Hidrolika Saluran

Hidrolika Saluran Hidrolika Saluran

hmtl.itb.ac.id
from hmtl.itb.ac.id More from this publisher
04.05.2013 Views

Hidrolika Saluran Kuliah 6

<strong>Hidrolika</strong> <strong>Saluran</strong><br />

Kuliah 6


Analisa <strong>Hidrolika</strong> Terapan untuk<br />

Perencanaan Drainase Perkotaan dan<br />

Sistem Polder<br />

Seperti yang perlu diketahui, air mengalir dari<br />

hulu ke hilir (kecuali ada gaya yang<br />

menyebabkan aliran ke arah sebaliknya) sampai<br />

mencapai suatu elevasi permukaan air tertentu,<br />

misalnya:<br />

• permukaan air di danau<br />

atau<br />

• permukaan air di laut


Tendensi/kecenderungan ini ditunjukkan oleh<br />

aliran di saluran alam yaitu sungai.<br />

Tempat perjalanan air dapat juga ditambah oleh<br />

bangunan-bangunan yang dibuat oleh manusia,<br />

seperti :<br />

saluran irigasi<br />

pipa<br />

gorong - gorong (culvert), dan<br />

saluran buatan yang lain atau kanal (canal).


Walaupun pada umumnya perencanaan<br />

saluran ditujukan untuk karakteristik<br />

saluran buatan, namun konsep<br />

hidrauliknya dapat juga diterapkan sama<br />

baiknya pada saluran alam.


Apabila saluran terbuka terhadap<br />

atmosfer, seperti sungai, kanal, gorong-gorong,<br />

maka alirannya disebut aliran saluran terbuka<br />

(open channel flow) atau aliran permukaan<br />

bebas (free surface flow).<br />

Apabila aliran mempunyai penampang<br />

penuh seperti aliran melalui suatu pipa, disebut<br />

aliran saluran tertutup atau aliran penuh (full<br />

flow).


Luas Luas penampang ( (area area)<br />

Lebar Lebar Permukaan ( (top top width width)<br />

Keliling Keliling Basah ( (Wetted Wetted Parimeter Parimeter) ) dan<br />

Jari Jari-jari jari Hydraulik (Hydraulic ( Hydraulic Radius Radius).<br />

Yang dimaksud dengan penampang<br />

saluran (channel cross section) adalah<br />

penampang yang diambil tegak lurus arah aliran,<br />

sedang penampang yang diambil vertical disebut<br />

penampang vertikal (vertical section).


Dengan demikian apabila dasar<br />

saluran terletak horizontal maka penampang<br />

saluran akan sama dengan penampang<br />

vertikal.<br />

<strong>Saluran</strong> buatan biasanya<br />

<strong>Saluran</strong> buatan biasanya<br />

direncanakan dengan penampang beraturan<br />

menurut bentuk geometri yang biasa<br />

digunakan,


Bentuk penampang trapesium bentuk yang<br />

biasa digunakan untuk<br />

saluran-saluran irigasi<br />

atau<br />

saluran-saluran saluran-saluran drainase<br />

karena menyerupai bentuk saluran alam,<br />

dimana kemiringan tebingnya<br />

menyesuaikan dengan sudut lereng alam<br />

dari tanah yang digunakan untuk saluran<br />

tersebut.


Bentuk penampang persegi empat atau<br />

segitiga merupakan penyederhanaan dari<br />

bentuk trapesium yang biasanya digunakan<br />

untuk saluran-saluran drainase yang melalui<br />

lahan-lahan yang sempit.<br />

Bentuk penampang lingkaran biasanya<br />

digunakan pada perlintasan dengan jalan;<br />

saluran ini disebut gorong-gorong<br />

(culvert).


Elemen geometri penampang memanjang<br />

saluran terbuka dapat dilihat pada Gb.1.<br />

berikut ini:<br />

Penampang melintang<br />

y<br />

d<br />

Datum<br />

Gambar 1 Penampang memanjang<br />

dan penampang melintang aliran saluran terbuka<br />

θ<br />

Datum


dengan notasi d adalah kedalaman dari<br />

penampang aliran, sedang kedalaman y<br />

adalah kedalaman vertikal (lihat Gb.1),<br />

dalam hal sudut kemiringan dasar saluran<br />

sama dengan θ maka :<br />

d<br />

y<br />

=<br />

y cosθ<br />

atau<br />

=<br />

d<br />

cosθ<br />

(1)


adalah elevasi atau jarak vertikal dari permukaan air<br />

di atas suatu datum (bidang persamaan).<br />

adalah lebar penampang saluran pada permukaan<br />

bebas bebas. Notasi atau simbol yang digunakan untuk<br />

lebar permukaan adalah T, dan satuannya adalah<br />

satuan panjang.<br />

panjang


mengacu pada luas penampang melintang dari<br />

aliran di dalam saluran. Notasi atau simbol yang<br />

digunakan untuk luas penampang ini adalah A,<br />

dan satuannya adalah satuan luas.<br />

suatu penampang aliran didefinisikan sebagai<br />

bagian/porsi dari parameter penampang aliran<br />

yang bersentuhan (kontak) dengan batas benda<br />

padat yaitu dasar dan/atau dinding saluran saluran.


Dalam hal aliran di dalam saluran terbuka<br />

batas tersebut adalah dasar dan<br />

dinding/tebing saluran seperti yang tampak<br />

pada Gb. 2. di bawah ini.<br />

Notasi atau simbol yang digunakan untuk<br />

keliling basah ini adalah P, dan satuannya<br />

adalah satuan panjang.


