menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu
menerobos%20jalan%20buntu
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
84<br />
BAB V<br />
KOMITMEN SETENGAH HATI<br />
DALAM MEMBENAHI SISTEM PERADILAN MILITER<br />
V.1 Menetapkan Agenda-agenda Penting dalam Pansus<br />
Tahun 2009 ini merupakan batas akhir dari periode administrasi pemerintahan dan<br />
parlemen untuk menyempurnakan salah satu agenda reformasi sektor militer (TNI),<br />
yaitu revisi sistem peradilan militer. Hal ini sudah dimandatkan TAP MPR No VII<br />
Tahun 2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara<br />
Republik Indonesia, pada Pasal 3(4). dan UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara<br />
Nasional Indonesia Pasal 65 ayat (2). Selama ini, sistem lama yang memiliki<br />
yurisdiksi untuk mengadili personel militer untuk tindak pelanggaran/kejahatan apa<br />
pun –baik tindak pidana militer maupun tindak pidana umum- merupakan salah satu<br />
sumber praktik impunitas. Sayangnya hingga berakhirnya periode pemerintahan dan<br />
parlemen 2004-2009, revisi tersebut tidak terjadi.<br />
Hal yang paling mengkhawatirkan adalah saat RDPU dengan DPR pihak Dephan dan<br />
TNI, yang justru menggugat mandat TAP MPR VII/2000 –yang menurut mereka<br />
sudah tidak berlaku lagi- dan menyatakan Pasal 65 (2) UU No 34 Tahun 2004 tentang<br />
perubahan yurisdiksi peradilan militer sebagai sesuatu yang dipaksakan. Jelas ini<br />
merupakan sikap politik yang bertentangan dengan agenda reformasi demokratik dari<br />
suatu supremasi sipil.<br />
Selama proses Pansus RUU tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1997 tentang<br />
Pengadilan Militer periode 2004-2009, satu ganjalan utama terhambatnya pengesahan<br />
reformasi sistem peradilan militer adalah bersikerasnya pihak pemerintah –lewat<br />
Dephan- untuk tetap memberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan kepada<br />
pihak militer dan bukan kepada Polri. Hal ini sungguh ironis mengingat berbagai<br />
pihak (baca: institusi sipil) sudah memiliki posisi yang jelas untuk mereformasi secara<br />
institusional sistem peradilan militer berdasarkan prinsip demokratik. Hampir semua<br />
fraksi dalam Pansus Peradilan Militer sudah menyetujui ketentuan adanya<br />
akuntabilitas eksternal (perangkat penegak hukum dari luar militer) bagi suatu<br />
pelanggaran/kejahatan/tindak pidana umum yang dilakukan seorang personel TNI.<br />
Bahkan pihak Polri dan Kejaksaan Agung dalam Rapat Dengar Pendapat Umum<br />
dengan para anggota Pansus di DPR sudah menyatakan kesiapannya untuk melakukan<br />
fungsi penyelidik dan penyidikan (Polri) dan penuntutan (Kejaksaan Agung). Alasan<br />
pihak Dephan dan TNI bahwa institusi sipil belum siap untuk menghadapi personel<br />
militer dalam proses penegakan hukum jelas bentuk insubordinasi terhadap tata<br />
supremasi sipil. Memberikan kewenangan penyidikan tetap kepada pihak militer jelas