<br />
reseptor, sedangkan sel penyokong berfungsi untuk menopang.<br />
Permukaan atas lidah penuh dengan tonjolan (papila) yang dapat<br />
dikelompokkan menjadi tiga macam bentuk, yaitu:<br />
a) papila filiformis (fili=benang); berbentuk seperti benang halus;<br />
b) papila sirkumvalata (sirkum=bulat); berbentuk bulat, tersusun seperti huruf<br />
V di belakang lidah;<br />
27
c) papila fungiformis (fungi=jamur); berbentuk seperti jamur.<br />
Gambar 2.5. Indera Pengecap (Sumber: Anonim1, 2008)<br />
D. Indera Peraba (Kulit)<br />
28<br />
Kulit merupakan indera peraba yang mempunyai reseptor khusus untuk<br />
sentuhan, panas, dingin, sakit, dan tekanan.<br />
Kulit terdiri dari lapisan luar yang disebut epidermis dan lapisan dalam<br />
atau lapisan dermis. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah dan sel saraf.<br />
Epidermis tersusun atas empat lapis sel. Dari bagian dalam ke bagian luar,<br />
pertama adalah stratum germinativum berfungsi membentuk lapisan di sebelah<br />
atasnya. Kedua, yaitu di sebelah luar lapisan germinativum terdapat stratum<br />
granulosum yang berisi sedikit keratin yang menyebabkan kulit menjadi keras dan<br />
kering. Selain itu sel-sel dari lapisan granulosum umumnya menghasilkan pigmen<br />
hitam (melanin).<br />
Kandungan melanin menentukan derajat warna kulit, kehitaman, atau<br />
kecoklatan. Lapisan ketiga merupakan lapisan yang transparan disebut stratum<br />
lusidum dan lapisan keempat (lapisan terluar) adalah lapisan tanduk disebut<br />
stratum korneum.
Penyusun utama dari bagian dermis adalah jaringan penyokong yang<br />
terdiri dari serat yang berwarna putih dan serat yang berwarna kuning. Serat<br />
kuning bersifat elastis/lentur, sehingga kulit dapat mengembang.<br />
Stratum germinativum mengadakan pertumbuhan ke daerah dermis<br />
membentuk kelenjar keringat dan akar rambut. Akar rambut berhubungan dengan<br />
pembuluh darah yang membawakan makanan dan oksigen, selain itu juga<br />
berhubungan dengan serabut saraf. Pada setiap pangkal akar rambut melekat otot<br />
penggerak rambut. Pada waktu dingin atau merasa takut, otot rambut mengerut<br />
dan rambut menjadi tegak. Di sebelah dalam dermis terdapat timbunan lemak<br />
yang berfungsi sebagai bantalan untuk melindungi bagian dalam tubuh dari<br />
kerusakan mekanik.<br />
Gambar 2.6. Kulit dan Reseptor-Reseptornya (Sumber: Anonim2, 2008)<br />
Fungsi Kulit<br />
Kulit berfungsi sebagai alat pelindung bagian dalam, misalnya otot dan<br />
tulang; sebagai alat peraba dengan dilengkapi bermacam reseptor yang peka<br />
terhadap berbagai rangsangan; sebagai alat indera; serta pengatur suhu tubuh.<br />
29
Sehubungan dengan fungsinya sebagai alat peraba, kulit dilengkapi dengan<br />
reseptor-reseptor khusus. Reseptor untuk rasa sakit ujungnya menjorok masuk ke<br />
daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan, Pacini ujungnya berada di dermis yang<br />
jauh dari epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan (Merkel dan Meisner ) dan<br />
panas (Rufini), ujung reseptornya terletak di dekat epidermis. Reseptor untuk rasa<br />
dingin yaitu Krause.<br />
E. Indera Penciuman/ Pembau (Hidung)<br />
30<br />
Indera pembau berupa kemoreseptor yang terdapat di permukaan dalam<br />
hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian atas. Reseptor pencium tidak<br />
bergerombol seperti tunas pengecap. Hidung adalah bagian yang paling menonjol<br />
di wajah, yang berfungsi menghirup udara pernafasan, menyaring udara,<br />
menghangatkan udara pernafasan, juga berperan dalam resonansi suara. Hidung<br />
merupakan alat indera manusia yang menanggapi rangsang berupa bau atau zat<br />
kimia yang berupa gas, di dalam rongga hidung terdapat serabut saraf pembau<br />
yang dilengkapi dengan sel-sel pembau. Setiap sel pembau mempunyai rambut-<br />
rambut halus (silia olfaktori) di ujungnya dan diliputi oleh selaput lendir yang<br />
berfungsi sebagai pelembab rongga hidung.<br />
Gambar 2.7. Indera Penciuman (Sumber: Anonim1, 2008)<br />
Epitelium pembau mengandung 20 juta sel-sel olfaktori yang khusus<br />
dengan akson-akson yang tegak sebagai serabut-serabut saraf pembau. Di akhir
setiap sel pembau pada permukaan epitelium mengandung beberapa rambut-<br />
rambut pembau yang bereaksi terhadap bahan kimia bau-bauan di udara.<br />
Proses Mencium Sesuatu<br />
Pada saat kita bernapas, zat kimia yang berupa gas ikut masuk ke dalam<br />
hidung kita. Zat kimia yang merupakan sumber bau akan dilarutkan pada selaput<br />
lendir, kemudian akan merangsang rambut-rambut halus pada sel pembau. Sel<br />
pembau akan meneruskan rangsang ini ke otak dan akan diolah sehingga kita bisa<br />
mengetahui jenis bau dari zat kimia tersebut.<br />
Penyakit Pada Hidung<br />
Gangguan pada hidung biasanya disebabkan oleh radang atau sakit pilek<br />
yang menghasilkan lendir atau ingus sehingga menghalangi bau mencapai ujung<br />
saraf pembau. Gangguan lain juga bisa disebabkan oleh adanya kotoran pada<br />
hidung dan bulu hidung yang terlalu banyak. Kita harus selalu membersihkan<br />
hidung dari kotoran supaya penciuman kita tidak terganggu.<br />
2.3. Hipotesis Penelitian<br />
2.3.1. Hipotesis Nol (Ho)<br />
Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model<br />
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan Two Stay<br />
Two Stray (TSTS) pada sub materi pokok alat indera di kelas XI IA SMA N 1<br />
Hamparan Perak T.P. 2011/2012?<br />
2.3.2. Hipotesis Alternatif (Ha)<br />
Ada perbedaan perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan<br />
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan Two<br />
Stay Two Stray (TSTS) pada sub materi pokok alat indera di kelas XI IA SMA N<br />
1 Hamparan Perak T.P. 2011/2012?<br />
31