T<br />

B<br />

Luas penampang<br />

Keliling basah<br />

Gambar 2. Parameter Lebar Permukaan (T),<br />

Lebar Dasar (B), Luas Penampang dan<br />

Keliling basah suatu aliran


dari suatu penampang aliran bukan merupakan<br />

karakteristik yang dapat diukur langsung, tetapi<br />

sering sekali digunakan didalam perhitungan.<br />

Definisi dari jari jari hydraulik adalah luas<br />

penampang dibagi keliling basah, dan oleh<br />

karena itu mempunyai satuan panjang; notasi<br />

atau simbul yang digunakan adalah R, dan<br />

satuannya adalah satuan panjang.


Untuk kondisi aliran yang spesifik, jari-jari<br />

hydraulik sering kali dapat dihubungkan langsung<br />

dengan parameter geometrik dari saluran.<br />

Misalnya, jari-jari hydraulik dari suatu aliran penuh<br />

Misalnya, jari-jari hydraulik dari suatu aliran penuh<br />

di dalam pipa (penampang lingkaran dengan<br />

diameter D) dapat dihitung besarnya jari-jari<br />

hydraulik sebagai berikut:


(4)<br />

Z =<br />

=<br />

A<br />

A<br />

D<br />

A<br />

T<br />

adalah perkalian dari luas<br />

penampang aliran A dan<br />

akar dari kedalaman<br />

hydraulik D. Simbol atau<br />

notasi yang digunakan<br />

adalah Z.


adalah perkalian dari<br />

luas penampang aliran<br />

A dan pangkat 2/3 dari<br />

jari-jari hydraulik :<br />

AR 2/3<br />

Persamaan / rumus elemen geometri dari<br />

berbagai bentuk penampang aliran dapat<br />

dilihat pada table 1.


Tabel 1. Unsur-unsur geometris penampang saluran


adalah suatu penampang saluran terbuka yang<br />

lebar sekali dimana berlaku pendekatan sebagai<br />

saluran terbuka berpenampang persegi empat<br />

dengan lebar yang jauh lebih besar daripada<br />

kedalaman aliran B >> y, dan keliling basah P<br />

disamakan dengan lebar saluran B. Dengan<br />

demikian maka luas penampang A = B . y ;<br />

P = B sehingga :<br />

A B.<br />

y<br />

R = = =<br />

P B<br />

y


Debit aliran adalah<br />

volume air yang<br />

mengalir melalui<br />

suatu penampang<br />

tiap satuan waktu,<br />

simbol/notasi yang<br />

digunakan adalah<br />

Q.<br />

Apabila hukum<br />

ketetapan massa<br />

diterapkan untuk aliran<br />

diantara dua penampang<br />

seperti pada Gb.3 dan<br />

dengan menggunakan<br />

Pers.1.


maka didapat persamaan sebagai berikut:<br />

untuk kerapatan tetap ρ 1 = ρ 2, sehingga<br />

persamaan tersebut menjadi<br />

m = ρ ρ . A . V = m = ρρ<br />

. A . V<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

2<br />

Persamaan tersebut di atas disebut persamaan<br />

kontinuitas.<br />

A 1 .<br />

V1<br />

= A2<br />

. V 2 =<br />

2<br />

Q<br />

2<br />

2


Kecepatan aliran (V) dari suatu penampang aliran<br />

tidak sama diseluruh penampang aliran, tetapi<br />

bervariasi menurut tempatnya.<br />

Apabila cairan bersentuhan dengan batasnya<br />

(didasar dan dinding saluran) kecepatan<br />

alirannya adalah nol<br />

Hal ini seringkali membuat kompleksnya<br />

analisis, oleh karena itu untuk keperluan<br />

praktis biasanya digunakan harga rata-rata<br />

dari kecepatan di suatu penampang aliran


Kecepatan rata-rata ini didefinisikan<br />

sebagai debit aliran dibagi luas penampang<br />

aliran, dan oleh karena itu satuannya<br />

adalah panjang per satuan waktu.<br />

Q<br />

V = (7)<br />

(7)<br />

A<br />

Dimana:<br />

V = Kecepatan rata – rata aliran (ft/s atau m/s)<br />

Q = Debit aliran (ft 3 /s atau m 3 /s )<br />

A = Luas penampang aliran (ft 2 atau m 2 )


Gambar 6.<br />

Pembagian kecepatan<br />

(velocity distribution) di<br />

arah vertikal<br />

Gambar 6<br />

menunjukkan<br />

pembagian<br />

kecepatan<br />

diarah vertical<br />

dengan<br />

kecepatan<br />

maksimum di<br />

permukaan air<br />

dan kecepatan<br />

nol pada dasar.


Misalnya kecepatan aliran di suatu titik<br />

adalah v dan kecepatan rata rata aliran<br />

adalah V maka debit aliran adalah :<br />

= = v A V Q .<br />

. (8)<br />

∫<br />

A dA<br />

Kecepatan rata-rata dapat ditentukan dari<br />

Pers.(8) tersebut diatas<br />

V<br />

=<br />

∫A<br />

v<br />

.<br />

A<br />

dA<br />

(9)


Aliran tetap (steady flow) merupakan<br />

salah satu jenis aliran; kata “tetap”<br />

menunjukkan bahwa di seluruh analisis<br />

aliran diambil asumsi bahwa debit alirannya<br />

tetap. Apabila aliran melalui saluran<br />

prismatis maka kecepatan aliran V juga<br />

tetap, atau kecepatan aliran tidak berubah<br />

menurut waktu.<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

∂V<br />

∂t<br />

⎞<br />

= 0⎟<br />


sebaliknya<br />

apabila<br />

kecepatan<br />

aliran berubah<br />

menurut waktu,<br />

aliran disebut<br />

aliran tidak<br />

tetap (unsteady<br />

flow)<br />

⎛ ∂V<br />

⎜<br />

⎝ ∂ t<br />

⎞<br />

≠ 0 ⎟<br />


Aliran seragam (uniform<br />

flow) merupakan jenis<br />

aliran yang lain; kata<br />

“seragam” menunjukkan<br />

bahwa kecepatan aliran<br />

disepanjang saluran adalah<br />

tetap, dalam hal kecepatan<br />

aliran tidak tergantung pada<br />

tempat atau tidak<br />

berubah menurut<br />

tempatnya.<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

∂V<br />

∂s<br />

⎞<br />

= 0⎟<br />

⎠<br />

sebaliknya apabila<br />

kecepatan<br />

berubah menurut<br />

tempat maka<br />

aliran disebut<br />

aliran tidak<br />

seragam<br />

(nonuniform<br />

flow).<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

∂V<br />

∂s<br />

≠<br />

0<br />

⎞<br />

⎟<br />


Aliran seragam dan tetap disebut aliran<br />

beraturan<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

∂V<br />

∂t<br />

∂V<br />

= 0dan<br />

∂s<br />

= 0<br />

Aliran tidak seragam dapat dibagi menjadi :<br />

o aliran berubah lambat laun<br />

(gradually varied flow)<br />

o aliran berubah dengan cepat<br />

(rapidly varied flow)<br />

⎞<br />

⎟<br />


Aliran disebut berubah lambat laun<br />

apabila perubahan kecepatan terjadi secara<br />

lambat laun dalam jarak yang panjang,<br />

sedangkan aliran disebut berubah dengan<br />

apabila perubahan terjadi pada jarak yang<br />

pendek.<br />

Untuk saluran prismatis jenis aliran<br />

tersebut diatas juga dapat dinyatakan dalan<br />

perubahan kedalaman aliran seperti<br />

ditunjukkan dalam persamaan-persamaan<br />

sebagai berikut :


Aliran<br />

Aliran<br />

Tetap<br />

:<br />

∂h<br />

∂t<br />

Seragam<br />

:<br />

=<br />

0<br />

∂h<br />

∂s<br />

,<br />

=<br />

0<br />

Contoh dari perubahan kedalaman air<br />

disepanjang aliran dapat dilihat pada Gb.7<br />

dibawah ini.<br />

h 1<br />

Aliran<br />

,<br />

Aliran<br />

(a)<br />

Tidak<br />

Tetap<br />

:<br />

TidakSerag<br />

∂h<br />

∂t<br />

≠<br />

am<br />

0<br />

:<br />

∂h<br />

∂s<br />

≠<br />

0


(c)<br />

Laut<br />

Air balik (backwater)<br />

(b)<br />

Laut<br />

Gambar 1.7. Perubahan kedalaman air<br />

(a. aliran seragam; b. aliran berubah lambat laun; c.<br />

aliran berubah dengan cepat) disepanjang aliran


Aliran seragam merupakan aliran yang tidak<br />

berubah menurut tempat. Konsep aliran seragam<br />

dan aliran kritis sangat diperlukan dalam peninjauan<br />

aliran berubah dengan cepat atau berubah lambat<br />

laun.<br />

Perhitungan kedalaman kritis dan kedalaman<br />

normal sangat penting untuk menentukan perubahan<br />

permukaan aliran akibat gangguan pada aliran.


Gangguan tersebut dapat merupakan bangunanbangunan<br />

air yang memotong aliran sungai.<br />

Pembahasan aliran kritis dan kedalaman kritis<br />

diuraikan dalam modul 2, dan di dalam modul ini akan<br />

dibahas aliran seragam dan kedalaman normal.<br />

Agar mahasiswa memahami penggunaan<br />

persamaan-persamaan aliran seragam, di akhir suatu<br />

pokok bahasan diberi contoh soal dan latihan yang<br />

berupa pekerjaan rumah dan dibahas pada awal kuliah<br />

berikutnya.


Reservoir<br />

zona<br />

transisi Aliran<br />

Seragam<br />

Kemiringan landai (mild slope)<br />

i o < i c<br />

(a)


Reservoir<br />

zona<br />

transisi<br />

Kemiringan kritis (critical slope)<br />

i o = i c<br />

(b)


Reservoir<br />

zona<br />

transisi<br />

Kemiringan curam (steep slope)<br />

i o > i c<br />

(c)<br />

Gambar 3.2. Terjadinya aliran seragam di dalam saluran<br />

dengan kondisi kemiringan yang berbeda - beda


Untuk aliran seragam if = iw = i0 iw = kimiringan permukaan air<br />

i0 = kemiringan dasar saluran<br />

Persamaan tersebut menyatakan bahwa kecepatan<br />

aliran tergantung pada jenis hambatan (C), geometri<br />

saluran (R) dan kemiringan aliran<br />

⎛ ∆<br />

⎜ = H ⎛ ∆H<br />

⎜ i<br />

=<br />

⎝ L<br />

dimana ∆H adalah perbedaan tinggi energi di hulu<br />

dan di hilir.<br />

Persamaan tersebut dikembangkan melalui<br />

penelitian di lapangan.<br />

⎞<br />

⎟<br />


Pada awal tahun 1769 seorang insinyur<br />

Perancis bernama Antonius Chezy mengembangkan<br />

mungkin untuk pertama kali perumusan kecepatan<br />

aliran yang kemudian dikenal dengan rumus Chezy<br />

yaitu :<br />

V = C Ri<br />

f<br />

(3.10)<br />

V = kecepatan rata–rata (m/det)<br />

R = jari – jari hidrolik (m)<br />

i f = kemiringan garis energi (m/m)<br />

C = suatu faktor tahanan aliran yang disebut<br />

koefisien Chezy (m 2 /det)


Harga C tergantung pada kekasaran dasar saluran<br />

dan kedalaman aliran atau jari–jari hidrolik.<br />

Berbagai rumus dikembangkan untuk memperoleh<br />

harga C antara lain :<br />

Ganguitlef aunt Kutter (1869)<br />

dimana :<br />

0,<br />

00281 1,<br />

811<br />

41 , 65 + +<br />

C=<br />

3 n<br />

⎛ 0,<br />

0281⎞<br />

n<br />

1+<br />

⎜41,<br />

65+<br />

⎟<br />

⎝ S ⎠ R<br />

n = koefisien kekasaran dasar dan dinding saluran<br />

R = jari–jari hidrolik<br />

S = kemiringan dasar saluran<br />

(3.11)


Bazin pada tahun 1897 melalui penelitiannya<br />

menetapkan harga C sebagai berikut :<br />

dimana,<br />

C<br />

, 6<br />

=<br />

1+<br />

m<br />

R<br />

m = koefisien Bazin<br />

R = jari-jari hidrolik<br />

157 (3.12)<br />

Masih banyak rumus-rumus yang lain untuk menetapkan<br />

harga koefisien C melalui penelitian-penelitian di lapangan<br />

dimana semua menyatakan bahwa besarnya hambatan<br />

ditentukan oleh bentuk kekasaran dinding dan dasar saluran,<br />

faktor geometri dan kecepatan aliran.


Manning mengembangkan rumus :<br />

1, 49 2 3 1 2<br />

R i<br />

n<br />

V =<br />

f<br />

atau<br />

1 2 3 1 2<br />

V = R i f<br />

n<br />

( EU )<br />

( SI<br />

V = kecepatan aliran (m/det)<br />

n = angka kekasaran Manning<br />

R = Jari – jari hidrolik (m)<br />

i f<br />

= kemiringan garis energi (m/m)<br />

)<br />

(3.13)<br />

(3.14)


Apabila dihubungkan Persamaan Chezy dan<br />

Persamaan Manning akan diperoleh hubungan<br />

antara koefisien Chezy (C) dan koefisien Manning (n)<br />

sebagai berikut :<br />

V C R i f =<br />

=<br />

C =<br />

1<br />

R<br />

n<br />

1<br />

6<br />

1<br />

n<br />

R<br />

2<br />

3<br />

i<br />

1<br />

2<br />

(3.16)


Faktor–faktor yang mempengaruhi harga kekasaran<br />

manning n adalah :<br />

a. Kekasaran permukaan dasar dan dinding saluran<br />

b. Tumbuh – tumbuhan<br />

c. Ketidak teraturan bentuk penampang<br />

d. Alignment dari saluran<br />

e. Sedimentasi dan erosi<br />

f. Penyempitan (adanya pilar-pilar jembatan)<br />

g. Bentuk dan ukuran saluran<br />

h. Elevasi permukaan air dan debit aliran


Dari hasil penelitiannya Manning membuat suatu<br />

tabel angka kekasaran (n) untuk berbagai jenis<br />

bahan yang membentuk saluran antara lain<br />

sebagai berikut :<br />

Tabel 3.1. Harga n untuk tipe dasar dan dinding saluran<br />

Tipe <strong>Saluran</strong> Harga n<br />

1. <strong>Saluran</strong> dari pasangan batu tanpa plengsengan 0,025<br />

2. <strong>Saluran</strong> dari pasangan batu dengan pasangan 0,015<br />

3. <strong>Saluran</strong> dari beton 0,017<br />

4. <strong>Saluran</strong> alam dengan rumput 0,020<br />

5. <strong>Saluran</strong> dari batu 0,025<br />

Pengambilan harga n tersebut tergantung pula pada<br />

pengalaman perencana


Aliran <strong>Saluran</strong> terbuka<br />

Di dalam praktek sering dijumpai saluran<br />

melintas jalan raya. Dalam memecahkan masalah<br />

perlintasan ini pada umumnya dibuat suatu<br />

bangunan perlintasan yang disebut gorong–gorong<br />

(culvert). Bangunan tersebut dapat berpenampang<br />

lingkaran atau persegi empat yang dikenal dengan<br />

istilah box culvert . Bentuk gorong–gorong adalah<br />

saluran tertutup tetapi alirannya adalah aliran<br />

terbuka.<br />

Karena bentuknya yang tetap maka untuk<br />

memudahkan perhitungan dapat dibuat suatu kurva–<br />

kurva tidak berdimensi agar dapat berlaku umum.


Penampang Lingkaran<br />

Apabila angka n diambil tetap atau tidak<br />

tergantung pada variasi kedalaman air, maka dapat<br />

dibuat kurva hubungan antara Q dan Q0 serta V dan<br />

V0 dimana harga–harga tersebut merupakan harga<br />

perbandingan antara debit Q dan kecepatan V untuk<br />

suatu kedalaman aliran y terhadap debit Q 0 dan<br />

kecepatan V 0 dari kondisi aliran penuh.<br />

Dari persamaan Manning :<br />

V =<br />

1<br />

n<br />

R<br />

2<br />

3<br />

i<br />

1<br />

2


Gambar 3.3. Kurva hubungan antara y/d 0 dan Q/Q 0, V/V 0,<br />

AR 2/3 , A 0R 0 2/3 dan R 2/3 /R0 2/3


Dari kurva-kurva tersebut tampak bahwa baik<br />

harga Q/Q0 maupun harga V/V0 mempunyai harga<br />

maksimum yang terjadi pada kedalaman 0,938 d0 untuk Q/Q0 dan kedalaman 0,81 d0 untuk V/V0. Dari<br />

gambar tersebut juga dapat dilihat bahwa pada<br />

kedalaman lebih besar dari pada 0,82 d 0<br />

dimungkinkan untuk mempunyai dua kedalaman<br />

berbeda untuk satu debit, satu diatas 0,938 d 0 dan<br />

yang satu lagi antara 0,82 d 0 sampai 0,938 d 0.


Demikian juga dengan kurva V/V 0 yang menunjukkan<br />

bahwa untuk kedalaman melebihi 0,5 d 0 terdapat dua<br />

kemungkinan kedalaman untuk satu harga<br />

kecepatan V yaitu satu diatas 0,81 d 0 dan yang satu<br />

diantara 0,81 d 0 dan 0,5 d 0. Penjelasan tersebut<br />

diatas adalah untuk asumsi harga n konstan.<br />

Di dalam praktek ternyata didapat bahwa pada<br />

saluran dari beton maupun lempung terjadi kenaikan<br />

harga n sebesar 28% dari 1,00 d 0 sampai 0,25 d 0<br />

yang tampaknya merupakan kenaikan maksimum<br />

kurva untuk kondisi ini seperti ditunjukkan pada garis<br />

putus–putus.


Kedalaman air untuk aliran seragam ditulis<br />

dengan notasi yn yaitu kedalaman normal. Salah<br />

satu cara perhitungan untuk menentukan kedalaman<br />

normal suatu aliran dengan debit tertetu dapat<br />

digunakan beberapa cara seperti pada contoh soal<br />

berikut ini :


C. Cara Grafis<br />

Cara grafis seringkali digunakan dalam hal<br />

penampang saluran yang sulit. Di dalam prosedur ini<br />

dibuat suatu grafik hubungan antara y dan AR 2/3 .<br />

Setelah grafik selesai maka hasil perhitungan :<br />

2 3<br />

A R =<br />

nQ<br />

diplot pada grafik dan dicari harga y yang sesuai.<br />

Dengan menggunakan perhitungan pada tabel 3.2<br />

dibuat suatu grafik suatu berikut :<br />

i


y<br />

1,2<br />

1,1<br />

1,015<br />

1<br />

0,9<br />

0,8<br />

0,7<br />

0,6<br />

0,5<br />

0,4<br />

0,3<br />

0,2<br />

0,1<br />

0<br />

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9<br />

6,864<br />

AR2/3<br />

Gambar 3.4 Grafik hubungan antara kedalaman air y dan<br />

faktor penampang AR 2/3 contoh soal 3.1


D. Cara perhitungan dengan menggunakan Design Chart<br />

(dari Ven Te Chow)<br />

Pada sekumpulan kurva untuk menentukan<br />

kedalaman normal yang tersedia (Ven Te Chow<br />

gambar 6.1) dapat dicari harga y dengan menghitung<br />

lebih dulu harga AR2/3 lebih dulu harga AR dan persamaan Manning<br />

dimana :<br />

A R<br />

A R<br />

B<br />

2 3<br />

2 3<br />

8 3<br />

=<br />

=<br />

nQ<br />

i<br />

=<br />

6,<br />

875<br />

8 3 ( 6 )<br />

0,<br />

025×<br />

11<br />

=<br />

=<br />

0,<br />

0016<br />

0,<br />

058<br />

Dari kurva didapat y n/B = 0,18<br />

y n = 0,17 x 6 = 1,02 m<br />

6,<br />

875


Values of y/b and y/d o<br />

10<br />

8<br />

6<br />

4<br />

2<br />

1<br />

0.8<br />

0.6<br />

0.4<br />

0.2<br />

0.17<br />

0.01<br />

0.08<br />

0.06<br />

0.04<br />

0.02<br />

0.01<br />

0.0001<br />

0.001<br />

y<br />

d0<br />

ALIRAN SERAGAM<br />

Circular<br />

0.01 0.058<br />

0.1<br />

2/3 8/3 2/3 8/3<br />

Values of AR /b and AR /d o<br />

1<br />

2<br />

b<br />

z = 0 (Rectangular)<br />

y<br />

z = 0.5<br />

z = 1.0<br />

z = 1.5<br />

z = 2.0<br />

z = 2.5<br />

z = 3.0<br />

z = 4.0<br />

1 10


Di dalam praktek sering dijumpai kondisi<br />

dimana kekasaran dinding tidak sama di sepanjang<br />

keliling basah, misalnya saluran terbuka yang<br />

dasarnya dari tanah asli sedang dindingnya dari<br />

pasangan batu atau saluran berbentuk persegi<br />

empat yang dasarnya dari pelat beton sedang<br />

dindingnya dari kayu.


- Untuk saluran yang mempunyai penampang<br />

sederhana dengan perbedaan kekasaran<br />

tersebut perhitungan kecepatan rata–ratanya<br />

tidak perlu harus membagi luas penampang<br />

menurut<br />

tersebut.<br />

harga n yang berbeda–beda<br />

Dalam menerapkan Persamaan Manning untuk<br />

saluran seperti tersebut diatas perlu dihitung<br />

harga n ekivalen untuk seluruh keliling basah,<br />

Ada beberapa cara untuk menghitung harga n<br />

ekivalen tersebut.


- Horton dan Einstein<br />

Untuk mencari harga n diambil asumsi tiap<br />

bagian luas mempunyai kecepatan rata–rata<br />

sama, berarti V 1 = V 2 ; …= V 2 = V. Dengan<br />

dasar asumsi ini harga n ekuivalen dapat<br />

dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :<br />

n<br />

⎡<br />

⎢<br />

= ⎢<br />

⎢<br />

⎢<br />

⎣<br />

n<br />

∑<br />

1<br />

2 3<br />

( ) 1,<br />

5<br />

P ( )<br />

n nn<br />

⎥<br />

1,<br />

5 1,<br />

5<br />

1,<br />

5<br />

P n + P n + ... + P n<br />

P<br />

⎤<br />

⎥<br />

⎥<br />

⎥<br />

⎦<br />

=<br />

1<br />

1<br />

2<br />

P<br />

2 3<br />

n<br />

n<br />

2 3<br />

(3.17)


- Parlovskii dan Miill Lofer dan Einstein serta<br />

Banks<br />

Mengambil asumsi bahwa gaya yang<br />

menghambat aliran sama dengan jumlah<br />

gaya–gaya yang menghambat aliran yang<br />

terbentuk dalam bagian–bagian penampang<br />

saluran. Dengan asumsi tersebut angka n<br />

ekivalen dihitung dengan persamaan sebagai<br />

berikut :<br />

n<br />

=<br />

⎡<br />

⎢<br />

⎢<br />

⎢<br />

⎢<br />

⎣<br />

n<br />

∑<br />

1<br />

( ) 2<br />

P n<br />

P<br />

n<br />

1 2<br />

n<br />

⎤<br />

⎥<br />

⎥<br />

⎥<br />

⎥<br />

⎦<br />

1 2<br />

=<br />

( )<br />

2 2<br />

2<br />

P n + P n + ... + P n<br />

1<br />

1<br />

2<br />

2<br />

P<br />

1 2<br />

n<br />

n<br />

1 2<br />

(3.18)


☺ Aliran seragam mempunyai kedalaman<br />

air dan kecepatan aliran yang sama<br />

disepanjang aliran.<br />

Kedalaman aliran disebut<br />

kedalaman normal.<br />

☺ Aliran seragam terbentuk apabila<br />

besarnya hambatan diimbangi oleh gaya<br />

gravitasi.


☺ Perhitungan kedalaman normal pada<br />

aliran seragam dapat dilakukan dengan<br />

menggunakan persamaan manning atau<br />

persamaan chezy dengan cara aljabar dan<br />

cara grafis.<br />

☺ Faktor hambatan adalah kekasaran<br />

saluran.<br />

☺ Penampang gabungan suatu saluran<br />

terdiri dari penampang saluran utama dan<br />

penampang banjir.


Untuk suatu saluran yang mengalirkan banjir<br />

Untuk suatu saluran yang mengalirkan banjir<br />

dimana kondisi geometri penampang hilir tidak sama<br />

karena debit aliran yang sampai ke hilir tidak lagi<br />

sama dengan debit di hulu karena tambahan air<br />

banjir, perlu pendekatan aliran seragam untuk<br />

perhitungan kemampuannya.


Suatu cara untuk menghitung besarnya debit<br />

banjir yang dapat dialirkan oleh suatu saluran adalah<br />

cara Luas Kemiringan (Slope area method). Cara ini<br />

pada dasarnya menggunakan konsep aliran seragam<br />

dengan persamaan Manning.<br />

u<br />

L<br />

Q<br />

Gambar 3.11. Suatu penampang memanjang saluran untuk<br />

penampang banjir<br />

d<br />

F<br />

Laut


Misalnya suatu saluran digunakan untuk<br />

menampung dan mengalirkan debit banjir<br />

mempunyai dimensi yang berbeda antara hulu<br />

(up stream) dan hilir (down stream).<br />

Untuk menghitung debit banjir melalui saluran<br />

tersebut perlu dilakukan prosedur sebagai berikut :<br />

1. Dari harga–harga A, R dan n yang diketahui,<br />

hitung faktor penghantar K u dan K d.<br />

2. Hitung harga K rata–rata.<br />

u K K K . =<br />

d


3. Diambil asumsi bahwa tinggi kecepatan dapat<br />

diabaikan, kemiringan garis energi sama dengan<br />

selisih tinggi muka air di hulu dan di hilir F dibagi<br />

panjang saluran.<br />

i =<br />

4. Dengan asumsi tersebut hitung perkiraan<br />

pertama debit aliran.<br />

Q =<br />

F<br />

L<br />

K<br />

i


5. Ambil asumsi bahwa debit aliran sama dengan<br />

perkiraan pertama Q dan hitung harga.<br />

2<br />

2<br />

V d<br />

α u<br />

2g<br />

dan<br />

αV<br />

2g<br />

Dengan harga–harga tersebut maka kemiringan<br />

garis energi<br />

i<br />

=<br />

h<br />

f<br />

L


dimana :<br />

( V 2g<br />

V 2g<br />

)<br />

2<br />

2<br />

α −α<br />

hf = F + k u u<br />

d u<br />

V u d<br />

< V ; k =<br />

V u<br />

d<br />

> V ; k =<br />

1,<br />

0<br />

0,<br />

5<br />

Ulangi perhitungan tersebut sampai diperoleh<br />

harga Q yang tetap.<br />

Untuk memperdalam penguasaan materi ini lihat<br />

contoh soal sebagai berikut :


Efek dari gaya gravitasi pada<br />

suatu aliran ditunjukkan dalam<br />

perbandingan atau rasio antara gaya<br />

inersia dan gaya gravitasi. Rasio<br />

antara gaya-gaya tersebut dinyatakan<br />

dalam angka Froude, yaitu :<br />

F =<br />

R<br />

V<br />

g . L<br />

(11)


Dimana:<br />

F R = angka Froude (tidak berdimensi/ tidak<br />

mempunyai satuan)<br />

V = kecepatan rata-rata aliran ( ft/s atau m/s )<br />

L = panjang karakteristik (dalam ft atau m)


Dalam aliran saluran terbuka panjang karakteristik<br />

disamakan dengan kedalaman hydraulik D.<br />

Dengan demikian untuk aliran saluran terbuka<br />

angka Froude adalah:<br />

F R<br />

=<br />

V<br />

g . D<br />

(12)<br />

Apabila angka F sama dengan satu maka Pers..10<br />

menjadi:<br />

V =<br />

g .<br />

D<br />

(13)


Dimana:<br />

g.<br />

D<br />

Adalah kecepatan rambat<br />

gelombang (celerity), dari<br />

gelombang gravitasi yang<br />

terjadi dalam aliran dangkal.<br />

c =<br />

gD


Dalam hal ini aliran disebut dalam kondisi<br />

kritis, and aliran disebut aliran kritis (critical flow).<br />

Apabila harga angka F R lebih kecil daripada satu atau<br />

V 〈 g.<br />

D<br />

aliran disebut aliran sub-kritis (subcritical flow).<br />

Dalam kondisi ini gaya gravitasi memegang<br />

peran lebih besar; dalam hal ini kecepatan aliran lebih<br />

kecil daripada kecepatan rambat gelombang dan hal ini<br />

ditunjukkan dengan lairannya yang tenang.


Sebaliknya apabila harga F R lebih besar<br />

daripada satu atau<br />

V 〉 g .<br />

aliran disebut Aliran super-kritis (supercritical flow).<br />

Dalam hal ini gaya-gaya inersia menjadi<br />

dominan, jadi aliran mempunyai kecepatan besar;<br />

kecepatan aliran lebih besar daripada kecepatan rambat<br />

gelombang yang ditandai dengan alirannya yang deras.<br />

D


Suatu kombinasi dari efek viskositas<br />

dan gravitasi menghasilkan salah satu dari<br />

empat regime aliran, yang disebut:<br />

(a) subkritis-laminer (subcritical-laminer),<br />

dan Re apabila FR lebih kecil daripada satu<br />

berada dalam rentang laminer;


(b) superkritis-laminer (supercritical-laminer),<br />

apabila F R lebih besar daripada satu dan<br />

R e berada dalam rentang laminer;<br />

(c) superkritis-turbulent (supercritical-turbulent),<br />

apabila FR lebih besar daripada satu dan<br />

Re berada dalam rentang laminer;<br />

(d) subkritis-turbulen (subcritical-turbulent),<br />

apabila F R lebih kecil daripada satu dan R e<br />

berada dalam rentang turbulen.


dh<br />

dx<br />

dy<br />

dx<br />

< 0<br />

> 0<br />

A 3<br />

A 2<br />

dy<br />

dx<br />

> 0<br />

Pintu air<br />

A 3<br />

dh<br />

dx<br />

< 0<br />

A 2<br />

(c)<br />

Contoh praktek aliran melalui<br />

pintu bukaan bawah<br />

Bendung<br />

(b)<br />

Contoh praktek aliran<br />

melalui bendung<br />

Gambar 4.2. Sket definisi dan contoh aliran berubah<br />

lambat laun pada dasar saluran negatif<br />

(saluran menanjak di arah aliran)


dh<br />

dx<br />

< 0<br />

H 2<br />

(a)<br />

Teori<br />

H 3<br />

(c)<br />

dh<br />

dx<br />

<<br />

Pintu air<br />

H 3<br />

0<br />

(b)<br />

Contoh Praktek<br />

H 2<br />

Terjunan<br />

Gambar 4.3. Sket definisi dan contoh aliran berubah<br />

lambat laun pada dasar horizontal


y c<br />

M 1<br />

y n<br />

i b < i c<br />

i b < i c<br />

(c)<br />

M 2<br />

(d)<br />

y<br />

C<br />

C<br />

C<br />

C


i b < i c<br />

(e)<br />

M 2<br />

C<br />

C


y c<br />

y n<br />

i b < i c<br />

i b > i c<br />

y<br />

M 2<br />

(a)<br />

S 2<br />

(b)<br />

M 2<br />

C 1<br />

C 1<br />

y n<br />

y<br />

i b > i c<br />

i b > i c<br />

C 2<br />

y c<br />

C 2


y c<br />

y yn y n<br />

i b > i c<br />

I b < i c<br />

(d)<br />

C<br />

(c)<br />

C<br />

M 2<br />

M 3<br />

M 1<br />

M2<br />

y c<br />

i b < i c<br />

y n<br />

Alternatif 3<br />

Alternatif 2<br />

Alternatif 1


y n1<br />

a. Kemiringan landai<br />

`q 1 q 2< q 1 q 3< q 1<br />

M 2<br />

y c1 y y n2<br />

y n y c<br />

C<br />

C<br />

S 2<br />

y n<br />

(a) Denah<br />

y c2<br />

i b < i c<br />

(b)<br />

M 1<br />

ib > ic (c)<br />

y<br />

C<br />

C<br />

S 3<br />

y c3= y c1 y n3 =<br />

y n1<br />

y c y n y c<br />

Gambar 4.11.<br />

Perubahan profil<br />

aliran aliran dalam dalam<br />

saluran saluran yang yang<br />

mengalami<br />

perubahan lebar


Suatu penampang saluran dapat terdiri dari<br />

beberapa bagian yang mempunyai angka<br />

kekasaran yang berbeda–beda. Sebagai contoh<br />

yang paling mudah dikenali adalah saluran banjir.<br />

<strong>Saluran</strong> tersebut pada umumnya terdiri saluran<br />

utama dan saluran samping sebagai penampang<br />

debit banjir.


Penampang tersebut adalah sebagai berikut :<br />

n 3<br />

I II III<br />

n 2<br />

n 1<br />

n 1<br />

Gambar 3.9. Penampang gabungan dari suatu saluran<br />

n 1<br />

n 2<br />

n 3


Penampang tersebut mempunyai kekasaran<br />

yang berbeda–beda, pada umumnya harga n di<br />

penampang samping lebih besar daripada di<br />

penampang utama. Untuk menghitung debit aliran<br />

penampang tersebut dibagi menjadi beberapa<br />

bagian penampang menurut jenis kekasarannya.<br />

Pembagian penampang dapat dilakukan menurut<br />

garis–garis vertikal (garis putus–putus seperti pada<br />

gambar diatas) atau menurut garis yang sejajar<br />

dengan kemiringan tebing (garis titik–titik seperti<br />

pada gambar).


Dengan menggunakan persamaan Manning<br />

debit aliran melalui setiap bagian penampang<br />

tersebut dapat dihitung. Debit toatal adalah<br />

penjumlahan dari debit di setiap bagian penampang.<br />

Kemudian kecepatan rata–rata aliran dihitung dari<br />

debit total aliran dibagi dengan luas seluruh<br />

penampang.<br />

Misalnya kecepatan rata–rata setiap bagian<br />

penampang adalah : V 1 , V 2 , ….V N dan koefisien<br />

energi dan koefisien momentum setiap bagian<br />

adalah : α 1 , α 2 , …α N dan β 1 , β 2 , ….β N . Kemudian,<br />

apabila luas penampang setiap bagian tersebut<br />

adalah ∆A 1 , ∆A 2 , …. ∆A N , maka :


V<br />

1<br />

1<br />

AR<br />

= n<br />

∆A<br />

2 3 1 2<br />

1<br />

i<br />

=<br />

K1<br />

∆A<br />

1<br />

i<br />

1 2<br />

dimana K 1 = 1/n A R ⅔ = faktor penghantar<br />

(conveyence) untuk penampang 1. dan :<br />

V<br />

K<br />

K<br />

2 1 2<br />

N 1 2<br />

2 = i .... V N = i<br />

∆ A A2 ∆ A AN<br />

Q = V A = V 1 ∆A 1 + V 2 ∆A 2 + ……… V 3 ∆A 3<br />

Q<br />

V<br />

=<br />

=<br />

( K + K + ... K )<br />

Q<br />

A<br />

1<br />

⎛<br />

⎜<br />

=<br />

⎝<br />

N<br />

1<br />

2<br />

∑<br />

K<br />

N<br />

A<br />

⎞<br />

⎟i<br />

⎠<br />

N<br />

1 2<br />

i<br />

1 2<br />

⎛<br />

= ⎜<br />

⎝<br />

N<br />

∑<br />

1<br />

K<br />

N<br />

⎞<br />

⎟i<br />

⎠<br />

1 2<br />

(3.19)<br />

(3.20)


Dalam hal pembagian<br />

kecepatan tidak<br />

merata di penampang<br />

aliran maka di dalam<br />

perhitungan alirannya<br />

diperlukan koefisien<br />

energi α dan β<br />

tersebut dapat<br />

digunakan persamaan<br />

tersebut diatas. Dari<br />

persamaan (1.18) dan<br />

(1.24) yang telah<br />

dijelaskan di dalam<br />

modul 1.<br />

α =<br />

β<br />

=<br />

∑v 3<br />

∆A<br />

V<br />

V<br />

3<br />

A<br />

∑ v<br />

2<br />

∆A<br />

2<br />

A


memasukkan persamaan (3.20) ke persamaan ini<br />

α =<br />

β =<br />

N<br />

∑<br />

1<br />

N<br />

∑<br />

1<br />

3<br />

3<br />

( α K ) ∆A<br />

∆A<br />

( α K )<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

N<br />

N<br />

∑<br />

1<br />

N<br />

K<br />

N<br />

3<br />

⎞<br />

⎟<br />

⎠<br />

A<br />

N<br />

A<br />

2<br />

N<br />

=<br />

N<br />

∑<br />

1<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

N<br />

∑<br />

1<br />

N<br />

K<br />

N<br />

N<br />

3<br />

3<br />

⎞<br />

⎟<br />

⎠<br />

∆A<br />

A<br />

2<br />

3<br />

N<br />

3<br />

2<br />

3 3<br />

( ββ<br />

K ) ∆ A A ( αα<br />

K ) ∆ A<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

N<br />

N<br />

∑<br />

1<br />

K<br />

N<br />

N<br />

N<br />

∆ N N ∑<br />

3<br />

⎞ 2<br />

⎟ A A<br />

⎠<br />

= 1<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

N<br />

∑<br />

1<br />

N<br />

K<br />

N<br />

N<br />

3<br />

⎞<br />

⎟<br />

⎠<br />

A<br />

2<br />

N<br />

(3.21)<br />

(3.22)<br />

Untuk memahami penerapan konsep penampang<br />

gabungan (compound section).<br />

Lihat contoh sebagai berikut :

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!